Film His Only Son: Kontroversi dan Propaganda Pemikiran Liberalisme dan Feminisme

  • Opini

Oleh: Mahganipatra

SuaraMubalighah.com, Opini – Penayangan film His Only Son sejak tanggal 30 Agustus 2023 di negeri ini, telah menuai banyak kritik. Karena film ini menceritakan sosok laki-laki bernama Abraham yang diceritakan sebagai sosok seorang nabi yang diberikan ujian berat oleh Tuhan berupa perintah agar mengorbankan putranya yang bernama Ishak. Anak yang selama ini sangat didambakan oleh Abraham dan istrinya, Sarah. Namun, karena keimanan Abraham kepada tuhannya lebih besar daripada rasa cintanya kepada sang putra, akhirnya Abraham mencoba ikhlas dengan cara melaksanakan perintah tersebut. Kisah ini disadur dari kitab Perjanjian Lama, Kitab Kejadian 22:1. 

Kemudian film His Only Son menjadi kontroversial, karena dalam film tersebut sosok Abraham juga dikenal dalam Islam sebagai sosok Nabi Ibrahim as. Akan tetapi dalam film tersebut, jelas-jelas hanya mengakui Nabi Ishak sebagai putra satu-satunya Nabi Ibrahim yang harus dikorbankan. Dengan menegasikan keberadaan Nabi Ismail sebagai putra Nabi Ibrahim yang telah dikorbankan yang tertulis di dalam Al-Qur’an berdasarkan keyakinan umat muslim. Malahan dalam film ini juga, dengan tegas telah menolak keberadaan Siti Hajar sebagai istri sah Nabi Ibrahim, dengan melecehkan dan menghinanya dalam bentuk penyesatan statusnya yang digambarkan sebagai gundik Abraham.

Maka menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily, film ini harus dihentikan penayangannya secara publik. Karena dalam film ini, cerita yang digambarkan tidak sesuai dengan perspektif sejarah Islam dan sangat bertentangan dengan keyakinan umat Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk negeri ini. Dilansir dari tirto.id, 23 September 2023.

Jika film ini tetap dipaksakan, agar diputar akan sangat berbahaya. Terlebih lagi, jika film ini ditayangkan secara publik. Sungguh akibatnya akan sangat fatal bagi umat Islam. Selain akan memicu persoalan sara juga akan terjadi penyesatan akidah umat Islam. Karena secara perspektif periwayatan di dalam film tersebut, terdapat pertentangan yang nyata. Terutama ketika tidak ada pemberitahuan secara terbuka kepada masyarakat, asal muasal sumber referensi film ini disadur.

Selanjutnya melalui film ini juga, telah menjadi bukti nyata bahwa di negeri penganut demokrasi, isu toleransi hanya paradoks semata. Faktanya di banyak kasus Islam dan umat Islam selalu menjadi tertuduh dan selalu direndahkan ketika berkaitan dengan pemikiran maupun isu-isu krusial yang bersifat global. Terbukti walaupun secara jumlah umat muslim di negeri ini mayoritas, namun dari sisi stabilitas kekuatan politik seringkali rasa minoritas. Sungguh ironis

Film Sarana Efektif Propaganda Liberalisme dan Feminisme

Sudah lama sekali, Barat memahami bahwa film merupakan salah satu sarana yang sangat efektif dan potensial dalam aktivitas ghazwul fikr. Dengan target dan tujuannya, yaitu untuk menjauhkan umat Islam dari agama Islam. Sehingga sadar atau tidak, tingkat keberhasilan film dalam memengaruhi, mengubah serta menciptakan tren dan gaya hidup masyarakat sangat tinggi.

Hal ini terlihat pada realitas kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang tampak pada kemerosotan pola hidup dan taraf berpikir umat yang sangat rendah. Diiringi dengan rusaknya akhlak, etika dan moral  umat yang sangat mengerikan ketika umat menjadikannya sebagai tontonan dan gaya hidup para selebritas sebagai rujukan bagi aktivitas kehidupan mereka.

Melalui film, peradaban kapitalisme sekuler telah melebarkan sayap kekuasaannya dengan terus berupaya, bagaimana menjauhkan masyarakat terutama umat Islam agar jauh dari agamanya. Dengan terus memproduksi film-film dalam berbagai genre dengan dibumbui ide liberalisme, feminisme dan ide-ide kufur lainnya. Barat dan sekutunya terus berusaha menyebarkan propagandanya untuk menghancurkan dan meracuni pemikiran umat Islam. Meskipun melalui cara ini, mereka juga secara tidak langsung telah mengorbankan generasi bangsanya sendiri.

Kesenangan dan kenikmatan sesaat yang ditawarkan lewat film, telah berhasil memengaruhi pemikiran masyarakat. Tanpa rasa malu, mereka (Yahudi dan Nasrani) terus memproduksi film-film fantasi penuh adegan seksualitas yang sengaja dirancang. Agar mampu membangkitkan naluri dan sahwat liar ala binatang. Tak peduli walaupun harus menabrak norma-norma agama yang telah baku dan sudah lama tercatat sebagai qonun di tengah masyarakat.

Bahkan tanpa rasa bersalah seringkali, mereka pun (orang-orang Yahudi dan Nasrani) di bawah komando Amerika Serikat menyelipkan propaganda liberalisme yang bertujuan menghina, melecehkan, memaki dan memperolok-olok Islam dan umat Islam. Dengan dalih kebebasan berekspresi dan berpendapat yang menjadi ciri dan napas dari ide liberalisme. Sementara di sisi yang lain mereka gencar menuntut sikap toleransi dari umat Islam sesuai dengan kepentingannya. Tidak peduli walaupun hal itu mencederai nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini mereka usung dan gembar- gemborkan.

Bahaya Liberalisme

Prinsip dasar liberalisme adalah mengusung kebebasan tanpa batas dalam seluruh aspek kehidupan tidak terkecuali di bidang agama. Dengan ide kebebasan ini, kalangan Yahudi dan Nasrani mulai mengarahkan pandangan mereka untuk menyerang Islam dan umat muslim. Salah satunya dengan upaya meliberalisasi Al-Qur’an dengan cara menghujat dan mengkritik isi teks Al-Qur’an melalui film His Only Son ini.

Melalui film His Only Son ini, kedengkian Yahudi semakin jelas, karakter mereka yang senantiasa menimbulkan kegaduhan dan permusuhan terhadap umat Islam. Sepanjang masa, mulai dari zaman Rasulullah Saw sampai kini di beberapa ayat Al-Qur’an juga telah digambarkan oleh Allah SWT. Dalam salah satu firman-Nya, Allah berfirman;

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةٗ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشۡرَكُواْۖ

Artinya: “Pasti akan kamu dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS Al-Maa’idah: 82)

Oleh karena itu, film His Only Son merupakan bagian dari upaya Yahudi dan Nasrani untuk meliberalisasi pemikiran umat Islam. Target dan tujuan yang ingin diraih adalah untuk menghancurkan Islam dari dalam, dengan melahirkan keraguan terhadap Al-Qur’an sebagai salah satu sumber ajaran Islam dan hukum-hukumnya. Kemudian memalingkan umat Islam dari jalan Allah SWT dan Rasulullah saw. serta meruntuhkan keyakinan kaum muslim, bahwa Al-Qur’an sebagai satu-satunya kitab suci yang suci dan bebas dari kesalahan. Hingga akhirnya umat muslim akan semakin jauh dari Islam dan menganggap Islam bukan satu-satunya agama yang paling benar dan akan menganggap agama Islam sama dengan agama yang lain (pluralisme).

Selanjutnya di dalam film His Only Son, Yahudi dan Nasrani juga mengampanyekan isu kesetaraan gender dengan menggambarkan posisi sarah dan hagar yang lemah akibat kontruksi patriarki sosial di masyarakat. Hal ini tentu sangat berbahaya terhadap pemikiran umat. Apalagi ketika itu disematkan di dalam kehidupan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Di mana kehidupan mereka telah dibimbing oleh wahyu.

Khatimah

Film His Only Son sudah jelas- jelas mengancam akidah umat Islam. Film ini patut ditolak dan diwaspadai oleh segenap umat Islam dan para tokoh elemen masyarakat. Dengan demikian, sikap diamnya para pemimpin muslim dan sebagian para tokoh dan ulama atas pemutaran dan peredaran film His Only Son. Maka ini menjadi bagian dari watak dan tabiat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Para pemimpin dan sebagian para tokoh dan ulama, mereka telah terbeli hingga akan selalu tunduk dan patuh di bawah kaki para pengusaha atau kapitalis sekuler. 

Oleh karena itu, para tokoh masyarakat yang memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kemurnian dan kesahihan pemikiran Islam harus bangkit dan mengajak segenap umat Islam agar menolak peredaran film His Only Son dan bersegera mencampakkan sistem ini.  Dengan terus semangat mendorong masyarakat pada aktivitas amar makruf dan nahi mungkar. Agar hadir di tengah-tengah masyarakat aktivitas dakwah yang bertujuan untuk segera mengganti sistem kapitalisme sekuler  dengan sistem Islam kaffah. Sebab hanya  dengan penerapan sistem Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah Islamiah, maka akidah dan pemikiran umat akan terjaga kemurnian dan kesahihannya.

Wallahu a’lam bish-shawab. [SM/Ln]