• Hadis

Bersabar terhadap Istri dalam Perspektif Hadis

Oleh: Siti Murlina S.Ag.

Suaramubalighah.com, Hadis —

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ : أَكْمَل الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah saw. bersabda: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap para istrinya. (HR At-Tirmidzi, no. 466;  Ahmad, no. 250 dan Ibnu Hibban, no. 483)

Hadis di atas, dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Syaikh al-Albani.

Hadis tersebut menegaskan dan mengajarkan bahwa bersikap kasih sayang dan lemah lembut terhadap istri merupakan salah satu tanda kesempurnaan iman dan orang yang paling baik akhlaknya. Hal ini  berkolerasi dengan konteks ayat Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah SWT:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًاۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisa’ [4]: 19)

Dalam memahami konteks hadis dan ayat di atas, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Sistem Pergaulan dalam Islam, menyatakan bahwa agar para suami bersahabat secara baik (berinteraksi dan bercampur dengan penuh keakraban dan kedekatan) dengan istri-istri mereka dan jika memang mereka telah membangun ikatan suami-istri supaya pergaulan dan persahabatan mereka satu sama lain berlangsung sempurna.

Lebih lanjut, Beliau menjelaskan, persahabatan semacam itu lebih menentramkan jiwa dan membahagiakan hidup. Pergaulan suami terhadap istri itu merupakan tambahan atas kewajiban memenuhi hak-hak istri berupa mahar dan nafkah. Yakni hendaknya suami tidak bermuka masam di depan istrinya tanpa ada kesalahan dari istri. Hendaknya suami senantiasa berlemah lembut dalam bertutur kata, tidak bersikap keras dan kasar, serta tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita lain. (Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam, hal. 244)

Jadi, hadis ini menganjurkan kepada para suami untuk berakhlak baik kepada istri dengan selalu menampakkan wajah berseri-seri, tidak menyakiti, berbuat baik dan bersabar dalam menghadapinya. Karena kadang kala dalam pergaulan tersebut bisa terjadi sesuatu yang bisa mengeruhkan suasana. Maka di situlah fungsi suami sebagai qawwam dijalankan.

Perlakuan baik kepadanya bukan hanya tidak menyakitinya, melainkan juga besabar atas perilaku buruk, kelambanan, dan kemarahannya. Artinya, seorang suami itu memahami sikap dan sifat plus-minus yang dimiliki oleh istrinya. Dan jika terjadi perselisihan maka suami akan bijaksana menyikapinya.

Ketika suami memahami hal tersebut maka ia akan berupaya melakukan ta’dib (pendidikan dan pengajaran) kepada istrinya. Agar hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat terlaksana maksimal. Sehingga dalam pernikahan menjadikan seorang istri merasakan tenteram dan damai di sisi suaminya dan begitu pula sebaliknya. Dari interaksi itu akan menimbulkan sikap saling kecenderungan antara suami-istri dan bukan saling menjauh apalagi saling memusuhi. Sebab Rasulullah saw. bersabda:

‎اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

Berbuat baiklah pada para wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para wanita. (HR Bukhari, no. 3331 dan Muslim, no. 1468)

Juga dalam melayani suami dan mengurus rumah. Itu pun hanya jika sesuai dengan kemampuan istri. Jika pekerjaan sangat banyak, maka suami wajib menyediakan pembantu, untuk membantu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan itu. Jikapun tidak bisa menyediakan pembantu, maka suami dengan senang hati dan penuh rasa cinta membantu istri mengurus rumah dan pekerjaan lainnya.

Sebagaimana pesan Rasulullah saw. kepada para suami: dari Jabir ra., “Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita, karena sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanat dari Allah, dan kalian pun telah menjadikan kemaluan mereka halal bagi kalian dengan dengan kalimat Allah. Kalian memiliki hak atas istri-istri kalian agar mereka tidak memasukkan ke tempat tidur kalian seorang pun yang tidak kalian sukai. Jika mereka melakukan tindakan itu pukullah mereka dengan pukulan yang tidak kuat (tidak menyakitkan dan tidak meninggalkan bekas). Sebaliknya mereka pun memiliki hak terhadap kalian untuk mendapatkan rezeki dan pakaian (nafkah) menurut cara yang makruf.” (HR Muslim)

Hendaknya juga para suami menjadikan Rasulullah saw. sebagai suri teladan dalam pergaulan yang menyenangkan, bersenda gurau dengan para istrinya, senantiasa lemah lembut dan sering membuat mereka tertawa. Bahkan beliau saw. pernah lomba lari dengan Aisyah ra..

Berbeda dengan sistem sekuler kapitalis saat ini yang sudah memalingkan dan menggerus nilai-nilai mulia yang ingin dicapai dalam syariat pernikahan tersebut.

Kaum muslimin yang terkontaminasi virus sekuler liberal ini, membuat mereka menjadi individu-individu yang labil, tidak punya standar perilaku yang berbasis halal-haram dan hilang arah tujuan hidup yang benar. Apapun yang mereka lakukan hanya berstandar pada manfaat dan materi saja.

Hal ini nyata adanya saat ini, banyak laki-laki berlaku kasar (tidak makruf) kepada istrinya. Di antara penyebabnya adalah faktor ekonomi. Karena dalam sistem sekuler kapitalis yang berlaku membuat sulitnya suami mencari nafkah. Fungsinya sebagai qawwam dimandulkan, negara tidak memprioritaskan lapangan pekerjaan kepada para lelaki. Kondisi ini membuat para suami mengalami stres yang tinggi sehingga memicu tindakan kasar pada istri dan atau anaknya.

Selain itu suami atau istri terbawa arus pergaulan bebas, seperti perselingkuhan hingga berzina. Suami atau istri juga banyak yang tidak memahami hak dan kewajibannya sehingga peran suami atau istri tidak berjalan, yang ujungnya menjadi pertengkaran, kekerasan, perceraian, hingga pembunuhan.

Sungguh miris, sering kali kita jumpai baik dengan mata kepala sendiri maupun di media, kasus-kasus KDRT dan pembunuhan itu terjadi. Tiap tahun grafiknya terus naik, bagaikan bom waktu dengan berbagai alasan yang melatarbelakangi dari setiap kasus tersebut.

Jadi sistem kufur kapitalis sekuler inilah yang menjadi biang dari seluruh permasalahan tersebut. Dan makin menunjukkan abainya peran negara sebagai instrumen penting dalam riayah atau mengurus rakyatnya.

Berbeda dalam sistem Islam, negara memberikan dan memfasilitasi edukasi bagi rakyatnya laki-laki dan perempuan, agar keduanya memahami bagaimana cara menjalankan hak dan kewajiban masing-masing sebagai pasangan suami-istri. Menggauli pasangan dengan baik, agar mampu mengamalkan fungsi orang tua berikut memperlakukan anak-anak mereka sesuai dengan tuntunan syariat Islam saja.

Selanjutnya, negara Islam akan menasehati dan memberi sanksi bagi suami yang tidak bersungguh-sungguh bekerja mencari nafkah. Negara tidak akan membiarkan kemiskinan dan kerusakan moral terjadi di tengah umat. Yang membuat sendi keluarga hancur dan menghinggapi kepala keluarga sehingga bertindak kasar sebagai pelampiasannya, apalagi bila sampai terjadi pembunuhan.

Negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang luas dan lebih diutamakan pada para lelaki, karena fungsinya sebagai qawwam dijalankan. Negara pun membina dan memberikan bantuan modal pada rakyatnya.

Demikianlah dalam Islam, negara benar-benar menjadi problem solver bagi seluruh permasalahan yang terjadi pada setiap individu rakyat. Baik urusan kehidupan dunianya maupun akhiratnya.

Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]