Adakah Kebebasan Berekspresi dalam Ajaran Islam?

Suaramubalighah.com, Tanya Jawab — Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Berangkat dari kasus yang terjadi di Iran beberapa waktu lalu, dimana seorang muslimah (Mahsa Amini) yang dipenjara setelah mendapat siksaan dari polisi moral karena menanggalkan hijab. Sementara di Paris, banyak muslimah yang berusaha mempertahankan hijabnya, dan negara melarangnya. Fakta ini direspon oleh kalangan pengusung pergerakan gender feminis dengan mengatakan bahwa keduanya sedang merepresentasikan kebebasan berekspresinya. Yang di Iran kebebasan berekspresi dengan tidak mengenakan hijab sementara yang di Paris mempertahankan kebebasan untuk mengekspresikan agamanya dengan berhijab. Menyikapi hal ini, apakah kebebasan berekspresi itu sebenarnya ada dalam ajaran Islam?

Bunda Zakiya – Banyumas, Jawa Tengah

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Jawab:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu.

Bunda Zakiya yang dimuliakan oleh Allah Subhanaallahu wa Ta’ala.

Kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama termasuk di antara sejumlah kebebasan lain yang dijamin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Kebebasan berekspresi merupakan prasyarat bagi adanya kebebasan beragama, yakni mengimani, mempraktikkan, dan menyiarkan agama. Tetapi bagi sebagian kalangan di Eropa dan di Amerika Utara, kebebasan berekspresi dan sejumlah kebebasan lain terlihat mengkhawatirkan.

Hijab dan Kebebasan Berekspresi, Paradigma Keliru!

“Semua orang itu bebas dan punya hak mengekspresikan dirinya asal masih di ‘jalur’ aman. Mungkin terlihat jarang dan aneh, tapi kalau itu yang kita suka kenapa nggak, kenapa harus dilarang.” Pernyataan sebagaimana contoh tersebut cukup menyedihkan bagi kita yang memahami makna hakiki dari hijab. Hijab tidak lagi dipandang sebagai ciri khas ketakwaan seorang wanita muslimah, melainkan mengalami degadrasi sebagai bagian dari trend dan fashion. Paradigma ini sangat keliru dan tidak bisa dibiarkan begitu saja, sebab dapat memunculkan opini publik yang bertentangan dengan syariat tentang hijab.

Karena itu harus kita pahami bersama bahwa hijab dan kebebasan berekspresi ala Barat adalah dua hal yang saling bertentangan. Setiap muslimah yang sudah balig diwajibkan oleh Allah SWT untuk menutup aurat sesuai dengan tuntunan syariat. Pakaian syar’i untuk perempuan memiliki dalil-dalil syariat yang jelas dan gamblang. Pakaian perempuan itu bukan berdasarkan adat kebiasaan, yang berarti jika masyarakat sudah terbiasa dengan pakaian tersebut maka pakaian itu dipakai; jika masyarakat tidak terbiasa dengannya maka pakaian tersebut tidak akan dipakai oleh kaum perempuan. Tidak bisa dikatakan juga bahwa pakaian muslimah ditentukan dan diatur oleh budayanya, sehingga akan berbeda antara orang Arab dan di luar Arab.

Bagaimana Ketentuan Syar’i Pakaian Muslimah?

Menurut Syekh Atha ibn Al-Rustah rahimahulullah, syariat telah mewajibkan pakaian tertentu kepada perempuan ketika keluar dari rumahnya dan beraktivitas dalam kehidupan umum. Syariat telah mewajibkan perempuan agar memiliki pakaian yang ia kenakan di atas pakaian rumahnya ketika ia keluar ke pasar atau berjalan di jalan umum, yakni dengan jilbab dalam maknanya yang syar’i.

Jilbab itu ia kenakan di atas pakaian rumahnya (mihnah) dan ia ulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya. Jika ia tidak memiliki jilbab, hendaknya ia meminjam jilbab dari tetangganya atau temannya atau kerabatnya. Jika ia tidak bisa meminjam atau tidak seorang pun meminjami dirinya maka ia tidak boleh keluar rumah tanpa mengenakan jilbab. Jika ia keluar tanpa memakai jilbab yang ia kenakan di atas pakaiannya (baju sehari-hari yang dikenakan di dalam rumah) maka ia berdosa, sebab ia meninggalkan kewajiban yang telah difardukan oleh Allah SWT atas dirinya.

Pakaian perempuan yang disyariatkan terdiri dari dua potong. Potongan pertama adalah bagian baju yang diulurkan dari atas sampai ke bawah menutupi kedua kaki. Bagian kedua adalah kerudung, atau yang menyerupai atau menduduki posisinya berupa pakaian yang menutupi seluruh kepala, leher dan bukaan pakaian di dada. Ini hendaknya disiapkan untuk keluar ke pasar atau berjalan di jalan umum. Adapun untuk menyempurnakan penutup kaki hendaknya bisa melengkapinya dengan mengenakan kaos kaki.

Jika ia memiliki kedua pakaian ini, ia boleh keluar dari rumahnya ke pasar atau berjalan di jalan umum, yakni keluar ke kehidupan umum. Sebaliknya, jika ia tidak memiliki kedua pakaian ini, ia tidak sah untuk keluar, apa pun keadaannya. Sebab, perintah dengan kedua pakaian ini datang bersifat umum dan ia tetap berlaku umum dalam semua kondisi; tidak ada dalil yang mengkhususkannya sama sekali.

Dalil atas kewajiban ini adalah firman Allah SWT tentang pakaian bagian atas:

وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ

…“Janganlah mereka menampakkan perhiasan-nya, kecuali yang (biasa) tampak pada dirinya. Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya. (QS An-Nur [24]: 31).

Juga firman Allah SWT tentang pakaian bagian bawah:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّ


Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS al-Ahzab [33]: 59).

Inilah pengertian hijab didalam Islam secara rinci, murni untuk mengatur wanita muslimah di kehidupan umum, tanpa ada unsur yang mengeksploitasi wanita yang justru diharamkan syarak. Sedangkan fashion dan kebebasan berekspresi sendiri adalah bentuk serangan pemikiran dari Barat yang biasa disebut 3F yaitu Food, Fun, Fashion, dan 3S yaitu Sex, Sing, Sport.

Apakah Kebebasan Berekspresi Merusak dan Berbahaya ?

Betul sekali bahwa dengan konsep kebebasan berekspresi inilah Barat merusak dan menyerang pemikiran serta kehidupan umat Islam agar sesuai dengan grand design mereka. Salah-satunya ialah mengeksploitasi wanita-wanita muslimah menjadi komoditas industri kapitalis. Barat-lah yang memotori dengan bentuk sponsor-sponsornya dalam hingar-bingarnya trend fashion di negeri-negeri muslim. Dan ide kebebasan berekspresi sejatinya adalah ide yang lahir dari kebencian Barat kepada hijab yang mereka anggap sebagai bentuk penindasan terhadap wanita.

Islam tidak melarang wanita dalam berekspresi dan berinovasi dalam bidang ilmu, mempelajari ilmu begitu pun metode-metode ilmiahnya. Dan Islam pun mewajibkan wanita berdakwah, beramar makruf nahi mungkar. Kedua hal inilah aktivitas wanita di luar rumah atau di kehidupan umum yang dibolehkan Islam. Walaupun tetap ada ketentuan syariat yang mengatur dan menjaga wanita muslimah ketika di luar rumah. Seperti mengenakan jilbab di kehidupan umum, tidak bolehnya muslimah melakukan perjalanan lebih dari tiga hari tanpa mahramnya, tidak berdandan tabarruj (menarik perhatian laki-laki) ketika bepergian di kehidupan umum, dan sebagainya.

Pandangan kebebasan berekspresi ini berbahaya karena manusia diberi kebebasan untuk melaksanakan syariat Islam atau tidak, dan memandang pelaksanaan kewajiban dalam syariat Islam hanya sebuah pilihan. Pandangan semacam ini akan mejadikan umat Islam mengambil Islam sesuai yang diinginkan dan meninggalkan sebagian yang lain. Padahal hijab (satrul aurat/ jilbab) adalah syariat Islam yang wajib diterapkan muslimah ketika berada di dalam hayatul aam. Dan perintah ini hukumnya wajiba a’in bagi tiap muslimah yang sudah balig dan berakal.

Dalam Islam tidak ada ajaran kebebasan berekspresi. Islam telah mengatur seluruh amal perbuatan umatnya terikat dengan hukum syara’. Keterikatannya pada hukum syara’ bukan berarti mengekangnya. Karena Allah yang Maha Pencipta atas seluruh hamba dan ciptaannya, Allah pula yang maha tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Keterikatannya pada ketentuan syariat justru akan menjaganya, melindungi, bahkan memuliakannya. Bukan mengekangnya. Karena itu umat Islam harus dicerdaskan terkait bahaya dari kebijakan kebebasan berekspresi yang menyesatkan ini. Di sisi lain harus terus dilakukan pencerdasan kepada umat agar memahami syariat Islam kafah, hingga muncul dorongan untuk menerapkannya.

Waallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]