Oleh: Mutiara Aini
Suaramubalighah.com, Opini – Miris. Jika kita cermati kondisi generasi muda terutama kaum perempuan saat ini sungguh sangat jauh dari harapan. Bagaimana tidak, derasnya arus ideologi Barat yang melahirkan ide-ide turunannya seperti feminisme dan kesetaraan gender, childfree, hedonisme telah menggiring mereka pada gaya hidup terpenuhinya kepuasan 3F (food, fun, and fashion), hingga disibukkan dengan kegandrungan para muslimah muda terhadap K-pop. Hal ini telah membajak peran muslimah muda secara sistematis, mereka terkurung dalam pola asuh sekularisme, hingga menjadikan mereka jauh dari kodrat dan fitrahnya sebagai muslimah.
Tidak cukup dengan gencarnya serangan ide sekuler Barat yang dihembuskan ke benak dan jiwa para muslimah, pola masif dan tersistematis pun terjadi melalui berbagai kebijakan yang beraroma liberal. Seperti kesetaraan gender, mereka mengaggap bahwa kesetaraan gender dapat menyelesaikan kemiskinan ekstrem dan sebagai solusi persoalan perempuan.
Dilansir dari laman kompasiana.com (15/9/2023), pada tahun 2030 diperkirakan lebih dari 8% perempuan dan anak perempuan, atau sekitar 342 juta populasi perempuan di seluruh dunia, akan hidup dalam kemiskinan ekstrem. Demikian peringatan yang disampaikan oleh PBB. Angka tersebut merupakan refleksi dari ketidaksetaraan ekonomi yang masih semerawut di berbagai belahan dunia.
Wakil Direktur Eksekutif UN Women, Sarah Hendriks, menyoroti hal tersebut bahwasanya solusi untuk permasalahan global perempuan tersebut membutuhkan pembiayaan sekitar $360 miliar per tahun di 50 negara berkembang, yang mewakili 70% populasi dunia. Dana tersebut dianggap mampu mengangkat seluruh agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Selain itu, ia pun menegaskan pentingnya menjadikan kesetaraan gender sebagai tujuan khusus dalam SDGs.
Benarkah kesetaraan gender mampu menyelesaikan masalah kemiskinan bagi perempuan, atau justru solusi yang utopis?
Akar Masalah Kemiskinan Adalah Sistem Kapitalisme
Masalah kemiskinan yang merajalela di berbagai negara, terlebih di Indonesia yang tak pernah terselesaikan, menjadi suatu fenomena yang harus segera dipecahkan. Sebab kemiskinan menjadi monster yang sangat menakutkan bagi setiap orang yang menghadapinya.
Sebagian orang menganggap bahwa kemiskinan bukanlah suatu hal yang perlu dipermasalahkan, karena miskin merupakan takdir dari Allah SWT yang harus dihadapi. Namun pada hakikatnya, Islam tidak menghendaki umatnya menjadi miskin. Islam sangat memerhatikan kesejahteraan umatnya. Untuk mengentaskan kemiskinan yang ada, Islam mempunyai cara dan alternatif yang variatif.
Sejatinya, penyebab kemiskinan bukan karena kesetaraan gender, melainkan disebabkan oleh pemberlakuan sistem kapitalisme. Dimana hubungan antara rakyat dan penguasa ibarat pembisnis. Sehingga hari ini para kapitalis menjadikan perempuan sebagai pelaku ekonomi yang mudah dikendalikan dan bertujuan untuk investasi.
Alhasil, perempuan dieksploitasi menjadi tumbal perekonomian negara. Maka semakin banyak perempuan bekerja, maka akan semakin menguntungkan para kapitalis dan akan memutar uang untuk kepentingan mereka. Alih-alih menyejahterakan perempuan, namun nyatanya para perempuan harus banting tulang bekerja keras dalam rangka menyambung hidupnya. Mereka dieksploitasi secara ekonomi hingga lelah fisik dan psikis. Maka tak heran jika hari ini banyak kaum perempuan terutama para ibu mengalami stres masal. Selain anak dan keluarga yang menjadi korban, nyawa dan kehormatan ibu pun menjadi taruhan.
Di samping itu, persoalan mendasar terletak pada kekeliruan dalam memandang akar masalah kemiskinan. Rakyat Indonesia miskin bukan karena negerinya miskin SDA atau SDM yang tidak bisa mengelola SDA sendiri. Namun, kemiskinan struktural di Indonesia sejatinya disebabkan karena pendistribusian kekayaan yang tidak adil dan merata bagi seluruh rakyat. Sehingga kesenjangan semakin meninggi, yang kaya makin kaya, yang miskin makin terjerembab dalam kemiskinan.
Kapitalisme telah menjadikan uang sebagai satu-satunya distribusi. Rakyat yang tidak mampu memenuhi fasilitas hidupnya dianggap dampak dari ketakmampuan ia memiliki uang. Padahal, kemiskinan di tanah air bukan bersifat kultural, yakni kemiskinan yang diakibatkan rendahnya kualitas individu, seperti malas, melainkan karena kesalahan sistem yang diterapkan dan ketiadaan peran pemerintah dalam sistem kapitalisme. Sehingga rakyat yang lemah, orang cacat, serta orang kuat dan sehat pun dibiarkan bergulat di panggung yang sama.
Perempuan pun harus bersaing dengan laki-laki untuk mendapatkan haknya. Bahkan perempuan dieksploitasi atas nama kesetaraan gender. Atas nama kemandirian ekonomi, perempuan menjadi tulang punggung keluarga bahkan pejuang ekonomi keluarga. Sungguh zalim sistem kapitalisme! Perempuan untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraannya harus berjuang mati-matian bahkan harus bertaruh nyawa di negeri orang. Bahkan negara menjadikan perempuan penopang ekonomi negara! Sungguh sangat keterlaluan!
Negara sebagai Peran Sentral
Sistem Kapitalisme berbanding terbalik dengan sistem ekonomi Islam. Islam menempatkan posisi perempuan sebagai ratu. Hak-hak ekonominya dipenuhi tanpa harus membanting tulang. Perempuan tidak diwajibkan mencari nafkah sebagai bentuk penjagaan kehormatan dan kemuliaan perempuan. Laki-laki dan negara wajib memenuhi kebutuhan perempuan dan keluarganya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf…” (QS Al-Baqarah: 233)
Perempuan dimuliakan dengan tugas utamanya sebagai ummun warabbatulbait (ibu dan pengatur rumah tangga) tanpa harus dibebani masalah finansial. Islam menjadikan negara sebagai peran sentral dalam pendistribusian harta untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya dan menjadi tanggung jawab negara bukan dibebankan kepada rakyat, utamanya perempuan. Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa,
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».
“Imam/ Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Bagi seseorang yang miskin alamiah, seperti cacat mental, fisik, lansia, dan lainnya sehingga menyebabkan ia tidak mampu bekerja, sedangkan mereka tidak memiliki wali yang menafkahi, maka negara berperan langsung mengurusi mereka.
Negara akan menjamin kebutuhan primer seluruh warganya seperti sandang, pangan, dan papan, sekaligus kesehatan, pendidikan, peradilan dan sebagainya. Sehingga akan melahirkan individu yang sehat fisik dan mental. Hal inilah yang menjadi modal utama seseorang untuk bisa bekerja dan keluar dari kemiskinan.
Dengan demikian, penyebab kemiskinan ekstrem adalah kapitalisme itu sendiri. Satu-satunya cara untuk menghilangkannya adalah dengan mengganti sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem ekonomi Islam. Dan ekonomi Islam ini akan terwujud hanya dengan sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah. Serta memiliki pemimpin yang bertanggung jawab, amanah, dan berjiwa ksatria serta takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اَلسَّاعِيْ عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْـمِسْكِيْنِ كَالْـمُجَاهِدِ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ
Orang yang membantu kebutuhan para janda dan orang-orang miskin kedudukannya seperti orang yang berjihad di jalan Allah.
Oleh karena itu, untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem, satu-satunya harapan hanya kepada Islam dengan syariat yang kaffah dalam naungan Khilafah.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]