Julid Fi Sabilillah, Bukti Pentingnya Dakwah di Media Sosial

  • Opini

Oleh: Idea Suciati, M.AP

Suaramubalighah.com, Opini – Gerakan julid fi sabilillah sedang ramai dibicarakan di media sosial khususnya pada platform X. Gerakan ini merupakan aksi netizen Indonesia yang berkoalisi dengan Malaysia dalam melawan Zionis dan Israel di media sosial. Gerakan ini pertama kali muncul dari akun Erlangga Greschinov (@Greschinov). Lalu Ia ‘diangkat’ menjadi Komandan Satuan Operasi Khusus Netizen Julid Anti-Israel. (Republika.co.id, 29-09-2023)

Bentuk gerakan ini adalah menyerang akun-akun sosial media tentara dan aparat Yahudi yang digunakan untuk membangun opini dan membagikan foto keseharian menyerang Palestina. Serangan julid tersebut berupa mengutuk tindakan Zionis Yahudi, menyebut mereka penjahat perang, Zionis, menggunakan hastag free Palestine, menyebut mereka “child killer” dan “terrorist”, mengajari mereka soal sejarah Palestina, mengutuk mereka masuk neraka, dan lain sebagainya. Tujuannya untuk menjatuhkan mental dan moral tentara Zionis.

Ada juga yang memadukan komentar julid dengan berbagai bahasa Inggris, lalu bahasa Indonesia, lalu ditambah bahasa Jawa, bahasa Sunda, atau bahasa lokal lainnya. Tujuannya, agar komentar tersebut tidak dilaporkan atau diblokir oleh media sosial terkait, seperti Instagram atau TikTok. Tak ketinggalan netizen Indonesia juga rajin mengedit foto-foto tentara Israel.

Gerakan ini cukup membuat akun-akun tentara Israel frustasi. Salah satunya akun seorang tentara Israel @michal_matzov yang dirujak warganet RI di kolom komentar dengan menyebutnya sebagai “teroris”, “go to the hell” hingga “pembunuh bayi”.

Upaya Menghilangkan Kemungkaran

Menurut Kyai Shiddiq Al-Jawi dalam siarannya di Khilafah Channel Reborn (9/12), gerakan julid fi sabilillah sebagai salah satu uslub atau cara melawan Zionis, hukumnya boleh dalam Islam. Hal itu salah satu upaya menghilangkan kemungkaran dengan lisan. Dalilnya adalah hadis Nabi saw., dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubahnya (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR Muslim)

Bahkan jika pelakunya meniatkannya sebagai salah satu cara dalam berjihad fi sabilillah, maka insya Allah akan mendapat pahala yang besar di sisi Allah. Bisa dikatakan inilah julid yang berpahala. Dengan demikian, gerakan perlu diapresiasi dan boleh diikuti dalam upaya mencegah kemungkaran. Gerakan julid fi sabilillah memang tidak langsung bisa menghentikan kekejian Zionis Yahudi di Palestina. Hanya saja gerakan ini diharapkan bisa mengubah opini masyarakat agar berpihak kepada Palestina dan Islam.

Propaganda Media Sosial

Media sosial memang dimanfaatkan secara sistematis oleh Zionis Yahudi untuk melakukan propaganda memfitnah pejuang Palestina dan membuat pembenaran-pembenaran terhadap aksi Zionis. Dengungan para buzzer bertujuan membuat bingung masyarakat, sampai terjebak pada popularism (seolah-olah yang populer adalah yang benar). Upaya di atas terlihat dari dana besar yang mereka gelontorkan untuk membayar para buzzer yang melakukan propaganda di media sosial.

Laporan yang dibuat peneliti Universitas Oxford mengungkapkan dana buzzer di Israel bisa mencapai 100 juta dollar AS, atau Rp 1,4 triliun. Dalam laporan bertajuk The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation, pendengung Israel berada di level high capacity. Artinya, buzzer di sana melibatkan jumlah besar, baik dalam sisi orang yang mengatur atau anggaran yang dipersiapkan untuk menyebarkan disinformasi. (Kompas.com, 5-10-2019)

Berdasarkan laporan itu juga diketahui bahwa buzzer Zionis Yahudi adalah tim yang terlatih secara formal berisi sekitar 400 orang. Dana besar juga mereka dapatkan dari sejumlah penggalangan dana para taipan dunia. Seperti taipan real estate Amerika Serikat, Barry Sternlicht menjalankan kampanye Facts for Peace untuk mendukung Zionis. Kampanye ini untuk meraih kembali dukungan publik untuk Israel melalui publikasi video di media sosial, termasuk satu video yang membantah klaim bahwa Israel adalah negara apartheid. Klaim ini berlawanan dengan temuan dari ahli hak Palestina, Israel, dan lembaga hak asasi manusia internasional, termasuk PBB, yang menyatakan bahwa Israel menerapkan apartheid melalui “sistem hukum dan politik ganda yang sangat diskriminatif” di wilayah yang diduduki. (Merdeka.com, 17-11-2023)

Lebih dari 50 tokoh terkemuka dunia, termasuk mantan CEO Google Eric Schmidt, CEO Dell Michael Dell, dan pemodal terkenal Michael Milken, sedang dihubungi dalam upaya mengumpulkan jutaan dolar untuk membantu Zionis Yahudi. Selain Zionis, China pun menggunakan buzzer dan kekuatan sosial media untuk memanipulasi informasi berkaitan dengan kekejaman mereka terhadap warga muslim Uighur di Xinjiang.

Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengutip studi yang memberikan detail kampanye disinformasi Beijing terkait penindasan yang dilakukannya terhadap warga Uighur dan kelompok minoritas berbahasa Turki lainnya. Aktor PKT (Partai Komunis Tiongkok) menempatkan cerita palsu tentang Xinjiang di berbagai platform media sosial, termasuk penggambaran warga Uighur yang hidup bahagia dan postingan yang menekankan klaim palsu diperolehnya keuntungan ekonomi di kawasan itu di bawah kebijakan Beijing, demikian menurut laporan itu. (ipdefenseforum.com, 13-09-2022)

Sarana Dakwah Islam Kaffah

Fakta di atas menunjukkan bahwa media sosial bisa dijadikan sarana untuk mengubah opini masyarakat. Informasi yang salah jika terus diaruskan bisa jadi dianggap benar. Sebaliknya, informasi yang benar jika tidak diaruskan bisa jadi tidak akan dipahami masyarakat. Opini yang terbentuk di media sosial bisa mengubah pandangan masyarakat di dunia nyata terhadap isu tertentu.

Di sinilah media sosial harus optimal dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah Islam. Konten-konten yang menarik dan pas akan mudah dibaca, ditonton dan dipahami masyarakat. Tentu disesuaikan dengan target pembaca atau penonton. Para buzzer tersistematis anti Islam harus dilawan dengan aksi buzzer kaum muslimin yang militan. Menggempur media sosial dengan opini-opini Islam.

Meskipun media sosial memiliki kekuatan positif, ada juga bahaya dan tantangan. Hoaks, misinformasi, polarisasi, komentar julid dan lainnya,  dapat merusak dialog dan pemahaman yang sehat. Maka, secara personal seorang muslim dituntut untuk cerdas, waspada dan kritis dalam menyaring informasi. Sikap wara’ harus diutamakan tanpa mengurangi keberanian dalam menyuarakan kebenaran.

Afiliasi pemilik platform sosial media pun menjadi tantangan. Seperti Facebook, X, ataupun youtube sudah sering memblokir atau menghapus konten-konten pro-Islam, anti L6BT atau baru-baru ini pro-Palestina. Malaysia lewat Menteri Komunikasi Malaysia, Fahmi Fadzil mengecam mengecam tindakan yang dilakukan TikTok dan Meta, induk perusahaan Facebook. Penyebabnya, kedua raksasa media sosial itu disebut telah memblokir konten pro-Palestina. Namun, Tiktok dan Meta membantah dan mengatakan bahwa itu terjadi karena permasalahan teknis yang tidak terkait dengan isi konten. (Cnbcindonesia.com, 26-10-2023)

Meski demikian, dakwah di media sosial harus terus melaju. Jika satu akun diblokir, maka buat akun yang baru. Atau disiasati dengan istilah atau cara-cara kreatif, seperti yang dilakukan dalam gerakan julid fi sabilillah misalnya. Tujuannya agar opini tetap bisa tersebar.  Karena media sosial ibarat pedang bermata dua, bisa dijadikan alat untuk kejahatan maupun kebaikan. Jangan remehkan aksi view, posting mandiri, posting ulang, like, comment ataupun sekadar share. Semua itu seperti upaya kecil tapi jika dilakukan secara terus menerus, insya allah akan berdampak besar bagi tersebarnya opini Islam.

Gerakan julid fi sabilillah perlu didukung sebagai salah satu upaya dakwah mengubah opini masyarakat. Namun, jangan berhenti sampai di situ. Gerakan dakwah di media sosial untuk mendorong jihad fi sabilillah dalam arti qital atauperang di darat juga harus didengungkan. Karena jihad fi sabilillah tetap menjadi solusi paling efektif untuk menghentikan agresi Zionis Yahudi.

Kita harus ingat, kekuatan Islam ada di dalam pemikiran atau tsaqafahnya. Maka tsaqafah Islam harus disebar dengan berbagai uslub dan wasilah. Jika di zaman dulu hanya ada tinta dan unta, maka zaman now ada media sosial yang bisa dimanfaatkan sebagai wasilah menyebarkan pemikiran Islam.

Bukankah yang kita serukan adalah Islam yang merupakan kebenaran? maka tidak perlu takut. Ada Allah adalah sebaik-baik pelindung. Serta keyakinan terhadap janji Allah untuk memenangkan dan pertolongan Allah bagi siapa saja yang menolong agama-Nya. Yang menjadi kewajiban kita adalah berdakwah dengan segala daya kekuatan dan wasilah yang mungkin dimanfaatkan, termasuk media sosial ini.

Para mubalighah, da’i, kader dakwah harus aktif di media sosial dengan menjadikan pemikiran Islam sebagai topik utama dakwah. Terutama dakwah kepada  syariat dan Khilafah, sebagai solusi bagi permasalahan umat, termasuk persoalan Palestina. Mari kita bersama-sama trendingkan konten-konten Islam kaffah agar terwujud opini umum (ra’yul ‘am) di tengah masyarakat mengenai Islam, yang lahir dari kesadaran umum (wa’yul ‘am) umat untuk kembali mewujudkan kembali kehidupan Islam.

Wallahu a‘lam bishshawab.

[SM/Ln]