Sekolah Moderasi Beragama Lahirkan Generasi Rapuh

  • Opini

Oleh: Yanti Tanjung

Suaramubalighah.com, Opini – Penguatan moderasi beragama merupakan misi Kementerian Agama yang sudah dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Moderasi beragama ini juga menjadi amanah khusus yang diberikan kepada Menteri Agama Yaqut Kholil Qoumas.

“Moderasi beragama ini merupakan program delivery dari Presiden ketika saya dipanggil untuk menakhodai Kementerian Agama. Saya tidak main-main terhadap program ini. Saya sangat serius dengan program moderasi beragama,” tegas Gus Menag saat berdiskusi dengan Tim Pokja Moderasi Beragama (MB) Kemenag di Rumah Dinas Widya Chandra, Jakarta, Jumat (30/4/2021).

Sudah disiapkan juga Tim Pokja Penguatan Moderasi Beragama yang sudah menyelesaikan Peta Jalan Moderasi Beragama. Peta jalan tersebut sebagai panduan moderasi beragama untuk lembaga-lembaga lainnya juga. Pastinya proyek moderasi beragama merupakan ruh dari pembangunan termasuk dalam dunia pendidikan.

Terkait dengan Penguatan Moderasi Beragama masuk sekolah Kementerian Agama menjadikan pendidikan sebagai ekosistem yang memasukkan nilai-nilai moderasi beragama di sekolah dan pengelolaan institusi lembaga pendidikan sekolah non diskriminatif. Penguatan sistem pendidikan yang berperspektif moderasi beragama mencakup pengembangan kurikulum, materi dan proses pengajaran, pendidikan guru dan tenaga kependidikan, dan rekruitmen guru.

Menteri Agama Yaqut Cholis Qoumas melakukan Lauching Program Aksi Moderasi Beragama di sekolah dan madrasah pada Rabu, 22 September 2021. Ada empat pedoman yang sudah disiapkan, yaitu buku saku moderasi beragama bagi guru; buku modul pelatihan penguatan wawasan moderasi bagi guru; pedoman mengintegrasikan moderasi pada mata pelajaran agama; dan buku pegangan siswa.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mendukung penuh program moderasi beragama yang dilakukan oleh Kementerian Agama ini. Moderasi beragama, menurut Nadiem amat penting diajarkan. Pasalnya Nadiem memandang intoleransi merupakan salah satu dari tiga dosa besar pendidikan di Tanah Air.

Moderasi Beragama Masuk Kurikulum

Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim bekerja sama dengan Kementrian Agama telah menyusun kurikulum moderasi beragama untuk dunia pendidikan. Tujuannya untuk mencegah atau mengurangi dosa di dunia pendidikan salah satunya adalah intoleransi, dua lainnya perundungan dan kekerasan seksual. Kurikulum ini diperuntukkan kepada sekolah penggerak.

“Kami sedang merancang materi terkait moderasi beragama beserta Kemenag untuk disertakan di dalam kurikulum Sekolah Penggerak. Itu adalah kurikulum prototipe yang sedang kita tes di dalam sekolah-sekolah penggerak dan di situlah konten-konten moderasi beragama kita akan juga melakukan risetnya dan mengimplementasi di 2500 sekolah penggerak yang terus akan berkembang setiap tahunnya,” kata Nadiem dalam acara Peluncuran Aksi Moderasi Beragama, secara daring dan luring, Rabu, (22-9-2021).

Untuk tahap awal Direktorat Pendidikan Agama Islam menetapkan sejumlah sekolah dan madrasah sebagai laboratorium moderasi beragama, yaitu provinsi NTT, NTB, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Jawa Barat dan Banten. Adapun kurikulum Penguatan Moderasi Agama akan diimplementasikan dalam Pendidikan Islam yang akan diajarkan oleh guru PAI di semua sekolah dan madrasah mulai jenjang Sekolah Dasar atau MI, SMP, SMA atau MA dan perguruan Tinggi.

Dalam Implementasi Pendidikan Islam sudah disusun buku setebal 192 halaman yang memuat 9 BAB dan yang berkenaan dengan Implementasi Moderasi Beragama ada di BAB 9. Nilai-nilai moderasi beragama atau prinsip wasathiyah dalam menjalankan ajaran Islam harus diimplementasikan melalui dunia pendidikan. Maka diperlukan dua orientasi sekaligus dalam mempelajari Islam, yaitu : (1) mempelajari Islam untuk mengetahui bagaimana cara beragama yang benar; (2) mempelajari Islam sebagai sebuah pengetahuan untuk membentuk prilaku beragama yang memiliki komitmen, loyal, penuh dedikasi, dan sekaligus mampu memosisikan diri sebagai pembelajar, peneliti dan pengamat yang kritis dalam melaksanakan dan pengembangan konsep moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun bagaimana cara implentasi moderasi beragama di dunia pendidikan? Maka ada tiga strategi :

1. Menyisipkan (inversi) muatan moderasi beragama dalam setiap materi yang relevan harus dijadikan sprit (ruh) dalam setiap mata pelajaran.

2. Mengoptimalkan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang dapat melahirkan cara berpikir kritis, bersikap menghargai perbedaan, menghargai pendapat orang lain, toleran dan demokratis, berani menyampaikan gagasan, sportif dan bertanggung jawab.

3. Menyelenggarakan program, pendidikan, pelatihan, dan pembekalan tertentu dengan tema khusus tentang moderasi beragama.

Secara konsep moderasi beragama tidak dibuat mata pelajaran tersendiri karena akan menambah beban belajar akan tetapi terkandung secara substantif di dalam setiap pelajaran.

Moderasi Beragama Amunisi Beracun

Jika kita dalami sejatinya moderasi beragama adalah amunisi yang meracuni cara pandang umat Islam dalam beragama yang diarahkan Barat agar landasan berpikir umat tetap sekuler, pemisahan agama dari kehidupan, khususnya pemisahan agama Islam dari politik dan dari negara.

Paham moderasi beragama masuk ke dalam kurikulum pendidikan sebagai ruh (sprit) yang wajib melekat dalam seluruh aspek mata pelajaran. Paham wasathiyyah yang ditanamkan kepada siswa berdampak kepada toleransi tanpa batas. Jikapun ada nilai toleransi yang dianggap positif tetaplah membuang basis akidah Islam dalam bersikap. Akan berbeda nilainya jika toleransi yang dilandasi dengan akidah Islam dengan toleransi berlandaskan moderasi bergama. Tentu seorang muslim tidak diperkenankan melepaskan akidahnya baik dalam berpikir maupun dalam beramal, tentu  tertolak meskipun amal yang dilakukan sama.

Apa dampaknya terhadap pelajar jika akidah Islam mereka teracuni? Tentu akan merembet kepada pembelajaran siswa tentang agama Islam menjadi sangat dangkal, tidak faqih fiddin, konsekuensinya siswa menjadi lebih sekuler, lebih liberal dalam bertindak, tidak mau terikat dengan syariat Islam secara kaffah. Karakter mereka akan dirapuhkan karena azas yang membangun kepribadian mereka lemah, mereka mudah hancur, mudah stres bahkan depresi, tidak bisa berhadapan dengan kehidupan yang sudah dirusak oleh sistem kapitalisme demokrasi.

Racun moderasi tidak hanya sampai pada pendangkalan akidah Islam dan syariat, lebih jauh dari itu akan bermunculan generasi muslim yang menjadi penentang agamanya sendiri, merusak ajaran Islam dan menyerukan orang-orang untuk menjauhkan agamanya sendiri. Mereka menjadi da’i dan da’iyyah di tengah-tengah masyarakat untuk melemahkan dan merusak agamanya sendiri. Sungguh perkara ini sangat mengkhawatirkan kita, masuknya proyek ini ke dunia pendidikan merata  yang terbenakkan dengan moderasi beragama.

Kurikulum Berbasis Akidah Islam Tangguhkan Generasi.

Allah berfirman :

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (An-Nisa: 9)

Makna ayat ini menunjukkan bahwa dilarang bagi pendidikan orang tua maupun pendidikan yang diselenggarakan oleh negara berupa sekolah yang melahirkan generasi lemah. Sebaliknya wajib bagi setiap lembaga pendidikan menyiapkan generasi tangguh. Generasi tangguh dicapai dengan dua hal, yaitu dengan bertakwa kepada Allah Ta’ala dan dengan perkataan atau narasi yang benar dan lurus yang bersumber dari Al-Qur’an, hadis Rasulullah saw dan perkataan para ulama salaf.

Ketakwaan adalah asas bagi para praktisi pendidikan dan akidah Islam adalah basis bagi kurikulum yang akan diterapkan. Tanpa kedua kedua hal  ini maka generasi tangguh itu hanyalah mimpi apalagi dengan menerapkan sistem pendidikan berasas sekularisme generasi akan semakin rapuh.

Dengan individu yang bertakwa, masyarakat yang bertakwa dan negara yang bertakwalah yang akan melahirkan generasi pemimpin yang bertakwa, imamul muttaqin yang akan memimpin di wilayah kepemimpinannya atas dasar ketaatan kepada syariat Islam secara kaffah. Generasi imamul muttaqin adalah pemimpin yang berkelas dunia yang berani tampil untuk menggiring siapapun di wilayah kepemimpinannya menuju ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Generasi imamul muttaqin yang akan selalu hadir di tangah di tengah-tengah umat menegakkan amr ma’ruf nahy munkar.

Oleh karena itu kurikulum berbasis akidah Islam adalah kurikulum yang akan mengintegralkan akidah Islam di semua mata pelajaran artinya basis penguatan akidah Islam akan diajarkan di semua mapel sebagai ruh dari ilmu yang akan diperoleh setiap pelajar. Selanjutnya akidah Islam ini akan menjadi qaidah berpikir, menyelesaikan seluruh persoalan dirinya dan persoalan kehidupan dengan solusi-solusi Islam, Seluruh pemikiran-pemikiran yang muncul dalam menghadapi persoalan akan terpancar dari akidah Islam dan dibangun di atas akidah Islam.

Selanjutnya akidah itu akan dijadikan qiyadah fikriyyah, kepemimpinan berpikir yang akan mengunggulkan ideologi dan pemikiran-pemikiran Islam di atas ideologi dan pemikiran-pemikiran di luar Islam. Maka dari sini tercapailah goals pendidikan Islam yaitu terbentuknya syakhshiyyah islamiyyah (kepribadian Islam) yang mutamayyizah (istimewa), berpengaruh dan unggul.

Pendidikan Keluarga adalah Benteng

Tatkala proyek Penguatan Moderasi beragama diusung oleh kekuatan negara melalui pendidikan, maka keluarga adalah harapan terakhir dalam mengawal anak-anak mereka dari berbagai racun pemikiran moderasi beragama. Meskipun pendidikan non-formal dalam keluarga ini tidak steril dari proyek ini, tetap saja ekosistem moderasi beragama akan menyasar keluarga. Namun setidaknya keluarga memiliki otoritas yang kuat dalam menentukan arah pendidikan keluarga.

Apa yang harus dilakukan oleh keluarga dalam menangkal paham moderasi? Pertama keluarga harus mempertegas visi pendidikan generasi bahwa dari keluarga akan lahir generasi yang memiliki kepribadian Islam yang tangguh, pemimpin yang bertakwa dan menjadi umat terbaik. Dari visi ini keluarga akan merumuskan misi dan membuat strategi pendidikan untuk sampai kepada tujuan.

Lalu keluarga dalam hal ini ayah bunda harus menguasai konsep pendidikan dalam Islam sekaligus metodologi pengajaran talaqqiyan fikriyyan. Dua hal ini antara konsep dan metode harus memiliki ikatan yang kuat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai yaitu ilmu untuk diamalkan. Juga melahirkan generasi-generasi yang kritis sekaligus memiliki sudut pandang Islam dalam memandang segala sesuatu. Sehingga mereka tidak lagi jadi bulan-bulanan kehidupan kapitalisme tapi menjadi sosok agen perubahan yang akan menghancurkan sistem kehidupan kapitalisme sekularisme ini kemudian tidak lama lagi membangunnya dengan yang baru yaitu kehidupan peradaban Islam (Khilafah) untuk kedua kalinya. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]