Oleh: Chusnatul Jannah
Suaramubalighah.com, Muslimah Inspiratif – Peristiwa Baiat Aqabah pertama adalah titik awal meluasnya Islam di seluruh jazirah Arab. Peristiwa ini bermula dari kedatangan rombongan 12 orang dari Madinah dan seorang wanita yang berziarah ke Ka’bah. Singkat cerita, 12 orang ini membaiat Rasulullah untuk menaati dan mengimani Allah dan Rasul-Nya. Sejarah menyebut peristiwa legendaris itu sebagai Baiat Nisa karena ada seorang wanita yang turut serta dalam perjanjian memeluk Islam dan membela Nabi Muhammad ﷺ. Ia adalah Afra binti Ubaid.
Ibnu Al-Jauzi dalam Ensiklopedia Sahabat (2005: 83) menguraikan: Di antara kedua belas orang yang berangkat adalah Ubadah bin Ash-Shamit. Ubadah berkata, “Kami berbaiat kepada Rasulullah pada malam Aqabah pertama. Baiat kami adalah untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak mendatangi kebohongan yang kami reka-reka di antara tangan dan kaki kami, dan tidak melanggar beliau di dalam hal yang makruf. Jika kalian memenuhi hal tersebut, maka kalian berhak mendapatkan surga. Namun, apabila kalian melalaikan sesuatu darinya, maka nasib kalian tergantung kepada Allah. Jika berkehendak, maka Dia akan memberikan ampunan. Jika tidak, maka Dia akan menimpakan azab.”
Baiat Aqabah pertama inilah yang menjadi embrio atau cikal bakal berdirinya Daulah Islam pertama di Madinah.
Ibunda para Syuhada
Afra adalah wanita yang mendapat kedudukan mulia setelah ia masuk Islam. Allah Ta’ala menganugerahkan kepadanya tujuh orang putra, semuanya ikut Perang Badar dalam keadaan muslim. Hampir semua putranya syahid di jalan Allah. Ketujuh putranya bernama Mu’adz, Ma’udz, Auf, Khalid, Iyas, ‘Aqil, dan Amir. Mu’adz dan Ma’udz gugur sebagai syuhada dalam Perang Badar. Sedangkan Khalid gugur sebagai syuhada pada peristiwa Ar-Raji’. Adapun Amir gugur sebagai syuhada pada peristiwa Bi’r Ma’unah. Sementara Iyas, gugur dalam Perang Yamamah.
Afra mendidik dan mengasuh tujuh putranya dengan tangannya sendiri. Ia menanamkan kepada anak-anaknya fondasi keimanan dan kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Dari rasa cinta yang ia tanamkan inilah, salah seorang putranya telah berhasil membunuh Firaun-nya umat ini, yakni Abu Jahal, sebab ia telah mencela Rasulullah ﷺ.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, ia berkata, “Ketika aku berdiri dalam barisan tentara pada saat Perang Badar, aku melihat ke samping kanan dan kiriku. Ternyata aku berada di antara dua anak muda dari kaum Anshar, padahal sebelumnya aku berangan-angan berada di antara dua orang yang lebih kuat daripada mereka berdua. Lalu, salah seorang dari keduanya memberi isyarat kepadaku dengan matanya seraya berkata, ‘Wahai paman, apakah paman mengetahui orang yang bernama Abu Jahal?’ Aku menjawab, ‘Ya, lantas apa keperluanmu dengannya?’ Ia menjawab, ‘Aku mendapat kabar bahwa ia telah mencela Rasulullah ﷺ. Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika kau melihatnya, maka diriku tidak akan berpisah darinya sampai ada di antara kami yang menemui ajalnya.’”
Mendengar perkataan pemuda itu, Abdurrahman bin Auf terperanjat. Tidak lama berselang, ia melihat Abu Jahal bergerak di antara kerumunan pasukan Quraisy. Ia pun menunjukkan sosok Abu Jahal kepada kedua pemuda yang bertanya tentang Abu Jahal. Tidak berselang lama, kedua pemuda itu langsung memburu Abu Jahal dan memukulkan pedang mereka hingga keduanya berhasil membunuh Abu Jahal.
Kemudian, kedua pemuda tersebut menemui Rasulullah ﷺ dan memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Rasullullah pun bertanya, “Siapakah di antara kalian berdua yang telah membunuhnya?” Masing-masing dari mereka menjawab, “Akulah yang membunuhnya.” Rasulullah bertanya, “Apakah kalian berdua telah membersihkan pedang kalian?” Mereka menjawab, “Belum.” Setelah melihat pedang keduanya, Rasulullah ﷺ memberikan harta rampasan perang kepada kedua pemuda tersebut. Mereka adalah Mu’adz dan Ma’udz, putra Afra binti Ubaid.
Peran Afra
Afra mencatatkan diri dalam sejarah sebagai ibu yang sukses membentuk tujuh putranya mencintai Allah dan Rasul-Nya. Ia mendidik mereka menjadi petarung dan pejuang hebat di medan perang hingga mendapat gelar syuhada. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang Afra berikan untuk anak-anaknya semata-mata karena Allah Ta’ala. Afra memperoleh keutamaan di antara wanita Anshar karena pengasuhan dan pendidikan terbaik yang ia berikan untuk anak-anaknya.
Sungguh menakjubkan peran Afra mewujudkan tonggak perubahan dan perjuangan dakwah Rasulullah dan para sahabat. Pertama, Afra menjadi perempuan pertama yang berbaiat dengan mengimani dan membela Rasulullah, meski risiko besar mengancam keselamatannya.
Kedua, Afra turut berjuang dalam syiar Islam hingga Madinah dapat menjadi negeri yang terpilih untuk hijrah dan berdirinya negara Islam pertama. Ia adalah wanita Anshar yang menolong agama Allah hingga menguatkan dakwah Nabi ﷺ di Madinah.
Ketiga, Afra mendidik tujuh putranya untuk mencintai Islam dan menjadi mujahid tangguh yang diinginkan dan dibutuhkan Islam. Afra telah mempersembahkan putra-putranya untuk perjuangan di jalan Allah. Sungguh hadiah terbaik bagi seorang ibu tatkala sukses mengantarkan anak-anaknya mendapat syahadah tertinggi, yakni syahid di jalan Allah Ta’ala.
Afra adalah ibu panutan, pejuang yang patut menjadi teladan, serta muslimah yang mendedikasikan kehidupannya untuk menolong agama Allah. Sudah selayaknya sosok yang luar biasa ini dapat menginspirasi kaum ibu generasi abad ini sebagai ibu arsitek peradaban yang mendidik generasi untuk siap berjuang di jalan Islam. [SM/Ah]
Sumber: muslimahnews.net