Oleh: Idea Suciati
Suaramubalighah.com, Opini – Bayi yang Tertukar. Mirip-mirip judul sinetron, tapi ini kejadian nyata yang terjadi di Bogor, Jawa Barat. Bayi laki-laki dari pasangan SM dan MT Warga Ciseeng, Bogor, diduga tertukar di Rumah Sakit Sentosa, Bogor. (cnnindonesia.com,10–8-2023)
Awalnya, Ibu SM melahirkan pada 18 juli 2022. Kecurigaan bayi tertukar berasal dari gelang. Setelah pulang ke rumah, seorang suster mendatanginya, menanyakan apakah Ibu SM adalah ibu dari pasien dengan bayi lain dan mengatakan bahwa gelang bayinya jatuh atau tertukar. Saat itu SM baru merasakan keganjilan. SM mencoba mengkonfirmasi hal itu ke rumah sakit tetapi pihak RS hanya menyatakan bahwa gelangnya tertukar.
Ibu SM akhirnya melakukan tes DNA untuk membuktikan kecurigaannya. Hasil DNA ternyata menunjukan bahwa benar bayi SM yang sudah diasuh selama setahun bukanlah bayinya, alias telah tertukar. Pihak RS berusaha memfasilitasi Ibu D ibu asli dari bayi tersebut, untuk melakukan tes DNA. Awalnya ibu D belum bersedia. Alasannya karena merasa belum siap jika bayi itu memang bukan anaknya.
Ibu SM membuat pengaduan dan meminta bantuan kepada Polres Bogor. Polres Bogor membuat tim gabungan untuk menangani aduan tersebut. Menurut Kapolres Bogor Reskrim AKBP Rio Wahyu Anggoro, tim gabungan terdiri dari Intelijen, lalu patroli siber dan tim trauma healing akan dikerahkan untuk membantu penanganan bayi tertukar secara komprehensif. Tes DNA silang antara keluarga ibu SM dan Ibu D akhirnya dilakukan. Adapun hasilnya, pihak kepolisian berencana akan menyampaikan perkembangannya pada Jumat, (25-8-2023). (detik.com 23–8-2023)
Kuasa Hukum Ibu SM menduga kejadian ini bukan karena bayi tertukar gelang, namun karena terdapat dobel gelang. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan. Beberapa saksi diperiksa. Pihak RS sendiri sudah menonaktifkan sementara 12 tenaga media yang diduga terlibat dalam kelalaian ini.
Kejadian ini sangat disayangkan. Jika memang akibat keteledoran oknum Rumah Sakit, maka harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Agar pelaku jera dan tidak terjadi kejadian serupa. Secara internal Rumah Sakit, jika perlu mengevaluasi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada, dan memastikan dijalankan secara tepat.
Kasus dugaan bayi tertukar juga sempat diberitakan terjadi Di Sumenep, Jawa Timur. RSUD dr Moh Anwar. Pasangan suami istri S dan N mencurigai bayinya tertukar karena setelah tiga hari lahir, bayinya mendadak berambut lebat saat digendong ibunya. Padahal, sebelumnya bayi tersebut belum berambut. Untuk mendapat kepastian, kedua orang tua bayi telah melaporkan kasus ini ke polisi. Namun, setelah di tes DNA akhirnya terbukti bahwa bayinya memang anak kandungnya. (Inews.id)
Di negara lain pernah terjadi beberapa kasus bayi tertukar. Pada tahun 1994, di sebuah rumah sakit di Prancis, lahir dua orang bayi yang sama-sama mengalami penyakit kuning. Alhasil, kedua bayi itu dibawa ke ruang inkubator untuk menjalani perawatan lebih lanjut. Tanpa disengaja, staf rumah sakit yang bekerja lupa akan identitas kedua bayi dan memberi bayi yang salah kepada masing-masing orangtuanya. Baru bertahun kemudian kasus ini terungkap. Pengadilan memutuskan agar orang tua kedua bayi tersebut mendapatkan ganti rugi jutaan dolar.
Dalam pandangan islam, kasus bayi tertukar bisa berdampak berbahaya dan tidak bisa dipandang remeh. Karena berimplikasi serius terhadap beberapa hukum, berkaitan dengan nasab, nikah juga waris.
Bayi yang tertukar yang telah disusui oleh ibu yang bukan sebenarnya maka menjadi anak susu si ibu dan pasangannya dan menjadi saudara sesusu dengan anak sang ibu. Artinya sang ibu yang menyusuinya dan generasi pendahulu sang ibu (ayahnya, kakeknya, dan seterusnya) ke atas menjadi mahram bagi si bayi. Konsekuensinya, maka anak sang ibu sepersusuan menjadi mahram bagi si bayi. Sehingga ketika si bayi dewasa nanti, haram menikah dengan anak sang ibu sepersusuan karena ada ikatan mahrom. Islam melarang kaum muslimin untuk menikahi saudara sepersusuan. Sebagaimana tercantum dalam QS An-Nisa ayat 23.
“… Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua)”
Beruntung dalam kasus bayi tertukar di Bogor, jika kedua orang tua asli bisa diketahui. Jika tidak, maka kondisinya akan lebih rumit. Khususnya jika bayinya perempuan. Karena ketika dewasa ingin menikah, ia harus dinikahkan oleh ayah kandung yang merupakan wali sahnya. Jika bayi tertukar sampai tidak diketahui di mana ayah kandungnya tentu akan menyulitkan. Selain itu, dalam urusan waris anak sesusu tidak mempunyai hak waris dari ibu susu dan pasangannya.
Perkara-perkara menjaga keturunan atau nasab atau hifdzun nasladalah salah satu aspek penting sekaligus fungsi syariat Islam (maqashid syariah). Karena, nasab memiliki implikasi keperdataan anak dengan keluarganya, baik dari garis ayah maupun ibu, serta mengikat hak dan kewajiban anak terhadap keduanya, seperti hak anak mendapatkan warisan, kewajiban ayahnya menjadi wali, tanggungjawab ayah atau suami terhadap ibu atau istri dan sebagainya.
Maka dalam rangka menjaga nasab ini, Islam misalnya mensyariatkan menikah sebagai cara yang sah untuk menjaga nasab. Dengan menjaga nasab, maka agama akan tetap terpelihara, karena keturunan dari pernikahan yang sah diharapkan bisa menjalankan syariat-syariat Islam.
Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme saat ini, yang tidak peduli dengan penjagaan keturunan. Pergaulan bebas dibiarkan, sehingga perzinaan merebak. Lahirlah bayi-bayi tanpa ayah. Bahkan sering dinasabkan kepada bapak yang sebenarnya bukan bapaknya. Isu perempuan menikah tanpa wali pun sering digaungkan atas nama HAM. Saat ini pun dibiarkan adanya Bank ASI tanpa terkontrol siapa pemberi ASI dan siapa yang menerimanya.
Paling miris adalah adanya jasa sewa rahim (surrogacy). India, dikenal sebagai pusat sewa rahim di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir praktik tersebut meningkat di Chennai, bagian selatan India. Lebih dari 12 rumah sakit siap melaksanakan prosedur sewa rahim terhadap 150 perempuan. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga miskin yang rela mengandung bayi orang lain demi mendapat bayaran. Padahal praktik ini sangat berbahaya bagi kesehatan fisik dan psikis sang ibu pengganti. Salah seorang pelaku sewa rahim mengaku, tiga bulan pasca-melahirkan ia kesulitan untuk tidur. Ingatannya terus melayang-layang ke bayi yang pernah dikandungnya, bahkan tak jarang ia harus mengonsumsi obat-obatan untuk menenangkan diri.(Liputan6.com)
Di sinilah dalam Islam, negara berperan penting dan wajib untuk memastikan penjagaan nasab rakyatnya dengan menerapkan syariat secara kaffah. Beberapa di antaranya: negara akan dengan tegas mengharamkan zina dan segala perbuatan atau wasilah yang menghantarkan kepada zina.
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman” (QS: An–Nur: 2)
Di sisi lain negara akan mempermudah pernikahan.
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkahwin) dari hamba-hamba sahaya yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika Mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nur : 32)
Negara akan mengharamkan menikahi saudara sesusu, mengharamkan adanya Bank ASI, Bank Sperma, juga penyewaan rahim. Negara pun bertanggung jawab memastikan tidak ada keteledoran dari pihak manapun sehingga terjadi kekacauan nasab. Jika sampai terjadi, memberi sanksi tegas pihak-pihak yang teledor baik disengaja maupun yang tidak disengaja. Dengan berbagai syariat Islam tersebut, nasab akan terjaga. Keturunan dan generasi akan terpelihara.
Allah SWT berfirman, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al–Maidah:50). Wallahu’alam bishshawab. [SM/Ln]