Oleh: Lulu Nugroho
Suaramubalighah.com, Opini – masyarakat yang terjadi, semakin di luar akal manusia. Akibat penerapan sistem sekularisme kapitalisme, suami menjerumuskan istrinya, untuk terlibat di dalam prostitusi. Polres Malang telah berhasil menangkap dua suami yang menjual istrinya ke pria hidung belang melalui aplikasi online, di salah satu penginapan di wilayah Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Para tersangka tadi, membuat akun melalui ponselnya dengan menampilkan foto korban, dan menawarkan sejumlah tarif, dari Rp500 ribu hingga Rp600 ribu. Kasus ini termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus prostitusi. (Rri.co.id, 15-12-2023)
Kedua pria yang terlibat kasus yang sama tersebut berasal dari tempat yang berbeda. Pria berinisial AP (22), asal Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar, tertangkap pada 3 Desember 2023. Sedangkan pria lainnya berasal dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang ditangkap polisi pada 1 Desember 2023. Namun aksi bejat yang mereka lakukan, berlangsung di tempat yang sama.
Sekulerisme kapitalisme Akar Masalahnya
Lemahnya keimanan karena pemisahan agama dari kehidupan, ditambah desakan ekonomi, menjadi penyebab utama seorang suami menistakan istrinya. Sekularisme menjadikan suami tak ada lagi rasa takut kepada Allah SWT. Suami yang seharusnya menjadi penjaga dan pelindung kehormatan istri dan keluarga nya, justru menjerumuskan pasangan hidupnya pada kemaksiatan nan keji.
Begitu pula halnya dengan sistem ekonomi yang bersifat kapitalistik, menyebabkan harta hanya berputar pada orang kaya saja, yakni para kapitalis atau pemilik modal. Kebijakan negara pun hanya berpihak pada pemilik modal, hingga acapkali mengorbankan rakyat. Alhasil menjadikan kehidupan semakin sempit. Ditambah lagi harga kebutuhan pokok semakin mahal, tak terjangkau. Kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang dan papan, serta kebutuhan komunal terhadap pendidikan, kesehatan dan keamanan, berbayar pula. Maka wajar, jika para suami mencari jalan pintas untuk menyelesaikan masalah ekonominya.
Beragam masalah yang melatarinya, baik karena terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), atau sulit mendapatkan lapangan pekerjaan, membuat suami tidak memiliki penghasilan untuk menghidupi keluarganya. Selain itu, bisa juga karena suami malas bekerja, dan negara mendiamkannya, tanpa sanksi.
Prostitusi menjadi solusi mudah untuk menghasilkan banyak uang, tanpa menimbang dari paradigma syariat. Mereka tak peduli batasan yang dibuat Allah SWT, serta menjadikan materi sebagai tujuan aktivitas dan sumber kebahagiaannya. Inilah buah dari diterapkannya sekularisme. Berlandaskan pemisahan agama dari kehidupan (fashludin ‘anil hayah), manusia meraja dengan aturan yang dibuatnya.
Nilai baik dan buruk, serta benar dan salah, sesuai takarannya sendiri. Pemikiran yang jauh dari Islam, melahirkan pemahaman yang keliru. Pada akhirnya tingkah laku yang muncul pun, jauh dari ketentuan syariat. Maka tak heran, para suami yang seharusnya melindungi istrinya, justru sampai hati menjerumuskan istrinya masuk ke dalam dunia prostitusi. Mandulnya sistem sanksi produk sistem sekuler tidak mampu mencegah dan membuat efek jera bagi masyarakat. Sehingga kejahatan demi kejahatan terus saja terjadi.
Islam Kaffah Menjadi Solusi
Islam sebagai agama yang lurus dan sempurna mendorong akal manusia untuk tunduk kepada Sang Pencipta. Dari sinilah melahirkan aktivitas taat, sebagaimana Islam mewajibkan individu untuk terikat dengan hukum syara‘. Manusia tidak boleh bertingkah laku bebas sekehendak hatinya, tidak juga saat menghukumi fakta atau memutuskan perkara. Seluruh kehidupannya berputar di dalam Islam.
Begitu pula halnya pengaturan rumah tangga hingga negara, semuanya dilakukan dengan tatanan Islam. Maka akan kita jumpai bahwasanya hubungan suami dan istri dalam Islam, laksana sebuah persahabatan yang damai dan menentramkan. Kerja sama yang terjalin di sana, semata-mata untuk mencapai rida Allah SWT. Sehingga setiap anggota keluarga, akan saling bersinergi, dalam menjalani perannya masing-masing, tatkala menapaki jalan takwa.
Suami adalah pihak yang bertanggung jawab (qawwam) di dalam rumah tangganya. Kepemimpinannya bukan berarti ia boleh bertindak otoriter atau sewenang-wenang dalam setiap perkara, tetapi ia bertanggung jawab pada pengaturan dan pemeliharaan urusan rumah, seraya memastikan tegaknya hukum syara‘. Maka suami wajib menjaga keimanannya sendiri, anak-anak dan istrinya, serta semua orang yang menjadi tanggung jawabnya.
Suami pun wajib memerhatikan kondisi fisik dan psikis keluarganya, memberikan kasih sayangnya, dan membimbing keluarganya, agar senantiasa berada dalam ketaatan. Interaksi di dalam rumah adalah interaksi yang produktif dan kondusif, saling bekerja sama dan tolong menolong dalam keimanan.
Allah berfirman di dalam Al-Qur’an:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS At-Tahrim ayat 6)
Termasuk para perempuan, mereka pun harus menjaga anak-anak dan keluarganya. Bahkan ketika urusan nafkah dan kepemimpinan dalam keluarga diamanahkan kepada para suami, seorang istri akan fokus pada tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (al–ummu wa rabbatul baiyt). Tidak hanya suami, penjagaan lain datangnya dari masyarakat dan negara.
Terbentuknya masyarakat Islam meniscayakan penjagaan terhadap syariat, dengan senantiasa memastikan hukum Allah SWT tegak di tengah kehidupan bermasyarakat. Ketika terdapat penyimpangan, masyarakatlah yang lebih dulu mendeteksi dan memperbaiki, melalui aktivitas kontrol, yakni penjagaan di lingkungannya, dengan amr ma’ruf nahy munkar.
Sedangkan negara melalui ria’yah penerapan Islam kaffah, menegakkan kalimatullah di seluruh lini kehidupan masyarakat. Negara Khilafah akan menancapkan pemahaman Islam pada semua kalangan, hingga setiap warga akan menghasilkan perilaku mulia. Hingga para ibu akan mengerti posisi dan tanggung jawab mereka di dalam sebuah peradaban yakni sebagai ibu generasi atau ummul ajyaal. Begitu pun ayah, bertanggung jawab mencari nafkah dan memimpin keluarganya.
Islam jelas melarang suami yang menjerumuskan istrinya ke dalam prostitusi. Khilafah akan memberi sanksi tegas terhadap suami serta para pelaku zina lainnya. Sanksi tersebut bersifat pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir) akan menghalangi munculnya pelaku baru di kemudian hari, pun menimbulkan efek jera. Khilafah juga memiliki mekanisme peradilan (al–qadla) dan polisi (asy–syurthah) yang dapat memperbaiki setiap kerusakan, dengan Islam.
Sejalan dengan itu, Khilafah akan menyediakan banyak lapangan kerja. Termasuk memberikan modal bagi yang membutuhkan untuk berdagang, atau lahan bagi para penggarap tanah, dan beragam sarana dan prasarana penunjang agar seorang suami memiliki kapabilitas yang mumpuni untuk mencari nafkah. Sehingga tak akan ada lagi kepala keluarga, yang enggan bekerja atau menyerahkan tanggung jawabnya kepada istrinya.
Khalifah sebagai pengatur urusan umat (raa’in) pun tidak akan berbuat aniaya terhadap rakyatnya. Berbagai bentuk pembangunan dinisbatkan untuk kemaslahatan umat dan kemuliaan Islam. Maka tidak akan terjadi alih fungsi lahan yang menyebabkan kehidupan masyarakat tergusur, hingga mereka kesulitan mengais rezeki atau mempertahankan keimanannya.
Penerapan Islam kaffah memastikan tersebarnya rahmat bagi semesta alam, sehingga dapat dirasakan di seluruh penjuru bumi. Seseorang akan malu bermaksiat. Khilafah pun akan melakukan pengawasan terhadap media sosial. Tidak boleh ada penyebaran konten ponografi dan pornoaksi yang mengakibatkan pemikiran masyarakat terpaku pada aktivitas mengumbar hawa nafsu (jinsiyah) saja, termasuk transaksi zina. Seluruh media penerangan, digunakan untuk menyampaikan Islam, sehingga atmosfer keimanan dirasakan setiap individu dalam negara Khilafah.
Khilafah adalah sebaik-baik kepemimpinan. Dengan penerapan Islam kaffah, akan menyelamatkan dan melindungi manusia dari kekufuran. Seluruh alam merasakan rahmatnya. Dari sini pula akan terbentuk ketahanan keluarga yang kokoh dan mampu melahirkan generasi tangguh, yang siap mengemban tugas kebangkitan umat. Inilah sebaik-baik kehidupan yang dirindukan umat, penuh keberkahan dan rahmat Allah SWT dapat dirasakan bagi semesta alam. Allahumma ahyanaa bil Islam.