Perayaan Tahun Baru Masehi, Apakah Termasuk Budaya Islam?

Suaramubalighah.com, Tanya Jawab – Tanya:

Ustazah, di tiap momen tahun baru Masehi, umat Islam sangat antusias menyambutnya. Berbagai aktivitas dilakukan, dari mulai mendatangi pusat keramaian; konvoi kendaraan di jalanan; sampai berdesakan memadati pantai demi menikmati detik-detik terbenamnya mentari di akhir tahun. Apakah hal ini menunjukkan bahwa perayaan tahun baru Masehi sudah menjadi budaya umat Islam? Bagaimana sikap umat Islam yang seharusnya?

 (Rivanty , Kab. Bandung)

Jawab:

Untuk menjawab pertanyaan ukhti Rivanty, kita harus memahami terlebih dahulu sejarah tahun Masehi itu sendiri.  Penetapan 1 Januari di tahun Masehi tidak lepas dari ajaran Nasrani. Yakni 1 Januari sebagai awal tahun diresmikan oleh Kaisar Romawi, Julius Caesar pada 46 SM. Penetapan ini lalu diresmikan ulang oleh Paus Gregorius XII, sebagai pemimpin tertinggi Katolik pada 1582. Kemudian hampir seluruh negara Eropa Barat yang Kristen mengadopsi penetapan tersebut sebelum mereka mengadopsi kalender Gregorian pada 1752.

Kemudian penanggalan ini kemudian diadopsi oleh Gereja pada abad ke-6 Masehi. Bagi umat Nasrani tahun baru adalah peringatan atas kelahiran Yesus. Sehingga perayaan tahun baru Masehi tidak hanya memiliki makna religius, tetapi juga melambangkan kesempatan untuk memulai hal-hal baru. Terdapat banyak ragam perayaan tahun baru Masehi di Barat, baik berupa ibadah di gereja maupun nonibadah seperti karnaval, hiburan, olah raga, berkumpul dengan keluarga, dan lain-lain. Berdasarkan fakta tersebut, dapat kita pastikan bahwa perayaan tahun baru Masehi tidak berasal dari Islam, artinya bukan budaya Islam.

Islam memiliki hari-hari istimewa tersendiri untuk diagungkan oleh kaum muslimin. Dari Anas ‘ibn Malik ra., “Dahulu orang Jahiliyah memiliki dua hari untuk mereka bermain-main pada tiap tahunnya. Saat Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau bersabda, “Dahulu kalian memiliki dua hari yang kalian bisa bermain-main pada saat itu. Allah telah menggantikan keduanya dengan yang lebih baik, yakni hari Fithri dan hari ‘Adha.” (HR Abu Daud 1134, An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra 1755, Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 1098)

Dalam perayaan tahun baru Masehi juga banyak atribut agama Nasrani seperti topi sinterklas, pohon natal, hingga terompet (ciri khas Yahudi) dan kembang api ciri khas Majusi penyembah api. Umat Islam pun banyak yang terbawa arus bahkan sudah menjadi kebiasaan (budaya). Padahal umat Islam mengikuti nya termasuk tasyabuh (tindakan menyerupai agama atau budaya agama lain).

Termasuk tindakan tasyabuh adalah upaya seseorang untuk meniru atau menyerupai tindakan, karakteristik, atau budaya golongan lain, terutama golongan yang tidak sesuai dengan keyakinan dan nilai-nilai Islam. Perilaku tasyabuh dapat dimulai dari berpakaian seperti golongan tersebut, meniru adat atau ritual keagamaan mereka, hingga meniru tindakan atau gaya hidup yang bertentangan dengan ajaran Islam. Rasulullah saw. bersabda :

“Tidaklah termasuk golongan kita seseorang yang meniru selain daripada kita. Janganlah meniru kaum Yahudi dan tidak pula kaum Nasrani. Sesungguhnya ucapan salam kaum Yahudi dengan isyarat jari-jari, dan ucapan salam kaum Nasrani dengan isyarat telapak tangan.” (HR Abu Dawud)

Terlebih lagi, seiring dengan arus sekularisasi dan  liberalisasi yang sangat kuat , perayaan tahun baru Masehi dirayakan semua kalangan termasuk umat Islam. Pesta dan foya-foya menjadi ciri khasnya.   Berbagai kemaksiatan mewarnai pesta tahun baru Masehi, anak-anak muda berpesta semalam suntuk, lelaki dan perempuan berbaur, tidak jarang diiringi dengan pesta minuman keras hingga pesta seks. Na’udzubillah.

Tahun baru Masehi bukanlah tahun baru untuk umat Islam, karena titik tolak sejarah  awal tahun Masehi berbeda dengan tahun Hijriah. Kalender matahari (penanggalan syamsiyah) dipakai oleh umat Kristiani, sedangkan kalender bulan (penanggalan qomariyah) dipakai oleh umat Islam, yang dikenal sebagai kalender Hijriah. Sementara ibadah umat Islam ditetapkan berdasarkan kalender Hijriah. Sehingga yang seharusnya menjadi patokan umat Islam adalah kalender Hijriah. Dan ini butuh kekuatan negara. Wallahu’alam. [SM/Ln]