Oleh: Mutiara Aini
Suaramubalighah.com, Opini — Geger! Di sejumlah kabupaten/ kota di Jawa Barat terdapat pusat pengepulan anjing untuk dikonsumsi dagingnya. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat (Jabar), berhasil membongkar praktik jual beli daging anjing di sembilan daerah. Di antaranya Garut, Sumedang, Subang, Kuningan, Majalengka, Indramayu, Cianjur, Sukabumi, dan Tasikmalaya.
Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar Mohamad Arifin Soedjayana, para pengepul ini mengambil anjing di sembilan daerah tersebut, kemudian dikirim ke DKI Jakarta dan Jawa Tengah.
Melihat kejadian ini Arifin pun meminta agar pemerintah kabupaten dan kota yang ada di Jabar untuk memperketat lalu lintas perdagangan anjing. Imbauan tersebut dikeluarkan setelah beredar luas praktik jual beli anjing di Kabupaten Subang yang akan dikirim ke daerah Jawa Tengah. (republika.co.id,18/1/2024).
Meresahkan Masyarakat Mayoritas Muslim
Maraknya perdagangan daging anjing untuk dikonsumsi di beberapa wilayah Indonesia tentu sangat meresahkan rakyat, utamanya yang mayoritas muslim. Bagaimana tidak, dalam Islam, anjing adalah binatang yang berlaku baginya sejumlah aturan ketat. Di antaranya, tentang air liur anjing yang najis dan dagingnya yang haram dikonsumsi seorang muslim.
Dalam kasus ini pemerintah ibarat pemadam kebakaran, baru bertindak saat kasus sudah merebak dan merugikan masyarakat. Undang-undang jaminan halal dan lembaga perlindungan konsumen pun tidak bisa menjadi penjamin pangan halal di masyarakat. Sebab Undang-undang tersebut dibalut oleh sistem kapitalisme sekuler yang hanya fokus pada keuntungan materi.
Begitu juga pemerintah kapitalistik hanya memberikan label atau sertifikat halal bukan didorong oleh keimanan kepada Allah Swt., akan tetapi karena faktor ekonomis dan materialistik. Maka wajar saja jika negara tidak memantau kehalalan produk dari hulu ke hilir dengan sungguh-sungguh sehingga tak jarang ditemukan kecurangan oleh pelaku usaha.
Di sisi lain, dalam sistem yang serba bebas hari ini negara cenderung ambigu dalam menentukan sikap. Karena memandang masih terdapat segelintir masyarakat yang mengonsumsi. Sikap ini justru bisa membahayakan bagi yang tidak mengonsumsi, khususnya kaum muslim. Kondisi ini berpotensi besar menimbulkan kekisruhan dan kekhawatiran di tengah masyarakat.
Selama sistem kapitalisme masih tegak, hal apa pun akan diberi ruang jika dapat mendatangkan manfaat dan profit laba. Tak terkecuali perdagangan daging anjing. Padahal keharaman dan ketidaktayibannya sudah jelas. Akan tetapi di negeri yang mayoritas muslim terbesar di dunia ini, keberadaannya masih banyak ditemukan. Hal ini lagi-lagi menunjukkan negara gagal melindungi rakyat dari produk haram yang juga merugikan kesehatan bagi umat Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 168,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Begitu juga para ulama fikih telah sepakat bahwa asal seluruh benda hukumnya mubah (boleh), baik untuk dimakan maupun dimanfaatkan, sebelum ada dalil yang melarang atau mengharamkannya. Hal-hal yang diharamkan darinya itu ada dua macam; pertama, yang diharamkan karena zatnya (haram lizatihi). Seperti anjing, babi, bangkai, darah, khamar, dan sebagainya serta mengharamkan transaksinya, baik jual beli, sewa menyewa, maupun mengolah dan memproduksinya. Kedua, diharamkan karena dikaitkan dengan sesuatu (haram lighayrihi) yaitu yang diharamkan karena bersangkutan dengan hak-hak Allah atau hak-hak manusia. Seperti mencuri, merampas, riba, judi, dan sejenisnya.
Islam Menjaga Kehalalan dan Ketayiban Makanan dan Minuman
Mengonsumsi produk halal bagi seorang muslim merupakan wujud ketaatan kepada Allah SWT dengan tujuan yang ingin diraih adalah meraih rida Allah SWT. Oleh karena itu, dalam negara Islam (Khilafah) kehalalan makanan dan minuman merupakan perkara penting. Bukan karena perhitungan bisnis, tetapi karena ketaatan pada Allah SWT.
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al Baqarah ayat 168 berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ –
“Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.” (QS 2 :168)
Mengonsumsi makanan yang haram, akan menghalangi dari terkabulnya doa, juga menjadi penyebab rusak dan kotornya pikiran serta hati. Hal ini pun dapat memicu pada kemaksiatan, kekufuran, kefasikan, bahkan kezaliman. Ini merupakan langkah-langkah setan yang menjauhkan manusia dari ketaatan dan mendurhakai Allah SWT.
Daging anjing hukumnya haram. Hadits yang menyebutkan ini di antaranya, dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan.” (HR. Muslim no. 1933). Dari Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam.” (HR Muslim no. 1934).
Anjing juga termasuk dalam kelompok binatang yang diperintah untuk dibunuh. Karena diperintah untuk dibunuh, maka daging anjing haram. Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74), setiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan. (Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu’ Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).
Oleh karenanya, Islam mewajibkan negara untuk menjamin keterjagaan rakyatnya dari semua hal yang diharamkan Allah SWT dan Rasulullah saw., termasuk masalah makanan dan minuman, dalam hal ini peredaran daging anjing. Negara wajib menindak tegas pelaku bisnis anjing ini tanpa mempertimbangkan untung-rugi maupun kemaslahatan apa pun. Sebab sesuatu yang diharamkan Allah SWT pasti mendatangkan kemudaratan.
Negara melakukan sikap tegas pelarangan konsumsi daging anjing dan peredaran pada umat Islam karena dorongan akidah Islam. Hal ini seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagai teladan utama penjaminan produk halal. Ketika beliau menyembelih hewan, terlebih dahulu menyebut nama Allah. Inilah salah satu bentuk dari upaya memberikan jaminan halal terhadap daging yang akan dikonsumsi. Rasulullah saw. juga melakukan operasi pasar untuk memastikan tidak adanya kecurangan atau penipuan di pasar.
Tak hanya itu, negara juga harus memberikan edukasi agar masyarakat makan dan minum yang halal dan tayib. Begitu juga pilihan menu makanan sehari-hari harus memenuhi standar gizi agar umat hidup sehat dan menyeimbangkan menu makanan.
Meskipun Islam tidak melarang orang nonmuslim memakan makanan dan minuman yang haram secara pribadi, akan tetapi Islam melarang setiap kegiatan produksi makanan dan minuman haram untuk dijual atau diedarkan di pasar-pasar, supermarket, pasar online dan sebagainya.
Negara juga hadir untuk menjamin kehalalan pangan dengan sungguh-sungguh memantau kehalalan produk dari hulu ke hilir secara berkala dengan pengawasan yang ketat terhadap produk-produk yang beredar di pasaran termasuk masalah peredaran daging anjing maupun babi dan barang dagangan yang haram lainnya.
Demikianlah jaminan produk halal yang seharusnya diwujudkan saat ini agar hati rakyat tenteram. Makanan yang masuk dan beredar di tengah umat Islam ialah yang halal dan thayyib. Oleh karena itu, umat membutuhkan sistem negara yang bertakwa dan amanah untuk menjalankan kebijakan sesuai dengan syariat Islam kaffah. Dan ini jelas butuh negara Khilafah . Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]