Profil Pelajar Islam Kaffah: Generasi Harapan Bangsa

  • Opini

Oleh: Idea Suciati

SuaraMubalighah.com, Opini – Tidak bisa dipungkiri kondisi generasi muda khususnya pelajar saat ini tidaklah baik-baik saja. Muncul istilah generasi strawberry, cukup menggambarkan bagaimana profil pelajar saat ini. Yakni, terlihat menawan di luar namun lembek dan mudah busuk. Menawan karena sigapnya mereka terhadap perkembangan teknologi, inovasi dll. Namun, di baliknya mereka memiliki krisis identitas, bermental lemah, mudah menyerah. Nampak dari berbagai permasalahan yang menimpa, seperti tawuran, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, tingginya angka bunuh diri, sampai tindakan kriminal. 

Untuk mengatasinya, Pemerintah melakukan berbagai upaya. Salah satunya, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menggagas Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).  Sebagaimana tertuang dalam dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.

Proyek ini dijalankan untuk mewujudkan profil pelajar yang memiliki 6 dimensi karakter utama. Yakni, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

P5 sudah diaplikasikan oleh sekolah-sekolah seiring dengan diterapkannya kurikulum merdeka belajar. Pelajar didorong untuk membuat proyek-proyek baru untuk mengatasi permasalahan sekitar dengan tema tertentu. Misalnya tema lingkungan. Maka, pelajar didorong untuk memikirkan solusi-solusi untuk permasalahan lingkungan sekitar. Ada yang berbentuk proyek kerja bakti, daur ulang sampah, atau pembuatan pupuk organik.

Di lapangan belum semua sekolah menjalankan P5 tersebut. Sosialisasi yang minim terhadap guru misalnya menjadi penyebab. Guru diminta belajar mandiri dengan platform digital, sementara tidak semua guru mampu mengakses optimal. Akibatnya, guru tidak paham, sehingga melakukan proyek-proyek dengan interpretasi masing-masing atau sekedarnya.

Beberapa pihak juga mempertanyakan hubungan program tersebut dengan nilai-nilai fundamental Pancasila seperti nasionalisme, musyawarah, dan keadilan sosial. Direktur Pendidikan Karakter Education Consulting, Doni Koesoema, berpendapat bahwa enam dimensi kompetensi pelajar Pancasila, yang diharapkan menjadi luaran P5, tidak menunjukkan secara eksplisit nilai-nilai Pancasila. Malah tidak semua dimensi tersebut adalah nilai, kata Doni; bernalar kritis dan kreativitas lebih merupakan keterampilan. (Bbc.com, 19-2023)

Menjadi pertanyaan, akankah proyek tersebut bisa menjadi solusi untuk mengatasi krisis identitas dan permasalahan pelajar? Dapatkah proyek tersebut melahirkan profil pelajar ideal harapan bangsa?

Nampaknya proyek ini akan jauh panggang dari api. Itu karena proyek tersebut lahir dari sistem sekuler liberal yang diadopsi negeri ini. Asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan meniscayakan lahirnya kurikulum yang minim nilai agama. Bagaimana bisa mewujudkan karakter beriman, bertakwa dan berakhlak mulia jika agama malah direduksi hanya untuk kehidupan pribadi saja? Sementara di kehidupan publik para pelajar dibiarkan menggunakan standar liberal (kebebasan), hedonisme dan menilai standar baik buruk bukan berdasar agama, dalam hal ini syariat Islam.

Dengan nilai-nilai liberal, pelajar malah akan terjerumus pada karakter yang bebas berbicara, bebas berperilaku, tanpa memperhatikan rambu-rambu syariat. Munculah konten-konten sampah unfaedah bahkan merusak. Hasil kreativitas yang kebablasan. Paham toleransi yang salah malah bisa menjerumuskan pelajar pada kerusakan aqidah. Seperti dibolehkannya mengikuti ibadah atau kebiasaan agama lain. Nilai gotong royong yang tidak menggunakan standar halal-haram bisa melahirkan gotong royong dalam kemaksiatan, yang kecil seperti mencontek berjamaah, sampai pada korupsi berjamaah.

Artinya, selama sistem yang menjadi asasnya adalah sekularisme liberal maka program yang dibangun di atasnya berikut hasilnya pasti akan jauh dari profil yang sesuai dengan Islam.

Berbeda jika Islam dijadikan sebagai asas. Islam datang dari Allah yang menciptakan dan mengatur manusia. Syariat Islam jika diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan akan mampu mewujudkan profil-profil pelajar terbaik. Hal ini bukan teori, melainkan sudah terbukti dalam sejarah peradaban islam. Lahirnya ilmuwan-ilmuwan bertakwa dan handal, mencintai ilmu dan bersungguh-sungguh menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat serta meletakkan dasar-dasar konsep ilmu pengetahuan yang dirasakan manfaatnya hingga hari ini.

Sebutlah, sosok Imam Syafi’i misalnya. Imam Syafi’i adalah profil pelajar Islam teladan. Sejak kecil, mulai dari membaca, menulis dan menghafal Al-Qur’an. Di usia 7 tahun sudah menghafal Al-Qur’an. Lalu belajar ke berbagai tempat untuk belajar materi yang berbeda, mulai dari hadits, tafsir, hingga fiqh. Di Usianya sepuluh tahun Imam Syafi’i sudah hafal kitab Al-Muwatta’ karya Imam Malik. Ketika menginjak usia tiga belas tahun bacaan Al-Qur’an beliau sudah fasih bahkan sangat merdu dan mampu membuat pendengarnya menangis tersedu-sedu. Pada usia kelima belas tahun inilah, beliau sudah diperbolehkan oleh gurunya untuk memberi fatwa di Masjidil Haram. Masya Allah. Inilah salah satu Profil ulama salaf teladan para pelajar Islam.

Profil pelajar Uslam terbukti bukan hanya menguasai ilmu dan tsaqafah Islam, tapi juga menguasai berbagai ilmu pengetahuan hingga teknologi.  Tokoh-tokoh ilmuwan Islam seperti Ibnu Khaldun, Al Khawarizmi, Ibnu Sina dan lain-lain adalah wujud nyata profil pembelajar terbaik, ulama sekaligus ilmuwan yang bertakwa. Maka, profil pelajar Islam seharusnya adalah pelajar sepanjang hayat yang bersikap dan berperilaku sesuai dengan panduan syariat Islam kaffah. Inilah pelajar Islam kaffah.

Pelajar Islam kaffah yang lahir dari rahim sistem Islam pasti akan memiliki karakter,  beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Namun, yang sesuai nilai-nilai Islam. Penjabaran karakter profil pelajar Uslam kaffah tersebut, sebagai berikut:

  1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia

Beriman dan bertakwa kepada Tuhan, yakni Allah SWT adalah karakter pertama seorang pelajar Islam. Iman kepada Allah adalah landasan setiap perilakunya. Berbuat baik tanpa landasan iman, menjadi tidak bernilai. Karena tidak dilakukan karena mengharap rida-Nya. Beriman kepada Allah SWT berarti meyakini bahwa Allah sebagai AlKhaliq (Maha Pencipta) dan sekaligus sebagai AlMudabbir (Maha Pengatur). Maka, pelajar Islam kaffah adalah pelajar yang taat kepada syariat Islam secara kaffah sebagai wujud ketakwaan.

Ibn Abi Dunya dalam Kitab At-Taqwa mengutip pernyataan Umar bin Abdul Aziz ra., “Takwa kepada Allah itu bukan dengan sering shaum di siang hari, sering salat malam, atau sering melakukan kedua-duanya. Akan tetapi, takwa kepada Allah itu adalah meninggalkan apa saja yang Allah haramkan dan melaksanakan apa saja yang Allah wajibkan.”

Pelajar Islam yang beriman akan terikat dengan syariat dalam setiap aspek kehidupannya. Ketika berada di rumah, sekolah, maupun di lingkungan. Berpikir dan berperilaku islami. Berpikir islami artinya hanya menjadikan Islam sebagai asas berpikirnya dalam menilai segala sesuatu, standar halal-haram menjadi penentu. Berperilaku Islam sesuai syariat seperti berpakaian islami, bergaul islami, dsb. Tujuannya mendapat derajat paling mulia di sisi Allah SWT.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa (QS Al-Hujurat [49]: 13)

Buah dari keimanan dan ketakwaan tersebut salah satunya adalah senantiasa menghiasi diri dengan akhlak mulia. Pelajar Islam haruslah memiliki akhlak atau adab yang mulia. Ia berakhlak mulia karena dorongan keimanan, bukan karena nilai moral semata atau karena ingin mendapat manfaat, tapi semata-mata ingin meraih pahala.  Berakhlak mulia pun bukan karena melaksanakan budaya atau kebiasaan suku tertentu. Penentuan apa saja akhlak baik dan buruk ditentukan oleh syariat, bukan karena ada tidaknya manfaat yang diraih. Karena berakhlak mulia adalah bagian dari syariat Islam yang wajib diamalkan oleh setiap muslim.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Tirmidzi no. 1162. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 284)

Maka, Pelajar islam adalah pelajar yang menghiasi dirinya dengan akhlak mulia seperti menghormati guru, menyayangi sesama teman, saling menolong dalam kebaikan, gotong royong, jujur, dsb. Sebaliknya, pelajar Islam tidak akan mencela guru, mem-bully teman, atau saling menolong dalam keburukan, tidak akan mencontek, curang, dsb. 

  1. Berkebhinekaan Global

Pelajar islam menyadari bahwa ia hidup di tengah-tengah banyak perbedaan, baik suku bangsa, budaya maupun agama. Namun, ia tetap menyadari jati dirinya dirinya sebagai seorang muslim. Pelajar Islam memahami dirinya adalah saudara bagi muslim yang lain tanpa batasan negara, melainkan persaudaraan global. Pelajar muslim akan senantiasa memperhatikan dan peduli kondisi saudara muslim di belahan bumi yang lain. Misalnya, peduli dengan nasib saudara-saudara di Palestina, Rohingya, Uighur, yang saat ini berada dalam penjajahan kaum kafir imperialis.

Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya) (HR Bukhari dan Muslim)

Pelajar Islam akan merasa saling terkoneksi dengan saudara muslim dari negara manapun karena persamaan akidah Islam. Meski begitu, pelajar muslim pun akan tetap menghargai dan bersikap toleran kepada saudaranya yang lain yang berbeda aqidah, dengan cara membiarkan mereka dengan agamanya, tidak dengan mengikuti kebiasaan atau ibadah mereka, atau mengambil budaya yang bertentangan dengan syariat Islam.

  1. Bergotong royong

Pelajar Islam kaffah selalu saling membantu kepada sesama manusia. Dalam Islam, saling menolong hanya boleh dalam kebaikan. Tidak boleh dalam keburukan. Pelajar Islam tidak akan saling gotong ketika ujian, gotong royong dalam tawuran, atau proyek-proyek yang merugikan orang lain. Di masa kekhilafahan, pemimpin (khalifah) bergotong royong dengan para pelajar, ilmuwan, para aghniya, melahirkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia.

  1. Bernalar Kritis

Pelajar Islam akan memiliki nalar kritis yakni peka terhadap setiap peristiwa yang terjadi di lingkungannya, menganalisis penyebabnya, sekaligus memberikan sumbangsih solusi. Dengan kepekaan inilah pelajar Islam akan ikut dalam aktivitas dakwah, melakukan perbaikan, kritis, mengajak manusia kepada Islam, melakukan amar makruf dan nahi munkar. Tidak mencukupkan kesalihan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga mengajak yang lain untuk sadar dan memperbaiki kondisi rusak di masyarakat. Ikut berjuang agar syariat Islam dapat ditetapkan dalam kehidupannya.

Pelajar Islam akan meneladani para sahabat Rasulullah saw, para pemuda di usia belia sudah ikut berdakwah bersama Rasulullah. Sebutlah, Ali bin Abi Thalib yang memeluk Islam sejak 10 tahun, yang berani menggantikan Rasulullah di tempat tidur saat Rasulullah dikepung orang-orang kafir Quraisy yang hendak membunuhnya. Usamah bin Zaid ditunjuk langsung Rasulullah saw menjadi panglima perang di usianya 18 tahun. Mush’ab bin Umair anak muda kaya di Mekkah yang rela meninggalkan kemewahan dunia demi membela Rasulullah saw.

  1. Kreatif

Pelajar Islam mampu menciptakan atau memodifikasi hal-hal baru untuk kebermanfaatan bagi sesama. Pelajar Islam terdorong menciptakan karya-karya kreatif dan inovatif dalam aktivitas belajarnya, menyelesaikan permasalahan di sekitar serta untuk dakwahnya. Kreativitasnya dipandu rambu-rambu syariat, sehingga membawa keberkahan dunia dan kebaikan di akhirat. Pelajar Islam akan mengerahkan potensinya di usia muda untuk dirinya, keluarganya, masyarakat dan untuk agamanya. Tidak tergoda dengan aktivitas hura-hura dan sia-sia.

Mereka selalu ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ

“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu)” (HR Ibnu Hibban dan Tirmidzi)

Demikianlah profil yang akan terbentuk dan dimiliki pelajar Islam yang lahir dalam sistem Islam. Profil yang disebut sebagai profil pelajar pancasila justru akan terwujud jika negeri ini mengadopsi islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Mari bersama-sama kita berjuang mewujudkan Khilafah untuk mengembalikan para pelajar pada jati diri Islam. Pelajar islam kaffah, taat syariat dan bangga berislam kaffah. Pelajar unggul yang akan menjadi harapan bangsa, umat dan peradaban Islam. [SM/Ln]