Pencegahan Korupsi Berbasis Keluarga, Mampukah?!

Oleh: Qisthi Yetty

Suaramubalighah.com, Muslimah dan Keluarga – Dalam sistem demokrasi kapitalisme , kejahatan korupsi menjadi budaya. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan lembaga antirasuah sudah menangkap sebanyak 1.600 koruptor dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, yaitu sejak 2003 hingga 2023 (www.sumbar.pikiran-rakyat.com, 10-11-2023)

Keberadaan komisi pemberantasan korupsi pun tidak efektif untuk menyelesaikan masalah korupsi di negeri ini. Berdasarkan rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), nilai Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia 2023, mengalami penurunan dibandingkan dengan IPAK tahun 2022, menjadi sebesar 3,92. Tahun lalu, nilai IPAK yang dirilis BPS mencatat angka 3,93. IPAK merupakan indeks yang mengukur tingkat perilaku antikorupsi masyarakat dengan skala 0-5 pada level nasional. Semakin tinggi nilai IPAK atau mendekati 5, maka semakin tinggi budaya antikorupsi begitu pun sebaliknya.(www:tirto.id/gRYq, 08-11-2023)

Banyaknya koruptor yang ditangkap menggambarkan bobroknya sistem negara.  Bahkan pembentukan lembaga anti korupsi pun tak mampu mencegah kejahatan korupsi. Mudahnya korupsi satu keniscayaan dalam sistem sekuler kapitalis demokrasi.  Apalagi sistem ini berbiaya tinggi dan sarat kepentingan oligarki.  Tambah lagi adanya keserakahan, rusaknya integritas abdi negara dan penguasa, toleransi atas keburukan dan lemahnya iman makin memudahkan korupsi.

Pencegahan Korupsi Berbasis Keluarga, Mampukah?

Kasus korupsi dalam sistem demokrasi kapitalis, marak karena ada kesempatan, berupa peraturan yang memberi celah untuk korupsi dan kurangnya pengawasan. Ditambah faktor keimanan para pejabat yang lemah sehingga korupsi pun dilakukan secara berjama’ah bahkan menjadi budaya.

Jika demikian, jelas perempuan dan keluarga tidak akan mampu mencegah maraknya korupsi tersebut, sebagaimana gerakan budaya anti korupsi yang diawali dari kaum perempuan dan keluarga, yang dilakukan oleh beberapa lembaga atau instansi. seperti yang dilakukan oleh Kemenag dalam acara bertajuk “Berlandaskan Nilai, Membangun Budaya”  atas kerjasama Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag bersama Srikandi Dharma Wanita Persatuan (DWP) Itjen Kemenag dan Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Indonesia.

Ketua DWP Itjen Kemenag, Cut Haslinar mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan komitmen pencegahan korupsi berbasis keluarga yang dimulai dari perempuan. Inspektur Jenderal Kementerian Agama, yang diwakili oleh Plt. Sekretaris Itjen Kemenag Kastolan dalam arahannya menyampaikan bahwa, peran keluarga terutama isteri sebagai pendamping suami harus mampu menjadi benteng pertahanan pertama dalam pencegahan korupsi.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, mampukah perempuan dan keluarga membendung korupsi yang sudah membudaya, sementara pandangan hidupnya masih sekuler yang meletakkan makna kebahagiaan berorientasi materi dan kepuasan jasmani? Ketika ongkos politik untuk menjadi pemimpin atau penguasa, bahkan pejabat mahar demokrasi  sangat mahal. Serta lemahnya integritas abdi negara dan iman, serta keengganan amar makruf nahi mungkar karena penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati) yang melanda negeri ini.

Perempuan dan keluarga hari ini dalam sistem demokrasi kapitalisme didera kerusakan dan dipenuhi penderitaan akibat kekejaman sistem sekuler yang syarat dengan keserakahan oligarki, mulai dari disharmonisasi keluarga, kekerasan perempuan, kenakalan dan kerusakan generasi, stunting, mahalnya biaya hidup, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Lalu ditambah beban sebagai benteng pertahanan pertama dalam pencegahan korupsi, adilkah? Jelas ini bentuk eksploitasi perempuan dan keluarga oleh sistem kapitalisme demokrasi.

Islam Haramkan Korupsi

Islamsebagai diin yang sempurna dengan perangkat aturannya yang menyeluruh dan terkait kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat akan mewujudkan keimanan yang kokoh dan keterikatan pada syariat Islam akan kuat karena dorongan rasa takut pertanggungjawaban diakhirat kelak. Landasan atau asas iman ini hanya dimiliki oleh sistem Islam dan tidak dimiliki oleh sistem sekuler demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Islam mengharamkan perolehan harta dengan cara curang (ghulul), salah satunya harta dari korupsi.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.

Dalam sistem Islam, setiap harta yang diperoleh dengan memanfaatkan jabatan, kekuasaan atau (status) kepegawaian nya baik harta itu berasal dari harta negara maupun harta individu , maka harta itu termasuk ghulul (curang). Harta ghulul (curang) termasuk perolehan yang diharamkan dan bukan harta miliknya. Maka wajib untuk dikembalikan kepada pemiliknya jika diketahui . Dan akan disita dan diserahkan ke kas negara (baitul mal) jika tidak diketahui. Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ

Artinya: Siapa yang menyelewengkan (nya), niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. (QS Ali Imran ayat 161)

Perolehan harta yang tidak syar’i dari para penguasa, pejabat dan pegawai negara, antara lain : (1) Suap menyuap, yaitu setiap harta yang diberikan kepada penguasa, hakim, pegawai negara dengan maksud memperoleh maslahat mengenai suatu kepentingan yang semestinya diputuskan tanpa pembayaran. Saat ini sering disebut dengan gratifikasi. Ini hukumnya haram. Rasulullah saw. bersabda :

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قاَلَ رَسُو لُ اللهِ – صَلَى اللهُ عَلَيْهِ ؤَسلَّمَ لَعَنْ اللهُ الرّاشِىَ وَالْمُرْ تَسِىَ فى الْحُكْمِ (رَوَاهُ اَحْمَدُ)

Artinya: Dari Abu Hurairah ra. berkata:  Rasul saw. bersabda: Allah SWT melaknat penyuap dan yang disuap (HR Imam Ahmad). Hadis ini dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Banani di dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib ll/261 no.2212.

(2) Hadiah atau hibah yang diberikan kepada penguasa, hakim, dan pegawai negara diharamkan.

(3) Harta kekayaan yang diperoleh dengan sewenang-wenang dan dengan tekanan kekuasaan, yakni harta yang diperoleh penguasa, hakim , dan pegawai negara yang berasal dari harta atau tanah milik negara atau milik masyarakat yang diperoleh dengan jalan pemaksaan kekerasan, tekanan kekuasaan dan penyalahgunaan jabatan. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa mengambil tanah tanpa hak, maka pada hari kiamat ia akan dibenamkan ke dalam tujuh lapis bumi” (HR Bukhari dan Muslim)

(4) Hasil aktivitas makelar (samsarah) dan komisi (‘amulah) para penguasa, hakim, pegawai negara dari perusahaan-perusahaan asing maupun lokal atau orang tertentu sebagai balas jasa dari penjualan atau berbagai transaksi perusahaan perusahaan tersebut dengan negara.

(5) Korupsi, harta yang diperoleh para penguasa, hakim dan pegawai negara dari harta negara yang berada di bawah kekuasaan untuk membiayai tugas pekerjaan mereka atau untuk membiayai berbagai sarana dan proyek ataupun membiayai kepentingan negara dan kepentingan umum.

Kelima bentuk macam ghulul (curang) ini yang telah diharamkan oleh syariat Islam, telah menjadi budaya dalam sistem kapitalisme demokrasi. Oleh karena itu, memberantas korupsi harus secara fundamental dan menyeluruh. Yakni mengganti sistem kapitalisme demokrasi dengan sistem Islam yang kaffah dalam naungan Khilafah.

Mekanisme Pemberantasan korupsi dalam Sistem Islam

Sistem Islam telah mampu memberantas korupsi dan segala bentuk macam ghulul (curang). Ini terbukti di era kekhilafahan Islam dari masa ke masa, khalifah mampu mengatasi persoalan korupsi dengan tuntas. Sistem Islam itu integral dan paripurna dalam mewujudkan sistem anti korupsi atau ghulul lainnya,

1. Diawali dari penanaman keimanan dan ketakwaan yang kokoh pada individu masyarakat. Sistem pendidikan yang integral dari keluarga,  masyarakat dan negara yang satu tujuan yakni membentuk karakter yang jelas dan tegas yakni kepribadian Islam, mewujudkan generasi yang takut kepada Allah SWT dan terikat dengan syariatnya secara total. Umat Islam dilarang memakan harta yang haram. Peran keluarga, masyarakat dan negara sangat penting. Tak cukup hanya dibebankan kepada keluarga maupun perempuan.

2. Kewajiban amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat menjadi kontrol yang efektif untuk mencegah korupsi dan memunculkan budaya malu bahkan takut untuk berbuat maksiat. Satu anggota masyarakat dengan masyarakat lainnya saling berkasih sayang dalam wujud menyelamatkan mereka dari siksa api neraka. Dan hal ini muncul karena dorongan akidah Islam. Hal ini butuh peran semua elemen masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, individu maupun kelompok (jamaah).

3. Sistem sanksi yang tegas dari negara terhadap pelaku korupsi membuat jera dan mencegah yang lain takut berbuat korupsi. Korupsi kejahatan yang harus diberantas bukan menjadi budaya. Pelaku wajib mengembalikan  harta hasil kecurangan kepada pemiliknya jika diketahui dan disita masuk kas negara (baitul mal) serta dikasih sanksi ta’zir sesuai keputusan Khalifah bagi pelakunya.

Pemberantasan korupsi akan tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Wallahu ‘alam. [SM/Ln]