Oleh: Mutiara Aini
Suaramubalighah.com, Opini – Kasus penistaan agama kembali berulang, baik berupa penghinaan terhadap Allah, Rasulullah, Al-Qur’an, maupun terhadap ajaran Islam. Tentunya kita masih ingat dengan apa yang dilakukan Ahok hingga menjebloskannya ke dalam jeruji besi, atau Sukmawati yang membandingkan Rasulullah dengan ayahnya. Sebelumnya, Sukmawati menciptakan sebuah puisi yang menyatakan wanita berkonde lebih indah daripada wanita bercadar dan suara kidung ibu Indonesia lebih indah dari suara azan.
Beberapa waktu lalu viral video di YouTube yang diduga menghina nabi Muhammad saw. yang sengaja dibuat dan disebarkan untuk menyudutkan Islam dan Nabi Muhammad. Hal tersebut mendapat kecamaan dari Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) Anwar Abbas. Sosok yang akrab disapa Buya Anwar Abbas ini mengatakan pembuatan dan peredaran video tersebut telah menyakiti umat Islam di Indonesia maupun di seluruh dunia. Tak hanya soal ini, dia juga menyoroti soal ditampilkannya sosok Nabi Muhammad di dalam video animasi tersebut (detik.com, 18-8-2023)
Mengapa Terus Berulang?
Kutukan, kecaman dan aksi keras umat Islam sepertinya tidak mampu menghentikan sikap dan perilaku biadab tersebut. Sebab atas dalih kebebasan berekspresi, penistaan agama ataupun terlukanya muslim nampaknya sangat bisa ditolerir oleh dunia barat dan jaringan media propagandisnya yang selama ini menyucikan nilai-nilai HAM. Atas nama HAM seseorang bisa bebas bertindak sesuai dengan keinginannya. Selama tidak ada yang terganggu, dianggap sah-sah saja, termasuk kasus ini.
Jika kaum muslimin di Indonesia diam saja menghadapi kasus penistaan agama atau kasus yang saat ini terjadi, maka mereka akan aman. Bahkan pelakunya bebas dari jeratan hukum hanya dengan meminta maaf. Hal inilah yang menjadikan orang tidak jera menista agama, justru malah semakin menambah daftar nama penista agama. Begitu pula undang-undang yang ada tentang ‘Penodaan Agama’, tidak efektif menghentikan semua itu. Ditambah lagi penegakan hukum pun terkesan jauh dari rasa keadilan.
Hal ini wajar, karena dalam penerapan sistem demokrasi kapitalis menjadikan manfaat sebagai asas dalam kehidupannya dan melahirkan kebebasan yang sebebas-bebasnya (liberalisme). Liberalisme dalam sistem demokrasi kapitalis mengajarkan empat kebebasan yang sangat merusak, yakni kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan berperilaku.
Demokrasi dan toleransi semua nilai suci menjadi omong kosong saat dihubungkan dengan Islam dan kehormatan umat Muhammad saw. Maka tak heran jika penistaan terhadap Rasulullah saw. masih terus berulang. Hal ini sekaligus menjadi bukti lain bahwa media memang tidak pernah netral. Mereka justru sangat berpihak dan menjadi pemuja buta nilai-nilai sekuler tanpa ada niat untuk menghormati agama lain. Melukai kehormatan agama lain nampaknya menjadi karakter utama media-media liberal.
Kembali pada Syariat
Islam, sebagai agama yang sempurna, tidak akan membiarkan tersebarnya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Setiap individu berhak memberikan pendapatnya, selama tidak bertentangan dengan akidah dan hukum-hukum Islam, bahkan berkewajiban mengoreksi penguasa ketika terdapat kebijakan yang menyimpang dari syariat.
Dalam hal ini, para fuqaha sepakat bahwa tindakan mencela Rasulullah saw. merupakan bentuk kekufuran. Bagi pelakunya ditetapkan hukuman mati, baik yang meyakininya sebagai keharaman ataupun tidak, muslim ataupun kafir. Imam Ibnu Taimiyah menukil beberapa pendapat para fuqaha dalam masalah ini di antaranya bahwa Imam Ahmad berkata bahwa, siapa saja yang mencela Rasulullah saw. ia harus dibunuh sebab dengannya ia telah keluar dari Islam. Jika pelakunya seorang muslim, maka jumhur fuqaha, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah, Al-Hanabilah berpendapat bahwa tobat atau maaf mereka tidak diterima, akan tetapi tobatnya bermanfaat kelak di akhirat di hadapan Allah SWT.
Adapun jika pelakunya kafir dzimniy, maka perjanjian dengan mereka otomatis batal. Pelakunya diberikan hukuman mati kecuali jika mereka masuk Islam, menurut pandangan sebagian fuqaha. Namun dalam konteks ini keputusan ada di tangan imam atau khalifah. Apakah keislamannya diterima atau tetap diberlakukan hukuman mati sebagai pelajaran bagi orang-orang kafir lainnya.
Sementara kafir harbiy maka hukum asal muamalah dengan mereka adalah perang. Siapapun yang melakukan pelecehan terhadap Rasulullah saw. akan diperangi. Namun tentu, penerapan hukuman mati atas penista agama tidak mungkin diwujudkan tanpa seorang khalifah atau pemimpin yang memiliki ketegasan, keberanian serta taat kepada Allah SWT. dalam hal penerapan hukum-hukum Islam. Khalifah adalah kepala negara dalam Khilafah. Khalifahlah yang akan secara nyata menghentikan semua penghinaan tersebut, melindungi kehormatan Islam dan menjaga akidah umatnya. Sebagaimana pernah ditunjukkan oleh Khalifah Abdul Hamid 2 terhadap Prancis dan Inggris yang hendak mementaskan drama karya Voltaire yang menghina Nabi Muhammad saw. Ketegasan sang khalifah yang akan mengobarkan jihad melawan Inggris itulah yang akhirnya menghentikan rencana jahat itu. Sehingga kehormatan Nabi Muhammad saw. tetap terjaga.
Selain itu khilafah sebagai perisai umat akan menjamin penjagaan akidah bagi seluruh umatnya melalui jalur pendidikan dan media massa. Salah satu penjagaan yang dimaksud adalah menjaga dan memelihara akidah Islam dalam diri umat Islam. Tidak bisa dipungkiri, selalu ada upaya untuk menghilangkan Islam dari dalam diri seorang mukmin. Penjagaan ini tidak akan memungkinkan munculnya orang-orang liberal yang merusak Islam dari dalam. Khilafah akan menghentikan mereka sebelum mereka menyebarkan pemikiran rusak dan sesat mereka. Khilafah tak akan memberikan ruang sedikit pun bagi pemikiran barat yakni liberalisme, sekularisme, pluralisme dan kapitalisme berkembang di dunia pendidikan.
Alhasil penistaan terhadap Islam Al-Qur’an dan Nabi saw. tidak akan muncul dalam negara Khilafah. Khalifah secara langsung akan memobilisir pasukan dan umat untuk memberikan hukuman kepada kekuasaan dan negara yang melindungi penghina Nabi. Khilafah akan menjadikan setiap hukum Islam termasuk jihad sebagai hukum yang diterapkan secara legal bahkan menjadi puncak keilmuan yang dicita-citakan di setiap muslim.
Dengan jihad mereka merindukan syahid di jalan-Nya. Sehingga umat akan terhindar dari sikap inferior, tak perlu lagi melakukan pembelaan dengan mencoba melakukan tafsir ulang terhadap nash syara sesuai keinginan barat atau bahkan yang lebih parah dapat terhindar dari rasa simpati dan empati pada pelaku kemaksiatan. Sebagaimana yang dilakukan para pemimpin negeri kaum muslimin yang menjadi antek barat, ketika Rasulullah saw. dicaci dan dihina, mereka merasa cukup dengan hanya memberikan pernyataan dan kutukan.
Al-Qur’an telah memberikan ancaman kepada orang-orang yang membenci dan menghina Nabi Muhammad saw.
“Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (QS Al-Kautsar: 3)
Sungguh, saat ini umat membutuhkan pelindung yang agung itu. Itulah Khilafah. Karena dengan tegaknya Khilafah akan menghentikan segala bentuk penghinaan terhadap Rasulullah saw. Oleh karena itu, mari kita berjuang bersama untuk menegakkan hukum Islam di muka bumi ini.
Wallahu ‘alam bishshawwab. [SM/Ln]