Pesantren dan Perubahan Iklim: Korban Oligarki

  • Opini

Oleh: Idea Suciati, M.AP

Suaramubalighah.com, Opini – Di tengah peliknya masalah perubahan iklim dan dampaknya terhadap lingkungan, pesantren pun terus diminta kepeduliannya dalam memberikan solusi. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak pesantren untuk ikut terlibat dalam mendukung upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia. (ppid.mnlhk.go.id, 9-07-2023)

“Pesantren merupakan salah satu pihak yang terlibat aktif dalam penanaman dan rehabilitasi lahan, termasuk kampanye sedekah oksigen,” kata Tenaga Ahli Menteri LHK, Lia Istifhama dalam gelaran Indonesia Climate Change Expo and Forum (ICCEF) di Surabaya, Jawa Timur (6-9 Juli 2023),

Akademisi Universitas Darussalam Gontor, Syahruddin pun mengungkapkan bahwa terdapat 5 juta santri di seluruh Indonesia yang dididik untuk menjadi khalifah di muka bumi di dalam mengelola alam semesta secara bijak.

Pesantren dianggap sebagai lembaga pendidikan independen yang sejak lama ikut peduli terhadap lingkungan. Banyak Pesantren yang sudah berdiri puluhan tahun yang sejak awal sudah banyak melakukan program peduli lingkungan. Misalnya, pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep, Jawa Timur yang diberi gelar sebagai pesantren berwawasan lingkungan hidup. Di sana sudah terbiasa free plastik, bahkan di sana baru diresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Selain itu, telah digagas konsep Eco-pesantren, yakni upaya menjadikan pondok pesantren berbasis ramah lingkungan melalui kurikulum lingkungan. Di dalamnya terdapat bentuk-bentuk kegiatan partisipatif seperti peningkatan pola hidup yang ramah lingkungan, pengembangan unit kesehatan, dan lingkungan dalam tata kelola pesantren, sehingga dapat memanifestasikan nilai-niai green building yang efektif dan efisien. Pesantren melakukan aksi nyata dalam pengelolaan sampah, air bersih, dan sanitasi, dapat dijadikan percontohan dan pembelajaran bagi masyarakat sekitarnya.

Pesantren yang peduli lingkungan pada dasarnya adalah sesuatu yang wajar. Karena peduli lingkungan adalah bagian dari akhlak yang didorong untuk dimiliki oleh setiap muslim. Motivasi akidah ini jauh lebih kuat daripada motivasi sekedar nilai moral. Apalagi mengingat jumlah pesantren di Indonesia yang sangat banyak, tentu saja pemerintah meminta peranan pesantren untuk ikut menyelesaikan masalah perubahan iklim.

Namun, apakah permasalahan perubahan iklim bisa diselesaikan di tataran teknis seperti yang didorong untuk pesantren lakukan? Padahal pesantren sendiri sudah begitu lama berkontribusi dalam upaya peduli lingkungan. Di mana sesungguhnya letak akar masalah yang menyebabkan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan ini?

Perubahan Iklim Akibat Kebijakan Kapitalistik

Perubahan iklim adalah permasalah yang kompleks. Penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor yang berbeda serta menimbulkan dampak bagi kehidupan manusia. Iklim berubah secara terus menerus karena interaksi antara komponen-komponennya dan faktor eksternal seperti erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, dan faktor-faktor disebabkan oleh kegiatan manusia seperti misalnya perubahan penggunaan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil.

Perubahan iklim seiring dengan terjadinya kerusakan lingkungan. Di Indonesia terus bertambah kasus kerusakan hutan,  penebangan pohon, penggundulan hutan secara ilegal. Menurut data statistik Kementerian Kehutanan tahun 2011, laju deforestasi di Indonesia pada periode 2000-2010 melesat hingga 1,2 juta hektar hutan alam setiap tahun. Konversi hutan paling besar adalah untuk pertambangan dan perkebunan sawit.

Pencemaran  lingkungan juga terjadi akibat industri-industri tidak bertanggung jawab, global warming dari  pembakaran bahan bakar fosil yang terus meningkat, pembuangan sampah  sembarangan hingga mengakibatkan banjir dan kegiatan penambangan yang  meninggalkan bekas galiannya sehingga menyebabkan longsor. Demikian secuil gambaran parahnya kerusakan alam negeri ini.

Tentang penyebab semua kerusakan itu, sesungguhnya Allah SWT telah memberi tahu kita dalam firmannya,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ ٤١

Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS Ar-Ruum,30: 41)

Menurut Tafsir Tahlili Qur’an Kementerian Agama RI, kerusakan dalam surah Ar Rum ayat 41 diistilahkan dengan al-fasad. Dijelaskan, al-fasad adalah segala bentuk pelanggaran atas sistem atau hukum Allah SWT yang diterjemahkan sebagai perusakan. Senada dengan penjelasan Syaikh Ali Ash-Shabuni dalam tafsirnya, bahwa telah tampak beragam kerusakan dan malapetaka di daratan dan lautan disebabkan oleh kemaksiatan dan dosa manusia.

Dalam Ecologie et Politique (2022), Secretary General Executive Director ENEP menyatakan bahwa kerusakan-kerusakan  lingkungan tidak terjadi secara alamiah, melainkan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari ekonomi politik yakni sistem kapitalisme.

Kapitalisme adalah sistem politik dimana pemilik modal memegang peranan penting dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang akan memudahkan bisnisnya. Profit menjadi orientasi utama, akibatnya bisa melegalkan apa saja bahkan jika harus merusak lingkungan sekalipun. Kebijakan kapitalistik lahir dari kolusi jahat antara penguasa dan para pemilik modal yang telah mensponsori biaya politiknya. Balas budi penguasa dibayar dengan memuluskan kebijakan-kebijakan yang bersifat eksploitatif dan sering abai dari kajian analisis lingkungan.

Lebih parah lagi, saat ini segelintir kapitalis berubah menjadi oligark yang menyetir kebijakan-kebijakan di negeri ini. Persoalan kebijakan ini adalah permasalahan hulu yang seharusnya menjadi akar permasalahan yang harus segera dibenahi. Karena jelas ada hubungan yang nyata antara perubahan iklim dan kerusakan alam dengan kepentingan oligarki.

Dengan demikian, mendorong pesantren untuk peduli lingkungan di tataran teknis (hilir) tapi tanpa menyelesaikan permasalahan di hulu, yakni kebijakan politiknya, ibarat memosisikan pesantren sebagai pemadam kebakaran, sementara pelaku pembakaran dibiarkan bahkan diizinkan untuk terus melakukan pembakaran.  Padahal, pesantren pada hakikatnya adalah juga korban dari kebijakan kapitalis oligarki.

Pesantren Melawan Oligarki

Dengan sumber daya yang dimiliki, Pesantren bisa melakukan hal yang lebih urgen dari sekedar melakukan edukasi dan aksi peduli lingkungan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan dakwah Islam, seharusnya fokus dalam mengedukasi masyarakat bahwa kerusakan lingkungan adalah akibat kesalahan sistemik dari penerapan sistem kapitalis sekular. Akibat ditinggalkannya syariat Islam yang mulia dalam mengatur kehidupan.

Pesantren pun harus ikut melakukan muhasabah lil hukam, menasehati penguasa untuk hanya menerapkan syariat Islam dalam mengatur masyarakat. Karena hanya syariat Islam dari Allah yang didesain agar bisa membawa rahmatan lil ‘alamin.

Jika menilik sejarah pesantren yang di dalamnya, ulama dan santri selalu menjadi terdepan dalam melawan penjajahan. Dulu melawan penjajah Belanda (Kompeni atau Kapitalis Belanda) yang berusaha mengeruk SDA dan menzalimi rakyat Indonesia. Bukankah kebijakan kapitalistik oligarki saat ini tak ubahnya bentuk penjajahan juga? Bukankah negeri ini sedang dikuasai oleh tangan-tangan jahat penjajah berkedok pembangunan infrastruktur, pembiayaan utang dsb?

Pesantren tidak boleh teralihkan dan dikerdilkan hanya sebagai ‘pemadam kebakaran’ para penjajah. Tapi harus tampil menjadi lokomotif dalam upaya mengusir para ‘pembakar’ yakni para oligarki dan sistem kapitalisme. Pesantren harus bersama umat menuntut untuk diterapkannya kembali syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah. Dengan begitu insya allah janji Allah SWT akan kita rasakan, Allah SWT berfirman.

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ96

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan” (TQS Al A’raf: 96)

Wallahu’alam bishshawab.

[SM/Ln]