SE no. 2 tahun 2024 Bukan Solusi Problem Stunting, Kemiskinan, dan Kerusakan Lingkungan.

Oleh: Mahganipatra

Suaramubalighah.com, Opini – Keputusan Kemenag untuk menerbitkan Surat Edaran (SE) no. 2 tahun 2024 yang ditandatangani oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas tertanggal 5 April 2024. Memuat tentang Pelaksanaan Tugas Penyuluh Agama dan Penghulu dalam Mendukung Program Prioritas Pemerintah.

Di dalam SE tersebut, Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas meminta agar penyuluh agama dan penghulu mendukung empat program prioritas pemerintah, yaitu penurunan stunting, penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi, dan pelestarian lingkungan hidup. Dilansir dari Kompas.com, 16-4-2024.

Pertanyaannya, mengapa Kemenag menjadikan isu penurunan stunting, penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi, dan pelestarian lingkungan hidup menjadi isu prioritas? Apa tujuan dari program ini? Lalu seperti apa pandangan dan solusi Islam menyelesaikan persoalan stunting, penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi, dan pelestarian lingkungan hidup ini?

Sekilas SE no. 2 Tahun 2024

Dalam SE no.2 Tahun 2024 yang diterbitkan oleh Kemenag, pemerintah meminta  penyuluh agama dan penghulu mendukung empat program prioritas pemerintah. Bahkan Surat Edaran tersebut juga telah memberikan mandat kepada para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, dan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk melakukan pembinaan, monitoring, dan pelaporan atas kegiatan dimaksud.

Di mana proses pembinaan dan monitoring dalam implementasi surat edaran ini dilakukan secara berkala untuk memastikan seluruh penyuluh agama dan penghulu berperan aktif dalam mendukung program prioritas pemerintah tersebut, sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi jajarannya.

Untuk itu, selanjutnya Kemenag juga telah melibatkan 9 ribu penghulu dan 50 ribu penyuluh agama dalam edukasi isu kesehatan melalui khotbah, ceramah, dan tausiyah keagamaan. Penghulu dan penyuluh agama umumnya adalah tokoh masyarakat, sehingga suara mereka lebih didengar, apalagi ketika disampaikan masalah stunting dalam bahasa agama.

Demikian pula dalam upaya penanggulangan kemiskinan, Kemenag akan melakukan upaya secara bersamaan dengan ikhtiar melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat, perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan agama dan keagamaan, serta pemberian fasilitasi sertifikasi halal gratis (Sehati) bagi pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).  

Sedangkan dalam upaya untuk pelestarian lingkungan akibat dari perubahan iklim yang berpengaruh pada kelangkaan air, kerusakan ekosistem sehingga akan berdampak pada melemahnya ketahanan pangan. Maka Kemenag telah menginisiasi sejumlah terobosan berupa pengembangan Fikih Lingkungan dan Fikih Peradaban yang selanjutnya diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan.

Dalam bentuk inisiatif berupa pengembangan Pesantren Ekologi serta edukasi pelestarian lingkungan melalui rumah ibadah dan KUA. Bahkan di sejumlah daerah, KUA juga mewajibkan bagi calon pengantin untuk menanam pohon ketika melakukan proses pengurusan administrasi pencatatan pernikahan mereka. Dari sini kemudian muncul pertanyaan, apa tujuan dan dampaknya pada umat ketika program ini dilaksanakan? Apakah ini solusi? Atau justru ambigu?

SE no. 2 Tahun 2024 Legitimasi Ambigu Negara

Salah satu alasan mengapa Kemenag menerbitkan SE no.2 Tahun 2024 adalah karena Kantor Urusan Agama (KUA) dan Lembaga Pendidikan Keagamaan (LPK) menjadi garda terdepan. Lembaga ini berfungsi sebagai penghulu KUA dan penyuluh agama yang akan mengoptimalkan perannya untuk memberikan pencerahan dan penyuluhan. Baik melalui pendekatan agama maupun dalam masalah bimbingan perkawinan.

Sehingga melalui upaya ini, mereka berharap akan mampu menurunkan angka stunting, menanggulangi kemiskinan, pemberdayaan ekonomi, dan pelestarian lingkungan hidup. Namun benarkah demikian?

Sebab berdasarkan fakta, ketika menilik tugas dan fungsi pokok  lembaga Kemenag, secara tertulis lembaga ini sejatinya memiliki tugas dan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. Dengan cara membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Lalu, apabila kita telusuri lebih mendalam, tingginya angka stunting pada anak-anak dan meledaknya jumlah orang-orang yang terkategori miskin. Hal ini bukan semata-mata muncul dari persoalan masyarakat dalam beragama. Akan tetapi persoalan ini muncul disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme-sekuler oleh negara.

Karena sistem ini, selain telah menjauhkan peran agama dalam mengurus seluruh kepentingan masyarakat. Sistem ini juga telah melegitimasi berbagai kebijakan negara yang tujuannya untuk mengokohkan penerapan sistem kapitalisme-sekuler. Baik dalam bentuk Undang-Undang maupun dalam bentuk pelayanan dan penyelenggaraannya. Secara teknis justru sangat merugikan rakyat.

Karena di dalam praktiknya, negara lebih berpihak kepada kepentingan oligarki kapitalis dibandingkan kepada kepentingan masyarakat secara umum. Sehingga akhirnya muncul berbagai persoalan yang membuat rakyat dimiskinkan secara sistemik. Masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk mengakses kebutuhan pokok seperti kebutuhan primer. Maka tampak nyata, yang kaya semakin kaya sementara yang miskin kian miskin. Oleh karena itu, tidak aneh bila angka stunting makin tinggi karena kemiskinan di tengah-tengah masyarakat telah merajalela.

Sebab problem utama negara ini adalah salah penerapan sistem dan salah  kelola. Padahal negeri ini terkenal kaya dengan sumber daya alam (SDA). Namun karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme dan sekularisme maka  berdampak pada mewabahnya kemiskinan, tingginya angka stunting, serta kerusakan lingkungan.

Tetapi hal ini justru tidak tersentuh, malah semakin dikuatkan dengan berbagai program atas nama agama. Di antaranya seperti moderasi beragama dan program SE no.2 Tahun 2024 yang terus digencarkan oleh Kemenag dan jajarannya. Dengan tujuan untuk mendistorsi agama, terutama agama Islam.

Di dalam program prioritas SE ini, negara telah melegitimasi kebijakan yang sangat tidak solutif. Justru dengan kebijakan ini, negara telah memberikan peluang bagi masuknya larangan  penerapan syariat Islam, misalnya pembatasan usia pernikahan (larangan nikah dini) dengan alasan untuk mencegah stunting. Padahal maraknya pernikahan dini disebabkan oleh pergaulan bebas remaja yang menganut paham liberalisme dan sekularisme.

Kemudian pemanfaatan zakat untuk infrastruktur dengan alasan untuk pemberdayaan ekonomi. Padahal syariat Islam telah menetapkan bahwa harta zakat hanya dibagikan kepada 8 asnaf, yakni fakir, miskin, riqab, gharimin, mualaf, fi sabilillah, ibnu sabil dan amil.

Selanjutnya membentuk program yang terintegrasi ke dalam kurikulum berbasis pesantren ekologi yang akhirnya menyibukkan para santri pada hal yang sebenarnya bukan bagian dari tupoksi pesantren. Justru program ini akan semakin menjauhkan para santri pada kewajibannya untuk tafaqquh fiddin.

Hal ini tentu tidak akan pernah terjadi jika negara menerapkan sistem Islam secara kaffah. Sebab di dalam sistem Islam, persoalan stunting, kemiskinan, pemberdayaan ekonomi dan kerusakan lingkungan sejatinya adalah persoalan utama yang menjadi tanggung jawab negara. Dalam Islam, negara memiliki wewenang untuk melibatkan seluruh lembaga negara agar saling bekerjasama  menyelesaikan setiap problematika umat. Negara memiliki kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

Hanya saja di dalam konsep negara Islam yaitu Khilafah Islamiah, tidak akan terjadi legitimasi Undang-Undang yang bersifat ambigu. Apalagi terjadi pelanggaran dalam teknis pelayanan dan penyelenggaraan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Karena dalam pelayanan serta penyelenggaraan pemerintahannya, negara Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah harus terikat kepada hukum-hukum syara. Khalifah akan melakukan ijtihad untuk mengadopsi dan menetapkan Undang-Undang berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Negara Khilafah sangat memahami bahwa salah satu wasilah (sarana) mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah terikatnya negara kepada seluruh hukum-hukum syariat Islam secara komprehensif yang diturunkan oleh Allah SWT. semata-mata bagi kepentingan umat manusia. Oleh karena itu negara akan memaksimalkan diri untuk mewujudkan ketakwaan level negara dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah.  Sebab Allah SWT telah berfirman;

 ﴿ وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ٩٦ ﴾

Artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.”  (QS Al-A’raf: 96)

Wallahu a’lam bishshawab.

[SM/Ln]