Hukum Menjual Daging Anjing untuk Dikonsumsi

Suaramubalighah.com, Tanya Jawab –Tanya:

Saat ini kembali marak perdagangan daging anjing untuk dikonsumsi di beberapa wilayah Indonesia. Bagaimana pandangan hukum Islam terkait menjual daging anjing, apakah boleh?

(Aminah)

Jawab:

Maraknya perdagangan daging anjing untuk dikonsumsi di beberapa wilayah Indonesia, tentunya meresahkan bagi rakyat negeri ini yang mayoritas muslim. Bagaimana tidak, dalam Islam anjing adalah binatang yang berlaku baginya sejumlah aturan ketat. Di antaranya, tentang air liur anjing yang najis dan dagingnya yang haram dikonsumsi seorang muslim.

Jumhur ulama sepakat bahwa daging anjing haram dimakan. Keharaman daging anjing ini di antaranya dijelaskan dalam hadis, dari Aisyah radhiallahu’anha, Nabi ﷺ bersabda:

خمسٌ فَواسِقُ، يُقتَلنَ في الحرمِ، الفأرةُ، والعَقرَبُ، والحُدَيَّا، والغُرابُ، والكلبُ العَقورُ

“Ada lima hewan fasiq yang boleh dibunuh di tanah haram: tikus, kalajengking, burung buas, gagak dan anjing.” (HR. Bukhari no. 3314).

Dalam hadis disebutkan lafaz al-kalbul-‘aquur. Al Baihaqi rahimahullah menjelaskan,

الكلب العقور فقيل : هو الكلب المعروف ، وقيل : كل ما يفترس ؛ لأن كل مفترس من السباع يسمى كلبا عقورا في اللغة

“Al-kalbul-‘aquur adalah salah satu jenis anjing yang ma’ruf. Sebagian ulama mengatakan: al-kabul-‘aquur artinya semua binatang yang bertaring, karena semua binatang buas yang bertaring disebut kalbun ‘aquur dalam bahasa Arab.” (Ma’rifatus Sunan, 7/473).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dalam kitab Al-Irsyad menyebutkan salah satu kaidah makanan haram adalah, “Binatang yang diperintahkan syariat untuk membunuhnya dan dinamai sebagai hewan fasiq.” (Al-Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, hal. 305-306).

Dan karena anjing disebutkan dalam hadis Rasulullah ﷺ sebagai hewan fasiq, maka hukumnya haram memakannya. 

Para ulama juga mengharamkan daging anjing karena termasuk binatang buas yang memiliki taring, berdasarkan dalil dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

نهى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عن كلِّ ذي نابٍ من السِّباعِ . وعن كلِّ ذي مِخلَبٍ من الطيرِ

“Rasulullah  ﷺmelarang makan binatang buas yang memiliki taring dan setiap burung buas yang memiliki cakar.” (HR. Muslim no. 1934).

Telah disebutkan pula pendapat para ulama tentang keharaman anjing dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah,

يرى جمهور الفقهاء حرمة أكل لحم كلّ ذي نابٍ يفترس به, سواء أكانت أهليّةً كالكلب والسّنّور الأهليّ,‏أم وحشيّةً كالأسد والذّئب‏

“Jumhur fuqaha berpendapat haramnya memakan daging semua binatang yang memiliki taring untuk berburu. Baik itu binatang jinak seperti anjing dan kucing, atau binatang liar seperti singa dan serigala”.

Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah mengatakan:

وَمِنْ ذَلِكَ الْكَلْبُ: فَإِنَّ أَكْلَهُ حَرَامٌ عِنْدَ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ، وَعَنْ مَالِكٍ قَوْلٌ ضَعِيفٌ جِدًّا بِالْكَرَاهَةِ

“Di antara hewan yang haram dimakan adalah anjing. Anjing dilarang untuk dimakan menurut jumhur ulama. Ada pendapat Imam Malik yang memakruhkan namun ini pendapat yang lemah.” (Adhwa’ul Bayan, 2/303).

Lantas bagaimana jika seorang muslim menjual daging anjing, apakah boleh? Dari Abu Mas’ud radhiallahu’anhu, dia berkata:

أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ نَهَى عن ثَمَنِ الكَلْبِ، ومَهْرِ البَغِيِّ، وحُلْوَانِ الكَاهِنِ

“Rasulullah ﷺ melarang hasil penjualan anjing, penghasilan pelacur, dan upah perdukunan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:

ثَمنُ الكَلبِ خَبيثٌ

“Hasil penjualan anjing itu kotor” (HR. Muslim no. 1568).

Hadis di atas melarang jual-beli anjing. Imam An Nawawi menjelaskan, menjual anjing termasuk perbuatan yang dilarang dalam Islam. Sebab, ini termasuk hal tercela dalam mencari nafkah sehingga dilarang menjualnya. Selain itu, hasil yang dipetik dari penjualan anjing juga tidak halal. Dan keharaman menjual anjing ini merupakan pendapat mayoritas ulama, di antaranya ialah Hasan Basri, Rabi’ah al-Awza’i, Al-Hakam, Hammad, Syafi’i, Ahmad, Daud, Ibnu al-Mundzir, dan lainnya.

Sayangnya dalam iklim kehidupan kapitalisme sekuler seperti saat ini, keuntungan materi di atas segalanya. Meskipun banyak pihak yang menuntut agar perdagangan anjing segera dihentikan, namun hal ini tidak mudah. Padahal, jika ditinjau dari segi kesehatan, daging anjing justru membahayakan untuk dikonsumsi. Dan mengonsumsi daging anjing ini sudah terbukti berdampak korban nyawa, seperti kasus di Nusa Tenggara Timur bulan September lalu.

Sayangnya, belum ada regulasi serta tindakan tegas dan serius dari pemerintah pusat dalam menghentikan perdagangan daging anjing ini. Beberapa pemerintah daerah memang sudah ada yang mengeluarkan Peraturan Daerah terkait larangan penjualan daging anjing, namun ini belum berhasil menghentikannya. Hal ini karena menyangkut berbagai dimensi kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Disinyalir ada sejumlah alasan masyarakat mengonsumsi daging anjing, di antaranya terkait kultur budaya, kepercayaan, mitos, dan ada juga untuk obat.

Persoalan ini tidak bisa dilepaskan dari akar masalahnya, yaitu penerapan sistem demokrasi kapitalisme di negeri ini. Sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berperilaku, meniscayakan rakyat boleh berbuat apa pun tanpa memperhatikan halal dan haram, termasuk dalam masalah makanan. Dan tidak ada juga istilah halal dan haram dalam kamus ekonomi kapitalisme. Semua perdagangan sah dilakukan selama ada potensi pasar yang menjanjikan keuntungan materi. Tidak ada jaminan perlindungan hukum dari negara untuk memastikan kehalalan setiap pangan yang dikonsumsi masyarakat. Inilah realitas kehidupan masyarakat muslim dalam sistem kapitalisme yang tidak menerapkan syariat Islam.

Sudah saatnya kita kembali pada penerapan syariat Islam kaffah yang akan menjamin semua kehidupan masyarakat terlindungi dan membawa kemaslahatan bagi rakyatnya. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]