Oleh: Bunda Nurul Husna
Suaramubalighah.com, Opini – Geram rasanya. Negeri ini mayoritas penduduknya muslim, tapi tampak gagap dalam menyikapi kaum L68T yang jelas menyimpang, berbahaya, dan haram. Penguasanya seperti ciut nyali untuk bersikap tegas terhadap perilaku kriminal itu. Ribut-ribut seputar isu L68T dan kampanye masif gerakan kaum sodom ini terus hadir mewarnai kehidupan masyarakat.
Pada 2022 lalu, masyarakat sempat heboh oleh rencana kedatangan Jessica Stern, utusan khusus AS bidang memajukan HAM kelompok L68TQI+, bagian dari rangkaian targetnya untuk memajukan HAM kaum L68T ke Asia Tenggara, meski akhirnya batal karena penolakan dari MUI. (cnnindonesia).
Demikian juga dengan rencana konser musik Coldplay yang akan digelar November 2023, menyentak kesadaran masyarakat. Karena diberitakan oleh beberapa media, bahwa salah satu vokalis band tersebut, Chris Martin mengakui dirinya sebagai pendukung L68T. Dan yang terbaru, cerita viral seorang artis soal temuan toilet gender netral di sebuah sekolah internasional di kawasan Jabodetabek. Ada tiga jenis toilet, untuk perempuan, laki-laki, dan gender netral. Meski hal ini kemudian dibantah oleh Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Purwosusilo yang menyatakan bahwa pihaknya tidak menemukan toilet gender netral di sekolah-sekolah tersebut. (news.detik.com).
Ini semua makin menunjukkan bahwa gerakan L68T kian masif di negeri ini.
Dukungan Serius
L68T kini bukan hanya sekedar perilaku menyimpang yang bersifat individual, namun sudah menjadi sebuah gerakan global. Pendukungnya bukan saja individu tokoh, komunitas atau lembaga tertentu, namun sudah meluas hingga level negara, bahkan negara besar seperti AS dan lembaga internasional seperti PBB.
World Health Organization (WHO) telah menghapus homoseksual dari Klasifikasi Statistik Internasional Penyakit (ICD) sejak 17 Mei 1990. Menurut WHO, homoseksual tidak lagi dikategorikan sebagai kondisi patologis, kelainan, atau penyakit. Bahkan dalam revisi manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association (APA) dinyatakan bahwa homoseksual telah dihapus dari daftar penyakit mentalnya sejak 1973.
Sebuah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh UNDP, melaporkan tentang adanya strategi jangka panjang L68T melalui program The Being L78T in Asia Phase 2 Initiative (BLIA-2). Program ini bertujuan mewujudkan L68TI di Asia melalui kerja sama regional yang berfokus pada empat negara, yaitu Cina, Indonesia, Filipina, dan Thailand. Dan proyek ini mendapatkan dukungan juga dari Kedubes Swedia di Bangkok dan lembaga pendanaan AS (USAID), demi terciptanya jaminan kesejahteraan kaum L68T dan mengurangi marjinalisasi terhadap identitas dasar orientasi seksual dan gender (Sexual Orientation & Gender Identity/SOGI). (hidayatullah.com)
Sementara AS, sebagai kampium negara demokrasi telah menegaskan kembali sikapnya sejak Desember 2022, untuk mengambil peran sentral dalam mendukung L68T. Presiden AS, Joe Biden dengan bangga telah menandatangani sebuah UU Penghormatan terhadap Perkawinan yang melindungi pernikahan sejenis dan antarras di tingkat federal. Artinya, secara otomatis, UU tersebut mencabut UU Pertahanan Perkawinan tahun 1996 yang mendefinisikan pernikahan sebagai ikatan antara seorang pria dan wanita di bawah hukum federal. UU itu juga mewajibkan negara-negara bagian di AS untuk mengakui pernikahan sesama jenis dan antarras, selama itu sah di negara tempat pernikahan itu dilakukan. (cnnindonesia).
Maka jelaslah bahwa, L68T kini menjelma menjadi gerakan global, yang mendapatkan dukungan serius dari negara besar dan lembaga internasional. Ini wajar. Karena secara politik, pihak pendukung L68T memang berkepentingan untuk menyebarkan gaya hidup liberal yang lahir dari ideologi kapitalisme sekuler ke seluruh dunia, terutama ke dunia Islam.
Dengan gerakan L68T, mereka hendak mengekspor corak hidup masyarakat sekuler yang sakit, untuk merusak kehidupan generasi Islam. Tujuannya untuk melemahkan semangat kebangkitan umat Islam, menghalangi tegaknya kembali sistem Islam kaffah, dan mengokohkan hegemoni kapitalisme global yang sekuler. Kepentingan politik ini juga berpadu dengan kepentingan ekonomi para pengusaha kapitalis global, demi meraup keuntungan dari komersialisasi gaya hidup liberal komunitas L68T dalam industri kapitalisme global. Jadi, seserius itulah target yang ingin diraih oleh pendukung dan pengusung gerakan global L68T.
Negara Tidak Tegas
Banyak tokoh yang membahas tentang keburukan, bahaya dan kerusakan yang diakibatkan oleh kaum L68T dan gerakan masif mereka. Salah satunya Wakil Ketua Umum MUI, Bapak Anwar Abbas. Saat menolak rencana kunjungan Jessica Stern, utusan resmi AS bidang HAM L68TQI+ ke Indonesia, beliau berkomentar, bahwa selain merusak nilai-nilai luhur agama dan budaya negeri ini, perilaku L68T sangat berbahaya karena antimanusia dan kemanusiaan, yang jika dibiarkan akan membuat manusia punah di muka bumi. Terlebih, Islam mengajarkan fitrah seorang laki-laki menikah dengan perempuan. Maka jika menelaah dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan hadis, jelas perilaku kaum sodom itu dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya. Artinya, L68T haram hukumnya dan termasuk tindakan kriminal (al jariimah) yang pelakunya harus dikenakan sanksi.
Namun tragisnya, negeri ini tampaknya akan menjadi surga idaman selanjutnya bagi kaum L68T. Gagapnya penentu kebijakan dalam menghadapi gerakan masif L68T, makin membuat hati pilu. Negara harusnya segera menyatakan Indonesia darurat L68T. Tapi nyatanya hal itu tinggal harapan. Negara sepertinya tidak bisa bersikap tegas. Bahkan cenderung pasif dan tampak lemah menghadapi tekanan dunia internasional atas nama HAM, perlindungan hak-hak kaum minoritas, antidiskriminasi dan marginalisasi. Padahal itu semua adalah konsep liberal yang lahir dari rahim sekulerisme kapitalistik, yang jelas bertentangan dengan Islam. Maka seharusnya negara segera menolak gerakan masif L68T.
Sayangnya, beberapa tokoh negeri ini justru menunjukkan sikap pro pada L68T dan tidak berani menunjukkan penolakannya secara lantang terhadap L68T. Salah satu pengacara dan ahli hukum terkenal pernah menyatakan bahwa kaum L68T itu punya hak sama dengan manusia mana pun sebagai warga negara, mereka dilindungi konstitusi. Seorang menteri koordinator juga pernah menyatakan bahwa kaum L68T itu mungkin salah, tidak sesuai dengan norma dan agama. Tapi menurutnya, mereka harus dilindungi, tidak bisa dibuang begitu saja. Orang paling penting di negeri ini pun pernah menyatakan dalam sebuah wawancara eksklusifnya, bahwa tak ada diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia. Jika ada yang terancam karena seksualitasnya, polisi harus melindungi mereka.
Jika tokoh dan pejabatnya tidak mau dan tidak mampu bersikap tegas terhadap gerakan L68T di negeri ini, lantas kepada siapa lagi rakyat mengadukan kegelisahan dan kekhawatirannya tentang nasib generasi bangsa? Padahal, bangsa ini sedang dalam ancaman gerakan global L68T yang jelas haram, kriminal, bahaya, dan merusak. Merusak bangunan keluarga, tatanan masyarakat, dan masa depan generasi bangsa.
Sepertinya negeri ini telah membiarkan dirinya terseret ke dalam barisan yang pro L687, bahkan cenderung memfasilitasinya. Membiarkan rakyat dan bangsanya dalam ancaman, dan berlepas tangan terhadap nasib generasinya di masa depan. Ketidakmauan negeri untuk tegas menolak L68T, makin memastikan bahwa sekularisme begitu kental mewarnai pola penataan kehidupan rakyat negeri ini di segala bidangnya. Dan sistem demokrasi telah mengokohkannya. Berbagai keputusan dan kebijakan yang diambil tidak lagi memperhatikan halal-haram, namun lebih memperhatikan kemanfaatan menurut akal manusia, tidak peka terhadap kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat, dan abai pada aspek perlindungan rakyatnya.
Adapun ketidakmampuannya menghadapi tekanan internasional terkait isu L68T, makin memastikan bahwa negeri ini harus segera merevisi metodenya dalam menjalankan kehidupan bernegara. Negeri ini butuh menata ulang asas dan visi bernegaranya. Agar mampu menjalankan misinya sebagai negara besar yang berpengaruh, independen, kritis terhadap jebakan agenda politik negara penjajah asing, dan tidak lemah dalam menghadapi tekanan dunia internasional. Dengan begitu, negeri ini akan mampu mewarnai corak kehidupan dunia dan menjadi pengendali utama pada berbagai interaksi negara-negara di dunia.
Negara Pelindung Rakyat
Dan tentang metode bernegara yang sahih, sesungguhnya telah diteladankan oleh Rasulullah saw.. Asas dan visinya harus didasarkan pada akidah Islam. Dan misinya adalah menjadi negara adidaya yang berpengaruh, yang siap memimpin dunia dengan ideologi Islam, mengayomi dan melindungi dunia, serta menebarkan rahmatan lil‘alamin.
Islam juga telah memberikan panduan jelas tentang fungsi negara yang seharusnya. Dalam mengelola kehidupaan rakyatnya, negara wajib hadir sebagai raa’in (pengurus urusan rakyatnya) dan sebagai junnah (pelindung rakyatnya). Maka terkait isu L68T serta seluruh gerakan globalnya yang sistemik dan terarah, negara wajib menolaknya. Negara wajib menghentikan kampanye masifnya, menutup setiap celah yang menjadikan kaum L68T eksis di masyarakat, membekukan semua lembaga dan kekuatan pendukung gerakan global L687, dan memastikan kondisi rakyat dan generasinya aman dari ancaman gerakan global kaum sodom itu. Karena negara adalah pelindung bagi rakyat. Apalagi negara merupakan institusi yang punya kapasitas terlengkap dengan seluruh struktur, departemen, kekuatan militer, sumber dana, sarana prasarana, SDM potensial, dan para ahli yang mumpuni, yang dapat dimaksimalkan untuk melindungi rakyatnya dari bahaya dan serangan musuh baik politik, ekonomi, militer, sosial budaya, termasuk gerakan global L68T. Artinya, negara pasti mampu, asal mau.
Dan negara yang mampu dan mau menjalankan fungsi strategisnya sebagai raa’in dan junnah itu hanyalah Khilafah. Bukan yang lain. Karena hanya Khilafah lah yang punya visi kuat dan sahih dengan asas akidah Islam, berkapasitas unggul, kuat, independen, dan berpengaruh. Negara yang tidak akan pernah tunduk pada tekanan politik internasional, tidak akan pernah membiarkan rakyatnya dalam bahaya, dan tidak akan pernah berlepas tangan terhadap masa depan generasi dan bangsanya. Khilafah akan melangsungkan kembali kehidupan Islam seutuhnya dengan penerapan Islam kaffah. Untuk itu harus ada aktivitas dakwah politik yang terarah dan diemban secara berjamaah, demi terwujudkan kembali masyarakat Islam dalam naungan Khilafah. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]