Oleh : Padliyati Siregar
SuaraMubalighah.com, Opini – Palestina makin menderita. Entitas Yahudi terus melancarkan serangan balasan membabi buta. Bukan saja terhadap pejuang Palestina, tetapi juga warga sipil, anak-anak, perempuan, tenaga medis, juga jurnalis. Bahkan rombongan pengungsi pun dihadang serangan brutal militer. Sampai tanggal 15 Oktober kemarin, Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah korban tewas di Gaza mencapai 2.450 jiwa. Termasuk 724 di antaranya anak-anak. Korban luka-luka 9.200 orang.
Konflik antara Israel dan Palestina telah menciptakan situasi darurat kemanusiaan, dengan konsekuensi yang fatal terhadap populasi sipil. Untuk membantu mereka yang membutuhkan, berbagai organisasi dan individu telah membuka gerakan penggalangan dana. Pandangan sebagian orang juga mengatakan donasi adalah salah satu cara yang efektif untuk membantu mereka yang membutuhkan. Melalui cara ini kita sudah berkontribusi dalam membantu korban konflik di Palestina. Mari tunjukkan solidaritas kita dan bantu mereka yang membutuhkan.
Terkait itu, Kementerian Agama juga mengimbau umat Islam untuk melaksanakan salat gaib sebagai bentuk kepedulian. Imbauan tersebut disampaikan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Adib di Jakarta, Jumat (13/10/2023). “Sebagai bentuk kepedulian terhadap korban meninggal dunia pada kejadian konflik kemanusiaan di Palestina, kami mengimbau umat Islam di seluruh Indonesia untuk melaksanakan salat gaib dan qunut nazilah,” ujarnya.
Padahal sudah ratusan ton bantuan pangan, pakaian, dan obat-obatan dikirimkan ke Palestina ditambah doa yang terus dilantunkan. Tahun demi tahun terus dikirimkan, tetapi masalah Palestina tidak kunjung reda, mengapa? Sedangkan yang dilakukan sekarang pun tidak mampu menyelesaikan problem yang menumpuk di sana. Mulai dari ketiadaan air bersih, krisis pangan, kebutuhan selimut pada saat musim dingin, obat-obatan yang tidak mencukupi, dan lain sebagainya.
Kalau kita amati lebih jauh, problem sebanyak itu sesungguhnya hanyalah problem cabang yang berpangkal pada satu problem pokok, yaitu penjajahan oleh Israel. Oleh karena itu, sebanyak apapun pengiriman pangan, obat, pakaian, dan lain-lain tidak akan menyelesaikan masalah utamanya, yaitu pendudukan oleh Israel. Sebaliknya, problem kekurangan pangan, obat-obatan, dan pakaian itu akan sirna ketika problem pokoknya dicabut, yaitu melenyapkan entitas penjajah zionis dari bumi Palestina.
Namun, pelenyapan entitas zionis itu utopis jika kita hanya berharap kepada para pemimpin negara muslim saat ini. Negara-negara muslim saat ini berbentuk nation state (negara bangsa) yang hanya mau mengurusi kepentingan bangsanya sendiri. Bagaimana dengan kepentingan bangsa Palestina? Biarkan urusan mereka. Nation state merasa cukup mengirim bantuan pangan saja.
Ini semakin parah dengan kenyataan bahwa negeri-negeri mayoritas muslim semuanya sekuler, mengabdi, dan takut pada Amerika yang nyata-nyata melindungi Israel. Sudah seharusnya kita mendudukkan akar persoalan Palestina adalah persoalan penjajahan yang dilakukan zionis entitas Yahudi dan didukung oleh negara kafir penjajah.
Israel Penjajah dan Pendusta
Bangsa Yahudi bukanlah penduduk asli Palestina. Kaum Zionis Yahudi mengarang propaganda Palestina sebagai tanah air mereka. Lalu mereka mencari legitimasi bahwa agresi militer mereka adalah bentuk membela diri dari serangan orang-orang Palestina.
Pendudukan kaum Zionis atas tanah Palestina bermula ketika Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour pada tahun 1917. Deklarasi yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri Inggris kala itu, Arthur Balfour, merupakan restu Inggris kepada kaum Yahudi di Eropa untuk bermukim di wilayah Palestina. Secara resmi Pemerintah Britania Raya mendukung rencana Zionis mendirikan tanah air di Palestina. Semua dilakukan lewat lobi para pengusaha kaya Yahudi di Inggris.
Tujuan Pemerintah Inggris merestui pendirian negara Yahudi Raya di Timur Tengah tidak lain adalah untuk mendapatkan dukungan dari para pengusaha kaya Yahudi dan untuk melemahkan Dunia Islam dengan menciptakan konflik berkepanjangan di Timur Tengah.
Herzl kemudian mendatangi pemimpin kaum muslim saat itu, Khalifah Sultan Abdul Hamid II. Dia berusaha membujuk dan menyuap Khalifah dengan uang sebesar 150 juta pound sterling (setara Rp3 triliun) untuk mendapatkan tanah Palestina. Namun, Sultan Abdul Hamid II menolak. Ia berkata, “Aku tidak dapat memberikan walau sejengkal dari tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Ia adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi bumi ini. Mereka telah membasahi tanahnya dengan darah-darah mereka.”
Sultan kemudian melanjutkan, “Jika Kekhalifahan Islam ini hancur pada suatu hari, mereka dapat mengambil Palestina tanpa biaya! Namun, selagi aku masih hidup, aku lebih rela sebilah pedang merobek tubuhku daripada melihat bumi Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Kekhilafahan Islam. Pemisahan tanah Palestina adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.” Sultan Abdul Hamid II kemudian mengusir Herzl. Itulah yang terjadi.
Namun, setelah pemerintah Inggris dan Yahudi bekerja sama meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah, berbondong-bondong warga Yahudi mendatangi Palestina, merampas tanahnya sambil membunuhi warganya. Akhirnya, pada tahun 14 Mei 1948 berdiri negara Israel dan diakui secara luas oleh banyak negara di dunia. Ironinya, hari ini sejumlah negeri muslim juga mengakui keberadaan negara Israel dan menjalin hubungan diplomatik dan kerja sama lainnya, yaitu Mesir, Yordania, UEA, Maroko, Bahrain, Sudan, dan Turki.
Berbagai Solusi Ditawarkan
Semakin brutalnya agresi militer Israel terhadap warga Palestina, dengan korban yang sangat banyak, tidak hanya kaum laki-laki dewasa yang menjadi korban, tapi kaum ibu dan anak-anak pun menjadi korban, tanpa pandang bulu. Sehingga banyak pihak menawarkan berbagai solusi untuk selesainya permasalahan ini.
Pertama, solusi dua negara atau two state solution, yaitumengakui kemerdekaan Palestina dan hidup berdampingan dengan Israel.
Jika kita mencermati solusi yang ditawarkan ini, seolah-olah bisa menyelesaikan masalah tapi sesungguhnya membahayakan bagi umat Islam. Mengapa? Karena sesungguhnya jika ini dilakukan, maka sama saja dengan kita mengakui entitas Yahudi, artinya mengakui negara Israel Yahudi di tanah Palestina.
Padahal Palestina adalah tanah kaum muslimin, berstatus tanah kharajiyah yang ditaklukkan di masa Khalifah Umar bin Khattab ra. Sehingga status Palestina hingga hari kiamat adalah tanah Kaum Muslim. Dan yang dimaksudkan Palestina bukan Tepi Barat dan Jalur Gaza saja, tapi semua wilayah termasuk yang dijajah Israel.
Israel adalah agresor dan imperialis. Kehadirannya adalah batil sehingga haram mengakui kehadiran Israel walau hanya sejengkal tanah. Karenanya, Kaum muslim mesti berhati-hati terhadap pandangan yang kelihatannya benar tapi batil, yakni gagasan kemerdekaan Palestina.
Kedua, solusi memboikot barang-barang Yahudi Israel. Seruan boikot yang dikampanyekan beberapa kalangan terhadap produk-produk Israel patut diapresiasi sebagai bentuk perlawanan terhadap institusi penjajah tersebut. Hanya saja jika kita dalami lebih lanjut, hal ini tidak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap penyelesaian masalah Palestina. Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak, menyatakan, “Efek boikot dari sisi ekonomi, sepertinya tidak akan sangat kuat, sebab institusi itu didukung oleh negara-negara Barat.” (Mediaumat.news)
Menurutnya, banyak perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang-orang Yahudi, namun produknya dikonsumsi oleh penduduk global. Jadi, kalaupun seluruh rakyat dan pemerintah memboikot produk Israel maka tidak akan signifikan terhadap ekspor institusi. “Apalagi selama ini seruan boikot hanya lahir dari masyarakat dan bukan dari pemerintah sehingga dampaknya lebih kecil.”
Ketiga, meminta PBB untuk memberikan sanksi kepada Israel. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa sesungguhnya Yahudi mendapatkan wilayahnya dengan merampasnya secara illegal dari kaum muslimin. Sejak Khilafah Utsmaniyah runtuh tahun 1924, akhirnya bumi Palestina jatuh ke tangan zionis Yahudi tanpa mereka harus mengeluarkan uang sepeserpun.
Zionis Yahudi berhasil mendirikan entitas negaranya pada tahun 1948 dengan menduduki 77% tanah Palestina dan setelah mengusir 2/3 (dua pertiga) rakyat Palestina dari tanah mereka. Dan saat ini yang tersisa hanya jalur Gaza dan tepi Barat sungai Yordan. Jadi masalah substansial Palestina sebenarnya adalah perampasan tanah Palestina oleh Israel dengan dukungan Inggris, AS, dan PBB. Keberadaan negara Israel yang didukung oleh barat itulah yang menjadi pangkal persoalan Palestina. Buktinya, agresi dan penindasan yang dilakukan Yahudi Israel terhadap tanah kaum muslimin Palestina. Tidak hanya kali ini, tapi sudah berulang kali dilakukan, dan PBB pun tetap ‘biasa-biasa’ saja bahkan seolah tutup mata dan tutup telinga. Lalu, apakah kita masih bisa berharap kepada PBB? Tentu tidak!
Keempat, solusi muslim Palestina berhijrah meninggalkan negeri mereka agar aman dan leluasa menjalankan ibadah. Solusi ini seolah-olah akan bisa menyelesaikan masalah padahal sesungguhnya merupakan penyelesaian yang menyesatkan. Mengapa? Karena hal ini sama saja dengan kita menyerahkan tanah Palestina kepada musuh kaum muslimin. Padahal tanah Palestina adalah tanahnya kaum muslimin.
Dan penyelesaian seperti ini, sesungguhnya bertentangan dengan firman Allah SWT yang memerintahkan kaum muslim untuk memerangi dan mengusir orang-orang yang telah memerangi dan mengusir kaum muslim.
وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ
“Dan perangilah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah atau kekufuran lebih berbahaya dari peperangan.” (TQS Al-Baqarah: 191)
Solusi Hakiki
Solusi hakiki untuk masalah Palestina haruslah bersandar pada syariat. Masalah Palestina adalah masalah Islam dan seluruh kaum muslim. Pasalnya, Tanah Palestina adalah tanah kharajiyah milik kaum muslim di seluruh dunia. Statusnya tetap seperti itu sampai hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang berhak menyerahkan tanah kharajiyah kepada pihak lain, apalagi kepada perampok dan penjajah seperti Israel. Sama seperti sikap yang ditunjukkan oleh Sultan Abdul Hamid II yang menolak sama sekali segala bentuk penyerahan tanah Palestina kepada kaum kafir meskipun hanya sejengkal.
Karena itu sikap seharusnya terhadap Israel yang telah merampas tatnah Palestina adalah sebagaimana yang telah Allah SWT perintahkan, yakni perangi dan usir! Demikian sebagaimana firman-Nya:
﴿قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ﴾
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian, menghinakan mereka serta akan menolong kalian atas mereka sekaligus melegakan hati kaum mukmin .” (TQS At-Taubah [9]: 14)
Allah SWT juga berfirman:
﴿وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ﴾
“Usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (TQS Al-Baqarah [2]: 191).
Berdasarkan ayat di atas, Israel harus diperangi dan diusir dari tanah Palestina. Dengan kata lain jihad fi sabilillah terhadap Israel wajib dilancarkan. Apakah hal itu bisa dilakukan saat ini oleh para rezim di dunia Islam? Tentu saja bisa jika mereka mau. Namun, rasa-rasanya sangat kecil kemungkinannya bahkan mustahil hal itu mereka lakukan.
Pasalnya, tidak satu pun rezim di negeri-negeri Islam saat ini yang menjadikan akidah dan syariat Islam sebagai asas dan standar dalam bernegara, termasuk dalam politik luar negeri mereka dengan mengadopsi jihad fi sabilillah. Padahal jihadlah cara satu-satunya untuk mengusir siapapun yang telah merampas tanah milik kaum muslim, termasuk Israel yang telah merampas tanah Palestina.
Karena itu penyelesaian tuntas masalah Palestina tidak lain adalah dengan mewujudkan kekuasaan Islam yang berlandaskan akidah dan syariat Islam. Itulah Khilafah Islam yang mengikuti manhaj kenabian. Khilafahlah, sebagai satu-satunya pelindung umat yang hakiki, yang bakal melancarkan jihad terhadap siapa saja yang memusuhi Islam dan kaum muslim.
Dengan kekuatan jihad pula Khilafah akan sanggup mengusir Israel dari tanah Palestina. Dengan membaca QS Al-Isra’ [17]: 4-8, kita bisa memahami bahwa Yahudi hanya dapat dikalahkan dengan “hamba-hamba Allah yang memiliki kekuatan besar”. Kekuatan besar itulah Khilafah. Dengan Khilafah, Yahudi sang penjajah Palestina pasti bisa dikalahkan. Jadi benarlah, solusi tuntas persoalan Palestina adalah Khilafah dan jihad. Tanah Palestina dalam naungan Khilafah terjaga dengan baik. Para khalifah dan panglima perangnya dengan semangat jihad bertaruh nyawa dan darah untuk tanah Palestina. Jihad dan Khilafah satu satunya harapan, dan inilah tugas bersama umat Islam seluruh dunia. Wallahu ‘alam. [SM/Ln]