Penerapan Islam Kaffah, Menjadikan Hati Manusia Tenteram (Tafsir Surat Ar-Ra’d Ayat 28)

Oleh : Kartinah Taheer

Suaramubalighah.com, Telaah Al-Qur’an – Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’d Ayat 28,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram(QS AR-Rad: 28)

Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Ibnu Katsir, menjelaskan terkait ayat sebelumnya, Allah berfirman,

قُلْ إِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ أَنَابَ

“Katakanlah, “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertobat kepada-Nya.” (QS Ar-Ra’d: 27)

Yakni  Allah memberikan petunjuk kepada orang yang bertobat dan kembali kepada-Nya serta memohon pertolongan kepada-Nya dengan berendah diri kepada-Nya.

Kemudian Allah berfirman,


الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah” (QS Ar-Ra’d: 28), maksudnya adalah:

أَيْ: تَطِيبُ وَتَرْكَنُ إِلَى جَانِبِ اللَّهِ، وَتَسْكُنُ عِنْدَ ذِكْرِهِ، وَتَرْضَى بِهِ مَوْلًى وَنَصِيرًا

Yakni hati mereka senang dan tenang berada di sisi Allah, merasa tenteram dengan mengingat-Nya, dan rela kepada-Nya sebagai Pelindung dan Penolongnya.

Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS Ar-Ra’d: 28)

أَيْ: هُوَ حَقِيقٌ بِذَلِكَ

Yakni bermakna bahwa Allah berhak untuk diingati.

Adapun dalam Tafsir Jalaalayn,

الَّذِينَ آمَنُوا وتَطْمَئِن) تَسْكُنُ)

“Orang-orang yang beriman dan yang merasa tenang” maksudnya adalah tenteram.

 (قُلُوبهمْ بِذِكْرِ اللَّه) أيْ وعْده

“Hati-hati mereka dengan mengingat Allah” yakni mengingat janji-Nya.

 (ألا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ القُلُوب) أيْ قُلُوب المُؤْمِنِين

“Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”  yakni hati orang-orang yang beriman. 

Berkaitan dengan rasa tenteram ada penjelasan menarik dari Mufasir Fahrudiin Ar-Razi dalam tafsirnya,

أنَّهم إذا ذَكَرُوا العُقُوباتِ ولَمْ يَأْمَنُوا مِن أنْ يُقْدِمُوا عَلى المَعاصِي، فَهُناكَ وصَفَهم بِالوَجَلِ، وإذا ذُكِّرُوا بِوَعْدِهِ بِالثَّوابِ والرَّحْمَةِ، سَكَنَتْ قُلُوبُهم إلى ذَلِكَ، وأحَدُ الأمْرَيْنِ لا يُنافِي الآخَرَ؛ لِأنَّ الوَجَلَ هو بِذِكْرِ العِقابِ والطُّمَأْنِينَةَ بِذِكْرِ الثَّوابِ، ويُوجَدُ الوَجَلُ في حالِ فِكْرِهِمْ في المَعاصِي، وتُوجَدُ الطُّمَأْنِينَةُ عِنْدَ اشْتِغالِهِمْ بِالطّاعاتِ

Jika mereka menyebutkan azab atau sanksi, mereka tidak merasa aman dari berbuat maksiat, maka hal ini disifati sebagai kondisi ketakutan, dan jika mereka diingatkan akan janji pahala dan rahmat-Nya, maka hati mereka akan tenteram karenanya. Salah satu dari dua hal tersebut tidak bertentangan dengan yang lain. Sebab rasa takut ada pada saat disebutkan azab, dan rasa tenteram terdapat pada saat disebutkan pahala, dan rasa takut terdapat pada saat memikirkan dosa, dan rasa tenteram terdapat pada saat sibuk dengan ketaatan.

Senada dengan Ar-Razi, Al-Baghawi ketika menjelaskan tafsir ayat ini menyatakan bahwa rasa takut dan tenteram tidak mungkin berada dalam satu kondisi.

فَكَيْفَ تَكُونُ الطُّمَأْنِينَةُ وَالْوَجَلُ فِي حَالَةٍ وَاحِدَةٍ؟

Bagaimana bisa ada ketenangan dan ketakutan dalam satu kondisi?

 قِيلَ: الْوَجَلُ عِنْدَ ذِكْرِ الْوَعِيدِ وَالْعِقَابِ، وَالطُّمَأْنِينَةُ عِنْدَ ذِكْرِ الْوَعْدِ وَالثَّوَابِ، فَالْقُلُوبُ تَوْجَلُ إِذَا ذَكَرَتْ عَدْلَ اللَّهِ وَشِدَّةَ حِسَابِهِ، وَتَطْمَئِنُّ إِذَا ذَكَرَتْ فَضْلَ اللَّهِ وَثَوَابَهُ وَكَرَمَهُ.

Dikatakan bahwa takut ketika mengingat ancaman dan siksa, dan tenteram ketika mengingat janji dan pahala. Hati menjadi takjub ketika mengingat keadilan Allah dan kerasnya hisab-Nya, dan mereka menjadi tenteram ketika mengingat nikmat Allah, pahala-Nya dan kemurahan-Nya.

Dari penjelasan para mufasir tersebut bahwa ketentraman itu buah dari ketaatan kepada Allah, sebaliknya ketakutan atau kegelisahan itu ketika melakukan maksiat dan berbuat dosa. Ketaatan yang dimaksud disini adalah ketaatan secara menyeluruh terhadap apa-apa yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya serta meninggalkan semua yang diharamkan, sebagaimana dalam surat Al-Hasr ayat 7:

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

“Dan apa-apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka ambillah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras siksanya” (QS Al-Hasr:7)

Di tengah kehidupan kapitalisme hari ini, banyak orang stres karena berbagai permasalahan hidup yang menghimpit. Ekonomi yang sulit mengakibatkan terlilit hutang hingga nekat bunuh diri, selain persoalan ekonomi banyak orang tua yang dipusingkan dengan persoalan anak yang makin tak terkendali susah diatur belum lagi biaya pendidikan yang mahal, persoalan ditempat kerja dan sebagainya menambah deretan masalah yang tak kunjung usai. Bagi orang yang tipis iman jalan singkat menjadi solusi seperti maraknya kasus bunuh diri akhir-akhir ini hanya karena persoalan sepele. 

Walhasil ketenteraman menjadi barang langka. Yang  ada hanya kecemasan, depresi serta  fenomena maraknya mental illness khususnya di dunia remaja. Berbagai kesempitan hidup yang menjauhkan rasa tenteram pada diri manusia sebenarnya sudah Allah gambarkan dalam surat Thaha ayat 124, yakni Allah berfirman,

 وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpun kanya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS Thaha: 124)

Jadi kesempitan hidup yang mengakibatkan kegelisahan, jauh dari kondisi tenteram terjadi karena berpalingnya manusia itu dari peringatan Allah sebagai penciptanya sekaligus zat yang berhak mengaturnya. Maka menjadi suatu keharusan untuk mencampakkan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan dan mengembalikan Allah pada haknya yaitu mengatur kehidupan manusia termasuk bumi langit dan seisinya. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]