Stunting Proyek Global untuk Mengokohkan Kapitalisme di Negeri Muslim

 Oleh : Kholishoh Dzikri

Suaramubalighah.com, Ta’bir Afkar – Stunting adalah  kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan ditandai dengan pertumbuhan tinggi badan yang tidak sesuai dengan anak di usianya. Anak dengan kasus stunting pada umumnya akan pendek atau sangat pendek. Namun tidak semua anak pendek berarti terkena stunting.

Penyebab utama dari stunting adalah malnutrisi pada ibu hamil dan kurangnya asupan nutrisi selama masa pertumbuhan anak. Hal ini bisa disebabkan:

Pertama, malnutrisi bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan selama kehamilan. Hal ini sangat terkait dengan tingkat pendidikan ibu dan keluarga.

Kedua, kurangnya akses makanan bergizi karena  mahal harganya. Ketidakmampuan mengakses makanan bergizi disebabkan faktor kemiskinan.

Ketiga, terbatas atau mahalnya layanan kesehatan ibu selama masa dan pasca kehamilan. Layanan kesehatan yang berbayar mahal. Kalaupun ada program KIS (Kartu Indonesia Sehat) namun tidak setiap keluarga miskin mendapatkan fasilitas ini.

Keempat, gaya hidup bersih dan sehat belum dimiliki semua warga, di samping itu juga kurangnya akses air bersih dan sanitasi.

Stunting bisa dicegah dengan beberapa upaya yakni:  mencukupi asupan gizi sejak awal kehamilan hingga anak berusia 2 tahun, memberikan ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan, menyediakan layanan kesehatan murah sehingga bisa diakses semua kalangan, menyediakan air bersih dan sanitasi yang memadahi serta memberikan edukasi kepada setiap keluarga untuk hidup bersih dan sehat.

Anak dengan stunting akan mengalami gangguan fisik yang mengakibatkan sakit-sakitan, resiko gangguan metabolisme saat dewasa kelak, dan kesehatan reproduksi pun akan terganggu. Dengan kondisi tersebut beban ekonomi keluarga meningkat sehingga mengakibatkan kemiskinan keluarga. Banyaknya rakyat yang sakit berdampak pada pembiayaan kesehatan negara meningkat.

Dan secara lebih luas akan meningkatkan angka kemiskinan. Anak dengan stunting juga berakibat tumbuh kembang anak terganggu, dan kemampuan kognitif juga akan terganggu, hal ini tentu akan berdampak pada kualitas generasi yang akan datang. Jika kondisi demikian maka pembangunan berkelanjutan sebagaimana dicanangkan dalam SDGs tidak akan teraih. Karena itu, Stunting menjadi problem serius untuk segera dituntaskan dalam rangka memenuhi ketercapaian pembangunan sebagaimana yang dicanangkan dalam SDGs.

Proyek Pengentasan Stunting di Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang memiliki angka stunting cukup tinggi. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), walaupun berhasil turun sekitar 2,8 persen dibandingkan tahun 2021, prevalensi stunting Indonesia pada tahun 2022 masih berada di angka 21,6 persen. Angka ini masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20%, sementara di Indonesia, berdasarkan data Kemenkes pada tahun 2022, kasus balita stunting di Indonesia sebanyak 1.015.200 atau 21,6%. Karena itu penurunan angka stunting menjadi proyek besar bagi pemerintah Indonesia dan mentargetkan di tahun 2024 angka stunting akan turun menjadi 14%.

Penurunan stunting menjadi salah satu dari proyek prioritas strategis nasional (Major Project) 2020-2024 yang mengintegrasikan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan masyarakat dalam hal ini melibatkan organisasi berbasis keagamaan yang mengakar di masyarakat seperti NU dan Muhammadiyah.

Alasan pemerintah memasukkan stunting dalam proyek prioritas nasional adalah tercapainya salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Selain kementerian dan lembaga negara, ormas keagamaan dan pesantren juga dilibatkan dalam pengentasan stunting dengan cara diberikan pendidikan GenRe (Generasi Berencana).

Begitu seriusnya pemerintah menurunkan angka stunting hingga menganggarkan dana hingga mencapai Rp34,15 triliun pada 2022 dan Rp30,4 triliun pada 2023. Meski dengan gelontoran dana yang sangat fantastik namun bisa dipastikan tidak akan mampu menurunkan angka stunting hingga nol persen. Karena berbagai program pengentasan hanya bersifat normatif, tambal sulam dan tidak menyentuh akar persoalan.

Strategi untuk meraih target tersebut dituangkan dalam PP no. 72 tahun 2021 yang mendorong semua kementerian membuat program atau kebijakan untuk menurunkan stunting tidak terkecuali Kementerian Agama. Untuk mewujudkan target tersebut, Kemenag telah merumuskan sejumlah program di antaranya bimbingan perkawinan (BimWin) bagi calon pengantin. Bahkan melalui SE no. 2 tahun 2024 BimWin menjadi syarat wajib untuk mendapatkan surat nikah. Selain Bimwin, pemerintah juga telah mengeluarkan larangan nikah dini yang diatur dalam uu no. 16 tahun 2019 karena dinilai pernikahan dini menjadi salah satu penyebab stunting.

Bagaimana mungkin stunting terentaskan dengan BimWin yang sifatnya normatif. Larangan nikah dini juga tidak tepat menjadi solusi sebab mayoritas nikah dini terjadi justru karena telah hamil di luar nikah, mewujudkan keluarga maslahah yang mengedepankan kesalingan juga mustahil menyelesaikan stunting, demikian juga pemberdayaan ekonomi keluarga tidak akan pernah mampu mengentaskan stunting di saat beban ekonomi yang harus ditanggung rakyat kian berat. Karena itu solusi stunting yang telah dilaksanakan dan akan dilaksanakan jauh panggang dari api,  sangat sulit direalisasikan untuk pengentasan stunting.

Untuk mengatasi kasus stunting di dunia, WHO berkomitmen untuk mendukung semua negara untuk memperluas akses terhadap pelayanan nutrisi esensial. The United Nations (UN) Decade of Action on Nutrition tahun 2016 menandai ambisi dan arah baru aksi gizi: memberantas kelaparan, dan malnutrisi dalam segala bentuknya (kekurangan gizi, defisiensi mikronutrien, kelebihan berat badan atau obesitas) dan mengurangi beban terkait diet penyakit tidak menular (PTM) di semua kelompok umur.

Stunting Proyek Pengokohan Kapitalisme Global

Stunting merupakan masalah global yang serius. Saat ini diperkirakan telah terjadi pada lebih dari 160 juta anak usia balita di seluruh dunia. Dan jika tidak ditangani dengan baik, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada penambahan 127 juta anak stunting di dunia.

Gambaran global menunjukkan bahwa negara-negara maju di Eropa dan Amerika nyaris tidak menyumbangkan problem stunting di tingkat dunia. WHO (2020) mengungkapkan bahwa negara-negara di Asia menyumbang 54 persen stunting di dunia, dan negara-negara Afrika berkontribusi 40 persen. Angka stunting rendah dijumpai di Singapura 2,8 persen dan Jepang 5,5 persen. Angka stunting yang rendah ada kaitannya dengan Produk Domestik Bruto (PDB).

Selain itu, PBB telah menetapkan program SDGs yang merupakan agenda pembangunan berkelanjutan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi semua orang di planet bumi ini dengan salah satu indikasi terentaskan dari segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan.

Berikutnya SDGs menjadi program yang diadopsi untuk direalisasikan oleh seluruh negara anggota PBB. Dari berbagai kebijakan dan kesepakatan yang dirancang PBB untuk negara anggota khususnya negara ketiga (negara berkembang) di kawasan Asia dan Afrika, diketahui bahwa proyek pengentasan stunting adalah proyek global yang dipimpin oleh PBB.

Tujuan utamanya meningkatkan investasi gizi dan melaksanakan kebijakan dan program untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi dalam kerangka yang disepakati di 2nd International Conference on Nutrition (ICN2), dengan enam bidang aksi penting yaitu:

1). Sistem pangan yang berkelanjutan dan tangguh untuk pola makan yang sehat;

 2). Sistem kesehatan yang selaras menyediakan cakupan universal dari aksi gizi esensial.

 3). Perlindungan sosial dan pendidikan gizi;

4). Perdagangan dan investasi untuk perbaikan gizi;

5). Lingkungan yang aman dan mendukung status gizi di segala usia;

6). Penguatan tata kelola dan akuntabilitas untuk perbaikan gizi.

Selain aspek ekonomi, isu stunting juga menjadi jalan mudah untuk menancamkan cara pandang sekular di tengah-tengah umat Islam. Larangan pernikahan dini, feminisme (kesetaraan, kesalingan, atau keluarga maslahah), kesehatan reproduksi remaja (Generasi Berencana) yang arahannya legalisasi gaul bebas. Aspek ini terlihat jelas dari program pengentasan stunting yang dilakukan pemerintah.

Dari berbagai proyek global untuk pengentasan stunting sekilas berpihak kepada negara-negara yang masih menghadapi tinginya kasus stunting.  Namun bila kita cermati sarat dengan kepentingan kapitalisme global, dan yang paling kentara adalah isu stunting menjadi pintu masuk investasi asing di berbagai bidang yang terkait dengan tawaran solusi stunting berupa investasi ketahanan pangan, industrialisasi farmasi untuk penanganan stunting, investasi properti untuk penyediaan rumah sehat, investasi infrastruktur untuk penyediaan air dan sanitasi, investasi transportasi untuk memudahkan distribusi pangan, dan kucuran dana (utang) bagi negara ketiga untuk penanggulangan stunting.

Dari sini kita mengetahui bahwa proyek pengentasan stunting bukan semata-mata penyelesaian gizi buruk pada balita namun ini adalah proyek strategis barat untuk bisa mengokohkan hegemoninya atas dunia Islam yang secara realita masih banyak kasus gizi buruk.

Solusi Islam Atasi Stunting

Persoalan mendasar pada stunting adalah tidak terpenuhinya kebutuhan gizi pada balita pada 1000 hari pertama kehidupannya. Artinya isu dasar stunting adalah kebutuhan gizi pada ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan layanan kesehatan yang dibutuhkan. Ini artinya persoalan stunting erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Berbicara masalah kesejahteraan rakyat maka akan terkait dengan bagaimana peran negara memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, dari kebutuhan pangan, layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur sanitasi, dan semua hal yang dibutuhkan rakyat. Apabila seluruh kebutuhan rakyat terpenuhi, maka kebutuhan ibu hamil dan balita pun pasti akan ikut terpenuhi.

Peran negara dalam menyejahterakan rakyat ditentukan oleh sistem ekonomi yang diterapkan. Negara dalam Islam (yakni Khilafah) akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Khilafah akan mengelola secara mandiri seluruh kekayaan alam yang dimiliki. Negara Khilafah tidak akan membolehkan asing mengelola apalagi menguasai kekayaan alam yang dimiliki. Hasil pengelolaan tersebut digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Negara menjamin dan memastikan setiap rakyat terpenuhi kebutuhannya termasuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Tidak hanya terpenuhi asupan gizi saja namun semua kebutuhan akan dipenuhi oleh negara.

Adapun terkait dengan pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi selama masa kehamilan, hal itu terpenuhi ketika mereka duduk di bangku sekolah. Materi tersebut menyatu dengan materi-materi yang lain. Layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat termasuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita akan diperoleh dengan gratis dengan kualitas layanan terbaik.

Dengan mekanisme menyejahterakan yang komprehensif maka kasus stunting tidak akan pernah ada. Gizi buruk akan sangat mudah diselesaikan, bahkan tidak akan ada fakta gizi buruk karena semua kebutuhan asupan gizi terbaik akan sangat mudah didapatkan bahkan dijamin pemenuhannya. Wallahu a’lam bishshawab.

[SM/Ln]