Oleh: Idea Suciati
Suaramubalighah.com, Opini – Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Kemah Moderasi Beragama: Retreat Penyuluh Lintas Agama. Kegiatan ini melibatkan 1.000 penyuluh lintas agama dan aktivis pemuda dari berbagai Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP).
Mengangkat tema ‘Kemah Nusantara: Upaya Kristalisasi, Inkubasi, dan Transmisi Nilai Moderasi Beragama melalui Model Kampung Moderasi Beragama‘, kemah berlangsung di Bogor selama tiga hari, 2 – 4 Desember 2024.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, mengatakan, penyuluh agama merupakan garda terdepan dalam menjaga harmoni sosial di tengah masyarakat. “Penyuluh agama adalah entitas fundamental bagi bangsa Indonesia. Mereka menjadi pelopor stabilitas sosial, khususnya saat ada ancaman ideologi transnasional atau pihak-pihak yang ingin merusak nilai-nilai bangsa,” ujarnya di Bogor, Senin (2-12-2024). (rri.co.id, 3-11-2024)
Pada kesempatan itu, para peserta mendeklarasikan komitmen sebagai pejuang moderasi beragama, yang bertujuan menjaga toleransi, perdamaian, dan kohesi sosial. Kamaruddin optimis bahwa kontribusi penyuluh agama akan mendukung tercapainya visi Indonesia Emas 2045.
Menghadang Islam Kaffah
Pernyataan dan imbauan untuk mewaspadai ideologi transnasional bukan hal yang baru. Presiden Jokowi pada tahun 2021 pernah menyampaikan ihwal ideologi transnasional saat upacara peringatan Hari Lahir Pancasila. Kemudian, diikuti oleh pejabat lainnya pada berbagai kesempatan, seperti dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, hingga Kemenag.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian, menangkap pesan penting di balik wanti-wanti Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai ancaman ekspansi ideologi transnasional radikal. Menurut Donny, Jokowi ingin menggelorakan spirit moderasi di Indonesia. (Detik.com, 1-06-2021)
“Kita sudah memiliki Pancasila sebagai ideologi tengah, moderat, dan prokebangsaan. Ideologi transnasional radikal berpotensi memecah belah bangsa dan membuat ‘Indonesia’ berumur pendek. Pesan yang terangnya: radikalisme no, moderasi yes!” Ujarnya.
Jadi, yang dimaksud dengan ideologi transnasional yang harus diwaspadai tidak lain adalah ideologi Islam radikal, karena dinegasikan dengan moderasi dan Pancasila.
Lebih spesifik lagi, jika menyimak pernyataan Direktur Jenderal Bimas di atas menegaskan bahwa yang dicoba diadang oleh moderasi tidak lain adalah Islam kaffah.
Padahal, jika dikembalikan kepada maknanya ideologi transnasional adalah pandangan atau pemahaman yang melampaui batas-batas negara dan berusaha untuk memengaruhi atau mengubah struktur politik, sosial, dan budaya suatu negara.
Contohnya: liberalisme, sosialisme, komunisme, kapitalisme. Namun, di Indonesia ideologi transnasional lebih didekatkan pada pemahaman radikalisme.
Anehnya, Meski dalam UU negara dinyatakan bahwa yang termasuk ideologi transnasional adalah sekularisme dan sosialisme namun realitanya kedua ideologi tersebut justru diadopsi di Indonesia, terutama sekularisme.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sekularisme adalah paham atau pandangan yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Negara atau masyarakat yang berdiri di atas paham sekularisme akan menolak campur tangan agama dalam kehidupan, kecuali dalam urusan ibadah.
Kebijakan-kebijakan Pemerintah Indonesia nyata-nyata mengadopsi ideologi sekularisme ini. Berbagai aturan dan standar moral yang dibuat jauh dari nilai agama, misalnya ke luarnya PP 28/2024 tentang pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja, adalah contoh regulasi yang tidak berdasarkan pada agama, tetapi semata urusan kesehatan reproduksi. Aturan ini tidak mengacuhkan keharaman zina maupun aborsi.
Selain itu lihatlah kebijakan UU Minerba, diduga kuat hanya menguntungkan segelintir pengusaha tambang batu bara raksasa. Hilirisasi pertambangan nikel juga malah menyebabkan SDA dikuasai asing dan gagal meningkatkan kesejahteraan penduduk di sekitarnya. Padahal itu jelas bertentangan dengan syariat Islam yang menetapkan barang tambang adalah milik umat.
Atau sekularisme dalam dunia politik. Kecurangan-kecurangan politik selama Pemilu yang jelas melanggar norma etika, hukum, apalagi agama. Para pemangku kekuasaan tidak malu lagi mengubah hukum sesuai kepentingannya. Semuanya bukti nyata bahwa sekularisme telah mendarah daging di negeri ini.
Dampak dari sekularisme ini pun jelas membawa mudharat dan kerusakan bagi negeri ini. Kesenjangan ekonomi, kerusakan moral, kemiskinan ekstrem, kekacauan politik dan sebagainya.
Namun, tetap saja para pejabat dan politisi di Indonesia tidak pernah mau mengakui bahwa Indonesia adalah negara yang menganut paham sekularisme. Bahkan bersembunyi dan berdalih atas nama ideologi Pancasila.
Adapun upaya pemerintah menjadikan proyek moderasi beragama sebagai penangkal ideologi transnasional dan yang dimaksud adalah Islam, semakin menunjukkan bahwa moderasi beragama lahir dari spirit sekularisme. Karena jika moderasi beragama itu berasal dari Islam, kenapa harus dipakai untuk mengadang Islam juga?
Justru Islam (Islam kaffah) yang dijadikan kambing hitam. Dengan dalih radikal dan membahayakan negeri ini. Ide Khilafah sering dituding sebagai ideologi transnasional yang mengancam Indonesia. Padahal, Khilafah jelas bukanlah ideologi. Khilafah adalah salah satu ajaran islam. Khilafah merupakan sistem kepemimpian atau sistem pemerintahan Islam yang diwariskan Rasulullah.
Bahkan para ulama mazhab sepakat atas kewajiban mengangkat khalifah, yakni menegakkan khilafah. Banyak dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijmak Sahabat dan kaidah syariah yang menegaskan kewajiban ini. Imam al-Qurthubi, ketika menafsirkan QS Al-Baqarah [2] ayat 30, menegaskan: “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) ini di kalangan umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari Al-‘Asham yang tuli dari syariah.” (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, I/264)
Jika Khilafah dan Islam kaffah dianggap ideologi yang berbahaya, bagaimana dengan fakta empiris dan historis yang membuktikan bahwa Khilafah yang tegak berabad-abad berhasil membawa peradaban emas? Tidak ada satupun negeri yang dibebaskan oleh Khilafah menjadi negeri yang miskin atau tertindas. Justru sebaliknya, penuh kebaikan, penduduknya sejahtera, ilmu pengetahuan pun maju sampai pada batasan yang tidak mampu dilampaui oleh Barat hari ini.
Maka, seharusnya ideologi transnasional berupa sekularisme inilah yang dilawan, diwaspadai bahkan dibuang dari negeri ini. Termasuk moderasi beragama pun harus ditangkal, karena menjadi bagian dari proyek berasaskan ideologi sekular. Dengan apa? Tentu dengan ideologi Islam yang sahih, yakni Islam kaffah.
Mubaligah Pejuang Islam Kaffah
Agar tidak nampak wajah asli sekularisme dan sosialisme, Barat dan antek-anteknya sengaja memanfaatkan ulama-ulama untuk mengemasnya seolah olah Islami dengan sebutan moderasi. Sedangkan Islam kaffah dicitrakan sebagai ideologi transnasional yang membahayakan eksistensi negara yang harus diadang.
Dan untuk mengadang Islam kaffah mereka pun memberdayakan penyuluh agama (termasuk mubalighah). Karena memahami bahwa para mubalighah memiliki peran strategis di tengah masyarakat sebagai rujukan masalah agama dan politik lebih mudah diterima masyarakat hingga grassroots.
Oleh karena itu, para mubaligah harus waspada dengan tipu daya ini. Tidak boleh terbawa arus untuk menyebarkan konsep moderasi beragama ini. Para mubalighah harus tetap di jalan yang lurus, yakni jalan Islam kaffah yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah, bukan Islam yang disesuaikan dengan arahan Barat.
Mubalighah harus berani menyatakan bahwa Ideologi transnasional yang harus ditolak adalah sekularisme-sosialisme yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam, sementara Islam adalah ideologi universal yang harus diambil dan diterapkan karena berasal dari Allah SWT sebagai konsekuensi keimanan dan ketakwaan. Umat harus dipahamkan bahwa penerapan ideologi Islam telah terbukti melahirkan peradaban Islam yang agung yang menyejahterakan umat Islam serta menebarkan rahmat ke seluruh alam.
Maka, alih-alih menjadi pejuang moderasi beragama, para mubaligah harus menjadi garda terdepan menjadi pejuang Islam kaffah yang menyeru umat kepada Islam kaffah.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]