Isu Radikalisme, Pengalihan Kegagalan Rezim dalam Mengurus Rakyat

  • Opini

Oleh: Siti Murlina

SuaraMubalighah.com, Opini – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada 2020 lalu, telah menemukan ada kisaran 20.543 konten yang terindikasi bermuatan radikalisme dan terorisme dari sejumlah masyarakat Indonesia. Dan juga didapatkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada Desember 2020 menyebut bahwa 12,2% penduduk Indonesia telah terpapar radikalisme. (TrenAsia, 27-9-2023)

Hal itu kemudian melatar-belakangi digelarnya workshop regional Indonesia-Malaysia oleh  The Apex Chronichels. Sebuah organisasi nonpemerintah yang fokus pada edukasi publik terkait isu-isu keamanan nasional dan regional di kota Solo, Jawa Tengah (Rabu, 27-8-2023)Workshop tersebut dihadiri Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris dan PS Kasatgaswil Benten Densus 88 AKB Mayndra Eka Wardhana yang mewakili Indonesia. AKB Mayndra, dalam acara tersebut mengatakan paparan isu ini semakin  masif lantaran adanya pengaruh dari digitalisi. Intinya masyarakat Indonesia rawan terpapar radikalisme lewat sosmed. (Media Indonesia. com.28-9-2023)

Sangat miris, di tengah penderitaan rakyat yang terpuruk dari sisi ekonomi, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, kemerosotan moral dan lainnya, pemerintah malah sibuk mengurus isu radikalisme yang tidak ada kaitannya sama sekali menyangkut persoalan besar umat saat ini. Seakan masalah utama di negeri ini cuma radikalisme bukan yang lain. Yang menjadi pertanyaan apa urgensinya agenda tersebut dalam menyikapi persoalan umat saat ini?

Radikalisme dan Kritis terhadap Kezaliman

Isu radikalisme kembali digaungkan seiring dengan gencarnya opini oleh kelompok dakwah ideologis di berbagai kanal medsos. Berkenaan dengan kerasnya kritik terhadap kebijakan pemerintah yang hanya berpihak pada kepentingan oligarki dengan mengorbankan kepentingan rakyatnya. Contoh terbaru di antaranya adalah sikap rezim ini dalam kasus Rempang, dengan mengirimkan personil TNI dan Polri untuk menggusur secara paksa dan menangkap masyarakat yang protes, serta menyuruh memiting mereka jika melawan, karena mempertahankan tanah kelahirannya.

Santernya protes dan kritik masyarakat yang dipelopori oleh kelompok dakwah ideologis ini terhadap rezim yang berpihak kepada oligarki dengan mengorbankan kepentingan rakyatnya mendapat dukungan dari umat. Tentu saja hal ini akan membahayakan eksistensi para oligarki yang berkelindan dengan kekuasaan di negeri ini. Ternyata propaganda isu radikalisme, intoleransi, dan terorisme terus digaungkan berbagai pihak di negeri ini, bahkan sering kali ditujukan pada Islam dan kaum muslim.

Bahkan masjid sebagai tempat ibadah dan simbol Islam lainnya dihubungkan dengan radikalisme. Klaim  ancaman adanya kepada para ustaz radikal, da’i radikal, konten radikal, ponpes radikal dan lainnya mereka sematkan. Dan pihak yang selama ini dituding radikal adalah mereka yang kritis terhadap kezaliman rezim.

Ketika pihak yang dituding radikal adalah yang kritis terhadap rezim dan ternyata pada rakyat yang kritis itu juga dituding radikal, tampak jelas bahwa ada udang di balik tudingan radikalisme pada kalangan masyarakat. Rezim sedang mengotak-ngotakkan masyarakat agar mereka tidak bergabung dengan kelompok yang aktif mengkritik rezim.

Ada Apa di Balik Isu Radikalisme

Sebenarnya radikalisme adalah agenda barat yang ditanamkan dan dicanangkan kepada rezim antek barat, agar terus menguasai aset-aset berupa sumber daya alam dan manusia di negeri-negeri kaum muslimin. Ini adalah agenda melanggengkan penjajahan dengan perang ideologi, agar kaum muslimin tidak bangkit dengan kesadaran ideologi Islam mereka. Hal ini sangat ditakuti barat dan anteknya.

Maka rezim antek ini ibarat pepatah “buruk rupa cermin dibelah” berupaya menutupi keburukan wajahnya dengan memberangus pihak yang kritis. Agenda radikalisme sebenarnya adalah untuk menutupi kegagalan rezim dalam memimpin dan mengurus rakyatnya. Keberpihakan mereka pada oligarki asing dan aseng dengan mengorbankan rakyat adalah bentuk kezaliman nyata dan rakyat merasakan serta menyaksikan secara terang benderang kondisi itu hari ini.

Bukannya melakukan langkah perubahan dan perbaikan sehingga aneka masalah yang membelit negeri bisa selesai, tapi justru ngotot berkuasa dengan membungkam masyarakat yang kritis. Jadi sangat jelas, isu radikalisme di kalangan masyarakat kembali dihadirkan bukanlah kebutuhan, melainkan sengaja diaruskan karena ada kepentingan rezim dan pengalihan isu. Dengan adanya agenda ini rezim mengharapkan kembali dukungan umat dengan menciptakan musuh bersama yakni radikalisme dan terorisme.

Makin masifnya berbagai program antiradikalisme dan terorisme tentu membuat individu umat menjadi takut dan bingung dalam meyakini agamanya. Pasalnya, seluruh program penanggulangan radikalisme menyasar agama Islam. Selanjutnya, dengan adanya  agenda penanggulangan terorisme dan radikalisme sekarang ini untuk membendung dan menghadang gerakan yang memperjuangkan Islam kaffah dan Khilafah. Padahal, umat Islam wajib menjalankan Islam secara totalitas yang memang harus diperjuangkan.

Sikap Umat

Umat seharusnya menyadari strategi licik para musuh Islam ini. Mereka tidak boleh termakan isu dan terjebak narasi radikalisme yang diembuskan rezim di bawah komando Barat. Isu dan narasi ini dibangun oleh rezim antek dalam upaya untuk melindungi tuannya yakni Barat, Asing dan Aseng. Sebenarnya barat asing dan aseng itu adalah penguasa yang sebenarnya. Rakyat hanya dijadikan objek bukan subjek. Mantra demokrasi “dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat” hanya ilusi. Allah SWT telah mengingatkan kita dalam firman-Nya yang berbunyi:

يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِـئُـوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَ فْوَاهِهِمْ وَا للّٰهُ مُتِمُّ نُوْرِهٖ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُوْنَ

Artinya:

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.”(QS As-Saff (61): 8)

Maka umat Islam harus menyadari posisi strategis mereka sebagai agen perubahan hakiki dan generasi muda muslim sebagai calon pemimpin peradaban Islam pada masa depan. Sejatinya isu radikalisme adalah alat untuk membungkam amar makruf nahi mungkar kepada penguasa. Ini sungguh berbahaya karena telah menjauhkan syariat Islam terkait dakwah pada generasi muslim.

Padahal dakwah yakni amar makruf nahi mungkar adalah kewajjban setiap muslim. Kehidupan yang mulia umat Islan karena ada darah dan nafas dakwah Islam itu sendiri. Maka individu, masyarakat dan negara wajib melaksanakan kewajiban dakwah ini untuk meninggikan Islan dan umat, dalam kehidupan Islam kaffah.

Umat seharusnya menjadi pelaku politik untuk mewujudkan kesadaran umum di masyarakat tentang kesahihan ideologi Islam. Aksi ini mewujud dalam dakwah ideologis yang mengedukasi umat tentang urgensi Khilafah sebagai solusi permasalahan umat. Dengan demikian, umat akan tersadarkan dan mendukung perubahan menuju sistem Islam. Karena sebuah kewajiban maka pastikan diri kita menjadi bagian dari perubahan hakiki tersebut. Wallahu a’lam bishshawab.

[SM/Ln]