(Tafsir Surah An-Nur ayat 31)
Oleh: Kartinah Taheer
Suaramubalighah.com, Telaah Al-Qur’an – Allah berfirman dalam surah An-Nur ayat 31,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung.” (QS An-Nur: 31)
Al-Hafizh ‘Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir menjelaskan dalam tafsir Al-Qur’an Al-Azhim , turunnya ayat tersebut sebenarnya dilatarbelakangi oleh tuntunan menutup aurat bagi kaum perempuan. Diriwayatkan Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan jika Asma binti Marsad yang mempunyai warung di perkampungan Bani Harisah menjelaskan kaum wanita mondar-mandir memasuki warungnya tanpa memakai kain sarung sehingga pergelangan kaki mereka terlihat. Dada mereka serta rambut mereka pun kelihatan. Asma pun berkata, “Alangkah buruknya pakaian ini.” Maka Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya.”(An-Nur: 31), hingga akhir ayat.
Hanya saja pada pembahasan kali ini kita akan fokus pada pembahasan frasa kalimat dalam ayat tersebut yang dijadikan kaum L9BT dan pendukungkunya sebagai dalil keabsahan keberadaan komunitas mereka. Yakni dalam penggalan surat An-Nur ayat 31 lafaz,
أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
“Atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita).”
Berdasarkan ayat ini mereka mengklaim bahwa Allah melegitimasi keberadaan kaum L9BT. Sungguh ini adalah pernyataan yang ngawur alias tanpa ilmu. Jika merujuk pendapat para mufasir, ayat ini sama sekali bukan pengakuan atas komunitas yang dilaknat Allah tersebut.
Imam Ibnu Katsir mengungkapkan, غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ adalah mereka adalah orang-orang sewaan dan para pelayan yang tidak sepadan (dengan majikan). Akal mereka pun kurang dan lemah, tiada keinginan terhadap wanita pada diri mereka dan tidak pula berselera terhadap wanita. Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud adalah lelaki dungu yang tidak mempunyai nafsu syahwat.
Imam An-Nawawi ketika merajihkan/ menguatkan pendapat tentang makna “pelayan lelaki yang tidak memiliki keinginan terhadap wanita” beliau berkata :
والمختار في تفسير غير أولي الإربة أنه المغفل في عقله الذي لا يكترث للنساء ولا يشتهيهن كذا قاله ابن عباس وغيره
“Pendapat yang terpilih tentang tafsir (Pelayan lelaki yang tidak memiliki keinginan terhadap wanita) adalah orang yang error akalnya (dungu/ idiot) yang tidak berhasrat kepada wanita dan tidak menginginkannya, demikianlah yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan yang lainnya.”
(Kifayatul Akhyar : 467 oleh Syaikh Taqiyuddin Abu Bakar Muhammad Al-Hishni Asy-Syafi’i).
Pendapat Ibnu Abbas ini juga dinukil oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Tafsir Ath-Thabari : 19/161 “Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata ketika menafsirkan makna ayat ini :
وهو مغفل في عقله، لا يكترث للنساء، ولا يشتهيهنّ
“Yaitu orang yang eror akalnya (dungu), tidak berhasrat pada kaum wanita dan tidak menginginkannya.”
Sedang Sayyid Quthb dalam Tafsir Fizhilalil Qur’an menjelaskan, pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan adalah para lelaki yang tidak memiliki syahwat terhadap wanita disebabkan oleh apa pun. Contohnya saja, orang yang dikebiri, impoten, tidak sempurna akalnya, gila, dan segala sebab yang membuat lelaki tidak bernafsu kepada wanita. Karena, pada kondisi tersebut tidak timbul fitnah dan godaan.
Az-Zuhri menafsirkan frasa tersebut sebagai orang pandir (ahmaq, bodoh tak berhasrat kepada wanita). Ada juga yang menafsirkan sebagai laki-laki yang sudah tua renta, yang tidak lagi berhasrat kepada wanita dan tidak menginginkan wanita.
Dengan demikian adalah sangat ngawur sekali jika غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ dimaknai sebagai laki-laki penyuka sesama jenis karena tidak memiliki hasrat terhadap wanita. Tidak ada satu pun penafsiran ulama mu’tabar yang memahami bahwa laki-laki yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah yang memiliki kecenderungan homoseksual.
Demikianlah kaum liberal sengaja memaknai serampangan ayat Al-Qur’an untuk mendapatkan pembenaran akan perbuatan mereka yang rusak serta mendapat pengakuan sebagai komunitas normal. Hal ini sangat membahayakan umat, terlebih di saat umat Islam lemah akan pemahaman terhadap Al-Qur’an dan hadis. Di satu sisi bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an pun tidak dimengerti.
Oleh karena itu perlu adanya upaya masif terutama dari para da’i dan dai’yah untuk mencerdaskan umat agar tidak terperdaya dengan narasi-narasi yang dikemukakan oleh pendukung L9BT dengan membawa nas-nas Al-Qur’an. Karena selain ayat ini, masih banyak ayat lain yang digunakan untuk membenarkan perilaku mereka.
Para da’i dan dai’yah harus menjelaskan keharaman secara mutlak perbuatan yang menyerupai kaum Nabi Luth ini, dan bagaimana sanksi yang harus diterapkan atas mereka sesuai dalam pembahasan pada kitab-kitab fikih para ulama. Harus dipahamkan pula peran dari para ibu untuk mendidik anak-anak sehingga mereka tidak keluar fitrahnya, mengingat ancaman L9BT ini sudah menyasar anak-anak SD.
Para da’i dan dai’yah seharusnya yang terdepan dalam aktivitas amar makruf nahi mungkar mengingatkan penguasa yang memberi ruang lebar untuk tumbuh dan berkembangnya perbuatan terlaknat tersebut. Karena jika ini dibiarkan, tinggal menunggu azab Allah yang tidak hanya mengenai orang-orang yang bermaksiat saja tapi juga mereka yang diam melihat kemungkaran. Sebagaimana dalam hadis dinyatakan,
«إِنَّ اللهَ لاَ يُعَذِّبُ الْعَامَةَ بِعَمَلِ الْخَاصَةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانِيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُوْنَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوْهُ فَلاَ يُنْكِرُوْهُ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَذَّبَ اللهُ الْعَامَةَ وَالْخَاصَةَ»
“Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa masyarakat umum karena perbuatan orang-orang tertentu hingga masyarakat umum melihat kemungkaran di hadapan mereka sedang mereka mampu mengingkarinya tetapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka berbuat demikian maka Allah akan menyiksa masyarakat umum dan orang-orang tertentu itu.”(HR Ahmad dan Ath-Thabrani)
Wallahu a’lam bishshawwab. [SM/Ah]