Pesantren dan Generasi Emas: Mustahil dalam Sistem Sekuler

  • Opini

Idea Suciati, M.A.P.

SuaraMubalighah.com, Opini_ Indonesia mencanangkan visi besar menuju Indonesia Emas 2045. Pesantren pun digadang-gadang sebagai pusat pencetak generasi unggul, berakhlak, dan berdaya saing global. Pemerintah berharap lembaga yang menaungi lebih dari 39 ribu pesantren dengan sekitar 4,9 juta santri (Kemenag, 2024) itu mampu melahirkan generasi emas bangsa.

Namun, pertanyaan mendasar muncul: mungkinkah pesantren mewujudkan generasi emas sejati di tengah sistem sekuler kapitalis yang justru melahirkan krisis akhlak dan kerusakan generasi?

Problematika Pesantren

Walaupun jumlah pesantren besar dan kiprahnya diakui, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak pesantren menghadapi problematika serius yang menghambat upaya melahirkan generasi emas.

1. Sarana dan Prasarana yang Terbatas

Banyak pesantren masih beroperasi dengan kondisi seadanya. Asrama yang kurang layak, ruang belajar minim fasilitas, sanitasi buruk, hingga keterbatasan akses teknologi menjadi kenyataan yang kerap ditemui. Hal ini tentu membatasi proses belajar-mengajar yang berkualitas.

2. Kurikulum yang Belum Terintegrasi

Sebagian pesantren memang memadukan kurikulum diniyah dengan kurikulum umum, tetapi implementasinya sering tidak seimbang. Ada pesantren yang sangat kuat dalam ilmu agama namun lemah di sains, sementara yang lain cenderung lebih akademis tetapi mengabaikan pembinaan akhlak. Ketidakutuhan ini berimbas pada keterbatasan daya saing santri.

3. Orientasi Pesantren yang Beragam

Orientasi pendidikan pesantren tidak seragam. Ada yang fokus pada tafaqquh fiddin (pendalaman agama), namun ada pula yang bergeser ke orientasi ekonomi dan bisnis pendidikan. Akibatnya, tujuan utama membentuk generasi berkepribadian Islam tersisihkan oleh kepentingan kapitalistik yang menundukkan pendidikan pada logika pasar.

4. Kualitas Lulusan Pesantren

Kualitas lulusan pesantren sangat beragam. Memang ada yang sukses menjadi ulama, akademisi, atau tokoh masyarakat. Namun, tidak sedikit pula lulusan yang kurang siap menghadapi tantangan zaman. Fenomena yang sering dikeluhkan adalah santri yang selama mondok hidup dalam suasana Islami, tetapi ketika pulang liburan atau setelah lulus, pendidikan akhlak dan syariat yang diperoleh di pesantren menjadi luntur. Mereka mudah terhempas arus liberalisme, pergaulan bebas, dan budaya hedonisme, buah busuk sekularisme yang merusak generasi.

Kondisi ini menunjukkan adanya ketidaksinambungan antara pendidikan di pesantren dengan kehidupan sosial yang berada di bawah arus besar sekularisme. Maka, meski pesantren telah berupaya maksimal, hasilnya sering tidak berbekas karena tidak didukung oleh sistem kehidupan yang islami.

Harapan yang Mustahil dalam Sistem Sekuler

Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah melahirkan generasi rapuh, rendah moralitas, dan kehilangan arah. Pendidikan pun terjebak komersialisasi dan tunduk pada logika kapitalisme.

Dalam situasi ini, pesantren mustahil melahirkan generasi emas sejati. Sebab, santri yang ditempa dalam lingkungan Islami tetap akan bertumbuh di masyarakat yang diatur oleh aturan sekuler, bukan syariat Allah. Maka, selama sistem sekuler masih menjadi fondasi negara, harapan besar pada pesantren hanyalah fatamorgana.

Solusi Hakiki: Islam Kaffah dalam Naungan Khilafah

Perubahan mendasar mutlak diperlukan. Islam telah menetapkan sistem yang sahih untuk membangun generasi emas, yaitu sistem Khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah. Allah ﷻ berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208)

Rasulullah ﷺ pun menegaskan:

 إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»

“Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai, umat berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.”(HR Muslim)

Kemampuan Khilafah Mencetak Generasi Emas

Para ulama mendefinisikan Khilafah sebagai institusi politik yang menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dalam mengatur urusan umat dengan syariat Islam.

Imam al-Mawardi dalam al-Ahkām as-Sulṭāniyyah menjelaskan bahwa Khilafah adalah “pengganti kenabian dalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia” (niyābatun ‘an an-nubuwwah fī ḥirāsat ad-dīn wa siyāsat ad-dunyā). Definisi ini menunjukkan bahwa Khilafah bukan sekadar sistem politik, tetapi institusi yang memastikan penerapan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.

Khilafah memiliki kemampuan untuk melahirkan generasi emas (khairu ummah), sebab sistemnya dibangun berdasarkan syariat Islam. Beberapa poin keunggulannya, khususnya dalam pendidikan adalah:

Pertama, Pendidikan berbasis akidah Islam menjadi landasan utama, sehingga kurikulum menyatu antara sains, teknologi, dan syariah.

Kedua, Negara menjamin pembiayaan pendidikan sepenuhnya dari baitulmal, sehingga tidak ada kendala dana.

Ketiga, Guru disiapkan profesional dengan gaji layak, sementara sarana prasarana pendidikan dijamin negara.

Penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan membangun suasana Islami akan mendukung keberhasilan pendidikan.

Dengan sistem ini, generasi emas yang dihasilkan bukan hanya unggul secara intelektual dan teknologi, tetapi juga berkepribadian Islam yang kuat, siap menjadi khairu ummah (umat terbaik).

Dengan sistem Khilafah, pesantren tidak lagi berjuang sendiri, melainkan didukung penuh oleh negara dalam mencetak generasi emas. Generasi ini bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh keimanan dan ketakwaannya. Inilah generasi terbaik (khairu ummah) yang mampu memimpin dunia dengan peradaban Islam, sebagaimana pernah diwujudkan oleh umat Islam dalam sejarah.

Khatimah

Pesantren memang memiliki potensi besar. Namun, dalam sistem sekuler kapitalis, pesantren hanya akan menjadi “oase kecil” di tengah padang tandus peradaban rusak. Harapan besar untuk mencetak generasi emas akan terus terbentur realitas sekularisme.

Karena itu, pesantren tidak cukup hanya memperbaiki internalnya. Perjuangan sejati adalah bersama umat mewujudkan perubahan sistem menuju penerapan Islam kaffah dalam naungan Khilafah. Hanya dengan cara inilah generasi emas sejati akan lahir, sebagaimana pernah ditorehkan peradaban Islam yang gemilang. Wallāhu a‘lam bish-shawāb. [SM/Ln]