Oleh: Mahganipatra
Suaramubalighah.com, Opini – Dalam rangka memperkuat toleransi dan kerukunan beragama, sejumlah dosen Universitas Atma Jaya Yogyakarta telah menyelenggarakan diskusi dan peluncuran buku Pendidikan Agama Lintas Iman di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada Rabu 23/08/2023, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu dosen agama UAJY sekaligus penulis dan editornya, Yoachim Agus Tridiatno menyatakan bahwa buku tersebut merupakan wujud keprihatinannya atas masih maraknya tindakan intoleransi dan radikalisme di Indonesia.
Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah pengajaran agama di universitas dilaksanakan berdasarkan doktrin dan ritual agama tanpa adanya dialog. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Lintas Iman harus menjadi model pendidikan yang diajarkan kepada para mahasiswa dalam aktivitas perkuliahan. Para mahasiswa akan duduk dan belajar agama bersama-sama dalam satu ruang tanpa memisahkannya berdasarkan agama masing-masing. Sehingga mereka bisa saling berdialog dan muncul sikap saling menghargai terhadap keberagaman dan perbedaan.
Benarkah praktik Pendidikan Agama Lintas Iman akan menjadi solusi untuk menghilangkan sikap intoleransi dan radikalisme yang marak terjadi? Atau justru program ini menjadi bagian dari agenda untuk menyukseskan proyek besar Moderasi Beragama di negeri ini?
Bahaya Gagasan Pendidikan Agama Lintas Iman
Buku Pendidikan Agama Lintas Iman telah membagi materi ke dalam lima bab materi yang bisa langsung diajarkan kepada para mahasiswa. Yaitu materi tentang agama sebagai perjumpaan; agama dan pembelaan martabat manusia; relasi agama terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan lingkungan hidup; serta relasi agama dengan hidup berbangsa dan bermasyarakat.
Jika menilik isinya, buku ini setali tiga uang dengan gagasan Moderasi Beragama yang terus disosilisasikan oleh Kemenag. Terutama oleh bagian Direkrorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah yang telah menginternalisasikan Islam moderat ala Barat ke dalam program kurikulum pendidikan madrasah bertajuk #ModeratSejakDini. (Kemenag.co.id, Jakarta, Jumat 25/08/2023)
Dengan merilis dan mensosialisasikan nilai-nilai Moderasi Beragama ke dalam program kurikulum pendidikan di negeri ini. Demi tujuan dan kebutuhan negara untuk merespons serta mencegah ekstremisme, intoleransi, dan radikalisasi dalam masyarakat. Agar generasi di masa yang akan datang bisa terbentuk pemikirannya dengan landasan yang kuat untuk menghormati perbedaan, berpikir kritis, dan bersedia bekerja sama dalam mengatasi tantangan global dunia.
Maka jelas, bahwa sesungguhnya program pendidikan tersebut sangat berbahaya. Sebab program ini setali tiga uang dengan program Islam Moderat. Dengan dalih harmonisasi dan toleransi, pemerintah beserta stakeholder-nya telah masuk ke dalam jebakan negara kapitalis sekuler agar mengadopsi pemikiran-pemikiran Barat, terutama ide pluralisme yang akan menghancurkan Islam dan umat muslim.
Melalui ide pluralisme, Barat dengan bantuan para agen internal umat yang mengaku sebagai cendekiawan bahkan ulama telah berhasil mengaburkan pemahaman dan ajaran Islam ke dalam tubuh umat. Mereka beranggapan bahwa klaim kebenaran agama Islam yang bersifat mutlak telah memicu munculnya ekstremisme, radikalisme agama, perang, dan kekerasan atas nama agama. Kemudian menimbulkan konflik horizontal antarumat beragama serta penindasan atas nama agama. Maka untuk menghapusnya, harus dibangun pemahaman baru yakni pemahaman pluralisme.
Dengan ide pluralisme, mereka telah berusaha menyusupkan keraguan pada umat muslim kepada ajaran agama Islam dan syariatnya. Melalui pluralisme juga, mereka telah berupaya mereduksi klaim kebenaran agama Islam secara mutlak menjadi paham yang mengakui bahwa semua agama adalah benar. Dengan menciptakan ilusi pemikiran bahwa semua agama pada dasarnya menyembah Tuhan yang sama, meskipun dengan cara penyembahan yang berbeda-beda.
Padahal, paham ini merupakan paham utopis, ibarat di luar bagai madu, di dalam bagai empedu. Paham ini di luar tampak memesona padahal di dalamnya justru akan menciptakan degradasi akidah generasi muslim pada titik nadir yang sangat memprihatinkan. Sebab secara tidak langsung para pengusung paham ini telah menciptakan agama baru sekaligus telah memaksa para pemeluk agama lain untuk berpindah pada akidah/keyakinan yang baru yakni pluralisme.
Moderasi Beragama Menghancurkan Akidah Generasi Muslim
Masuknya program Moderasi Beragama ke dalam program pendidikan di negeri ini, akan sangat berbahaya terutama bagi umat Islam. Sebab ditinjau dari aspek tujuannya, dalam gagasan Moderasi Beragama memiliki tujuan untuk memoderasi Islam. Yaitu menafsir ulang ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan akidah dan syariat yang dianggap terlalu radikal dan ortodoksi.
Para pegiat pluralisme memiliki tujuan untuk menumbuhkan konsep sikap toleran ala Barat kepada para pelajar terutama generasi muslim. Agar mereka memiliki sikap toleran terhadap keyakinan, agama, budaya, pemikiran, atau gagasan yang berbeda. Dengan menciptakan sikap toleransi antarumat beragama ala Barat, mereka memaksa setiap muslim agar mengakui dan menganggap bahwa semua agama adalah benar. Ini berarti negara telah menciptakan doktrin kebenaran yang nisbi terhadap generasi sehingga terpapar pluralisme. Dan akhirnya akan berdampak pada toleransi yang kebablasan.
Selain itu, hal ini juga akan berdampak pada lahirnya generasi muslim yang lemah dari aspek akidah. Sebab kurikulum ini, jelas-jelas telah menyusupkan keraguan terhadap kebenaran mutlak Islam sebagi agama yang shahih yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan setiap problem kehidupan manusia. Alhasil akan lahir generasi muslim yang sekuler dan semakin jauh dari pemahaman ajaran Islam serta penerapan syariatnya. Generasi ini juga akan menjadi cikal bakal terbentuknya umat muslim sesuai dengan agenda Barat, yaitu umat yang menolak untuk menerapkan seluruh syariat Islam yang wajib diterapkan di tengah-tengah kaum muslim dalam sebuah institusi negara, yakni negara Khilafah Islamiyah.
Umat muslim hanya akan meyakini Islam sebatas agama yang mengatur tentang aspek akidah dan ibadah, berupa ibadah-ibadah mahdhah. Kemudian fokus pada aspek membentuk kemuliaan akhlak tanpa dorongan keimanan yang hakiki terhadap keberadaan Allh SWT sebagai Al-Khaliq dan Al-Mudabbir. Dan hal ini akan berimplikasi terhadap kehidupan sehari-hari individu muslim. Setiap muslim akan mengadopsi paham sekuler dan liberal menjadi aturan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Selanjutnya akan muncul berbagai persepsi dan pemikiran serta aturan yang bersumber dari selain aturan Islam di tengah-tengah masyarakat yang akan menjadi tuntunan bagi generasi muslim.
Hingga akhirnya akan meniscayakan lahirnya dorongan bagi setiap generasi muslim untuk mencintai adat dan budaya diatas kecintaannya kepada Allah SWT dan Rasul saw.. Sebab mereka memiliki anggapan bahwa agama dan ajaran Islam sama dengan ajaran dan agama yang lainnya. Padahal Allah SWT telah berfirman;
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ
Artinya: “Sesungguhnya agama yang diridai di sisi Allah hanyalah agama Islam,” (QS Ali Imran: 19).
Selanjutnya, Allah SWT juga telah pula menegaskan dalam firmannya;
وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ
Artinya: “Dan barang siapa yang mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS Ali Imran: 85).
Khatimah
Umat muslim harus waspada terhadap setiap program yang berbasis pendidikan Moderasi Beragama atau Pendidikan Agama Lintas Iman. Sebab hal ini merupakan upaya dari musuh-musuh Islam untuk menjauhkan umat dari ajaran serta pemikiran-pemikiran Islam yang shahih.
Oleh karena itu, para tokoh umat harus hadir di tengah-tengah umat untuk terus mengawal dan melindungi umat dengan semakin fokus pada thariqah dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., yaitu mendakwahkan Islam sebagai akidah spiritual sekaligus sebagai akidah siyasiyah yang akan diterapkan menjadi sebuah sistem kehidupan dalam institusi negara Khilafah Islamiyah. Dengan menganut akidah Islam yang sempurna, maka Islam akan mampu menyebarkan cahaya kebaikan ke seluruh dunia.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]