Benarkah Pernikahan Dini merupakan Masalah?

Suaramubalighah.com, Tanya Jawab – Tanya :

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ustazah mau bertanya tentang kebijakan mengenai pernikahan dini. Setelah meluncurkan ‘Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak’, kini pemerintah menerbitkan buku Panduan Praktis Pelaksanaannya di daerah. Benarkah pernikahan dini merupakan masalah, sehingga  pemerintah perlu membuat berbagai strategi pencegahan? Serta bagaimana pandangan Islam terhadap pernikahan dini? (Betti, Solo)

Jawab :

Ada dua tinjauan dalam menyikapi persoalan ini. Pertama dari sisi hukum syariat mengenai pernikahan dini, maka Islam tidak melarang pernikahan dini, yaitu pernikahan yang dilakukan di masa awal baligh, sepanjang memenuhi seluruh ketentuan syariat Islam tentang pernikahan. Rasulullah saw. bersabda,

 “Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka menikahlah. Karena sesungguhnya, pernikahan itu lebih dapat menahan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa belum mampu melaksanakannya hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menekan syahwatnya (sebagai perisai).” (HR Bukhari No. 5066)

Menikahkan perempuan di bawah umur, sebelum haid atau usia 15 tahun, dalam pandangan Islam adalah sah. Dalam hal ini, tidak ada ikhtilaf di kalangan ulama, demikian penjelasan Ibn Mundzir, sebagaimana yang dikutip oleh Ibn Qadamah. Dalam penjelasan Ibn Mundzir menyatakan: “Semua ahli ilmu yang pandangannya kami hapal, telah sepakat, bahwa seseorang ayah yang menikahkan anak gadisnya yang masih kecil hukumnya mubah (sah)”.

Menikah hukumnya sunnah dan Islam  memudahkan bagi siapa pun yang telah mampu untuk menikah. Islam juga tidak perlu lagi memperdebatkan batas minimal usia calon mempelai yang tepat untuk menikah sebagaimana yang terjadi saat ini. Karena syarak telah membolehkan menikah bagi yang sudah baligh, yaitu sudah haid bagi perempuan dan telah mengalami mimpi basah (ihtilam) bagi laki-laki, atau telah berusia 15 tahun.

Kedua, dalam tinjauan politis , fakta pernikahan dini yang terjadi saat ini, mayoritas adalah untuk menutupi aib karena hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas, menikah kan anak usia dini menghindarkan anak terjebak pergaulan bebas dan atau karena faktor ekonomi. Sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan saat ini menganut kebebasan yang lahir dari proses sekulerisasi kehidupan melahirkan perilaku bebas, sehingga pergaulan bebas hingga hamil duluan menjadi problem akut generasi. Negara tak mampu membendung arus liberalisasi yang akhirnya tak mampu melindungi generasi. 

Larangan pernikahan dini oleh pemerintah tanpa dibarengi penyelesaian perilaku bebas generasi (seks bebas) justru akan menambah ruwet persoalan masyarakat. Sebab pendidikan seks yang diadakan justru menstimulus perilaku seks bebas pada generasi. Gaya hidup hedonis juga menjadi faktor anak muda terjerumus pada seks bebas (prostitusi , menjadi ani-ani, menjadi sugar baby,dll).

Seharusnya yang dilakukan oleh negara bukanlah melarang pernikahan dini, akan tetapi mengganti sistem kehidupan sekular-liberal dengan sistem Islam. Dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, negara akan  menutup semua pintu yang dapat mengantarkan pada pergaulan bebas, mendidik anak muda bertanggung jawab dan amanah dengan pendidikan Islam agar paham hukum syariat dan memiliki skill kehidupan sehingga mampu mengarungi kehidupan dunia dengan benar.

Adapun masalah lain yang disebut sering menyertai pernikahan dini seperti KDRT, stunting, dan sebagainya, merupakan hal lain yang juga harus diselesaikan oleh negara.  Negara harus hadir secara nyata dalam mendidik dan membimbing generasi, termasuk menuju kehidupan pernikahan. Negara akan menyiapkan materi kurikulum sistem pendidikan Islam untuk membentuk kepribadian Islam yang tangguh pada generasi. Negara juga wajib memastikan setiap keluarga memahami tanggung jawab mereka dalam mendidik anak-anaknya dengan Islam. Sehingga ketika baligh, para pemuda telah siap untuk menaati syariat, matang kemampuan berpikirnya, bertanggung jawab, serta bermental pemimpin. Dan ketika menikah, mereka telah siap secara fisik, psikis, mental, serta ilmu tentang kehidupan pernikahan. Laki-laki siap menjadi qawwam bagi istrinya, dan perempuan siap menjadi al-umm wa rabbatul bait.

Selanjutnya adalah penerapan sistem ekonomi Islam. Negara memastikan seluruh ayah mampu menafkahi keluarganya secara layak. Bahkan Negara Islam akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok seluruh rakyatnya per individu. Sehingga berbagai masalah turunan akibat kemiskinan, seperti stunting dapat dicegah.

Jadi bukan pernikahan dini yang salah, tapi penerapan sistem kapitalisme-sekuler-liberal yang mengabaikan peran agama dalam kehidupan.  Pernikahan dini itu harus dibimbing, bukan dicegah apalagi dikriminalisasi. Dan negaralah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab melakukan hal itu. [SM/Ln]