Standarisasi Dai, Islam Kaffah Materi yang Dibutuhkan

  • Opini

Oleh: Idea Suciati

Suaramubalighah.com, Opini – Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Standarisasi Dai Angkatan ke-33, Senin (26-8-2024) di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat. Kegiatan ini dibuka secara langsung oleh Ketua Komisi Dakwah MUI KH Ahmad Zubaidi.

KH Ahmad Zubaidi mengapresiasi para dai dalam minat dan semangatnya mengikuti kegiatan ini. Menurutnya, dai merupakan narasumber yang menjadi sumber ilmu dalam berbagai kesempatan seperti berceramah dan berkhutbah. Oleh karena itu, Kiai Zubaidi menekankan kepada para dai untuk memberikan tema dakwah sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dai harus meningkatkan keilmuannya agar ada ide-ide, metode-metode, dan topik-topik yang baru untuk disampaikan kepada umat.

“Kalau tidak di-charge tidak ada ide-ide baru lagi, topik-topik baru lagi, dan metode-metode baru lagi. Khatib ini kalau ada khotbah di masjid a dan b, saya yakin kalau bulannya masih sama, temanya masih sama. Saya tidak bilang ini jelek, asalkan tempatnya berbeda karena makmumnya berbeda,” ungkapnya. (Amanahumat.com, 28-8-2024)

Dalam kegiatan tersebut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Amirsyah Tambunan mengajak para dai untuk menegakkan amar makruf (menyuruh orang berbuat baik) dan nahi mungkar (melarang berbuat jahat).

“Amar makruf secara normatif apabila benar-benar dilakukan, maka nahi mungkar akan mudah diberantas. Tetapi memberantas yang mungkar, tetapi kita tidak berbuat amar ma’ruf akan sulit,” ungkapnya.

Kemudian para Dai didorong untuk membangun ukhuwah islamiyah untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam di seluruh wilayah NKRI. (Mediaislam.id, 28-8-2024)

Materi yang Dibutuhkan Umat

Membekali para Dai dengan materi-materi keislaman tentu sangat baik, karena merekalah yang akan terjun ke tengah-tengah masyarakat, menyampaikan materi-materi dakwahnya dalam berbagai kesempatan.

Berkaitan dengan tema atau materi dakwahnya, memang betul apa yang diamanatkan oleh KH Ahmad Zubaidi, bahwa para dai harus menyampaikan materi yang dibutuhkan umat. Namun, apa sesungguhnya materi dakwah yang dibutuhkan umat?

Pada umumnya, khotbah atau ceramah-ceramah lebih banyak berisi materi seputar ubudiyah dan masalah-masalah pribadi. Seolah itulah yang diinginkan atau dibutuhkan umat. Padahal permasalah umat bukan hanya seputar itu. Saat ini umat Islam dan negara ini tengah dirundung banyak permasalahan dan kerusakan. Mulai dari masalah ekonomi, sosial, pendidikan, hingga kisruh politik, hukum dan pemerintahan. Maka, umat sangat menantikan pencerahan berikut solusi-solusi bagi semua permasalahan tersebut dari para dai.

Karena para dai, ibarat dokter umat. Harus mampu mendiagnosis penyakit, kemudian memberikan obat yang tepat. Saat ini umat sedang sakit parah akibat penerapan sistem hidup sekuler kapitalisme, yang memisahkan agama dari mengatur kehidupan. Agama dikebiri menjadi urusan pribadi dan tidak boleh ikut campur dalam urusan yang lain. Akhirnya, dalam urusan pergaulan, ekonomi, pemerintahan, aturan (syariat) agama dijauhkan. Diganti dengan aturan-aturan buatan manusia. Hasilnya adalah kerusakan dan semakin merajalelanya kemaksiatan.

Padahal, sebagai muslim diperintahkan untuk berislam secara kaffah.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu. (TQS Al Baqarah: 208)

Sesungguhnya Islam adalah agama yang sempurna, yang berbeda dengan agama yang lain. Islam tidak hanya mengatur aspek ruhiyah (spiritual), tetapi juga mengatur aspek siyasiyah (politik). Aspek ruhiyah mencakup pengaturan hubungan manusia dengan Allah Ta’ala, seperti salat, puasa, haji, dan lainnya. Adapun aspek siyasiyah mencakup pengaturan hubungan sesama manusia, khususnya yang menyangkut urusan publik yang dijalankan oleh negara dan pelaksanaannya dikontrol oleh umat. Urusan publik ini mencakup ekonomi, pergaulan, kesehatan, pendidikan, hukum, politik juga pemerintahan.

Aspek siyasiyah Islam ini termasuk adanya kewajiban menerapkan hukum Islam dalam aspek publik. Allah Ta’ala berfirman, “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS An-Nisa’ [4]: 65)

Maka, para dai tidak boleh mencukupkan dakwah pada materi agama yang berkaitan dengan aspek ruhiyah berupa ibadah mahdhah saja atau perbaikan individu, melainkan juga materi agama yang berkaitan dengan aspek siyasi. Dengan begitu, materi dakwah akan relate dengan permasalahan umat kekinian sekaligus solutif. Ceramah tidak akan menjadi nasihat-nasihat yang berulang, membosankan umat dan tidak solutif. Karena akan senantiasa up to date dengan fakta yang terjadi di tengah-tengah umat diiringi solusi dari sudut pandang Islamnya.

Misalnya saja, berkaitan dengan tema permasalahan pergaulan di kalangan remaja. Para dai mengangkat fakta rusaknya pergaulan remaja, penyebabnya, lalu bagaimana rambu-rambu aturan Islam dalam pergaulan. Penyebab maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja dibahas dari aspek individu maupun penyebab sistemik, dimana faktor lingkungan dan sistem sangat liberal, yang paling banyak merusak remaja. Pembiaran tontonan-tontonan yang merusak, aturan yang tidak tegas dari negara terkait zina atau LGBT, tidak diwajibkannya penutupan aurat dan sebagainya.

Para dai pun dapat menyampaikan fakta kekinian tentang disahkannya PP Nomor 28 Tahun 2024 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan atau UU Kesehatan (26 Juli 2024). PP ini akan semakin merusak generasi muda karena didalamnya mengatur pemberian alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Dengan materi seperti ini, para dai akan membangkitkan kesadaran umat akan kondisi lingkungan, juga membuat umat memahami solusi Islam dari setiap permasalahan yang ada di lingkungannya dengan solusi kaffah.

Maka, memang sangat perlu para dai dibina dan dibekali dengan pemahaman-pemahaman syariat yang menyeluruh alias kaffah, mulai dari masalah ibadah mahdhah dalam Islam, pergaulan dalam Islam, pemerintahan Islam, ekonomi dalam Islam dan sebagainya.

Jangan Ikut Arus Moderasi Beragama

Sangat disayangkan, saat ini justru yang kuat dibekalkan dan diaruskan pada umat khususnya para dainya, adalah konsep Islam moderat, atau program moderasi beragama. Bahkan materi utama program standardisasi kompetensi dai MUI adalah dakwah wasathiyah dan penguatan kebangsaan. (Republika, 29-11-2022)

Konsep wasathiyah (moderat) dianggap menjadi solusi di tengah keberagaman umat dan permasalahan umat. Konsep ini diaruskan sebagai program penangkal radikalisme (deradikalisasi). Dalam konsep moderasi beragama, peran agama hanya dibatasi pada nilai-nilai agamanya saja, bukan syariat atau hukum agama yang menuntut penerapannya.

Program dan materi moderasi beragama tentu sangat berbahaya, karena cara menjadi upaya untuk menyingkirkan aturan agama dari kehidupan alias sekularisasi. Mengebiri agama hanya pada nilai-nilainya atau pada sebagian syariat-syariat saja yang dianggap relevan atau bermanfaat. Misalnya, syariat islam yang berkaitan dengan ekonomi, namun hanya dibatasi seputar zakat, infaq, shadaqah dan wakaf. Karena dianggap potensial mendorong perekonomian.

Moderasi beragama pun dicirikan dengan konsep-konsep toleransi, pluralisme, demokrasi dakwah damai. Padahal paham-paham itu bertentangan dengan Islam, atau didefinisikan ala Barat. Seolah bagus, padahal melemahkan akidah umat, membuat umat Islam tidak lagi merasa agamanya menjadi satu-satunya agama yang benar dan diridai Allah. Malah menyamakan semua agama benar, sehingga praktik konsep ini dapat terlihat dalam aktivitas ibadah bersama, kajian lintas iman dan sejenisnya. Kasus-kasus seperti biksu masuk masjid, muslimah mengikuti perayaan misa, termasuk penyambutan Paus baru-baru ini di Masjid Istiqlal adalah bukti nyata rusak dan bahayanya konsep moderasi beragama ini bagi umat Islam.

Maka, apa jadinya umat, jika para dai justru mendakwahkan Islam moderat atau moderasi beragama ini? Alih-alih umat akan bangkit, malah umat semakin sakit. Umat pun akan semakin jauh dari pemahaman Islam yang benar, permasalahan umat pun tidak selesai. Jangan sampai para dai ikut arus program moderasi beragama ini!

Khatimah

Dai berada di tengah-tengah umat untuk melakukan aktivitas mulia dakwah, yakni mengajak kepada Islam, melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam QS. Ali Imran: 104

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Dengan demikian para dai harus serius mengambil bagian dari upaya perbaikan umat dan mencari solusinya. Para dai harus membekali diri dengan pemahaman Islam kaffah dengan mengikuti pembinaan-pembinaan Islam secara intensif. Jika pun ada program standarisasi dai, maka materi Islam kaffah yang seharusnya menjadi standar untuk dibekalkan kepada para dai.

Hal ini sebagai bekal para dai untuk menyampaikan kembali materi-materi Islam kaffah kepada umat. Dengan mengangkat fakta-fakta terbaru, menjelaskan dengan mendalam, tidak pilah-pilih materi, dengan menggunakan cara yang dapat dipahami umat. Berbagai uslub bisa digunakan selama tidak melanggar syariat. Tujuannya, untuk menyembuhkan umat dari sakitnya. Dengan menguatkan akidah umat, memahamkan tentang berbagai syariat Islam secara kaffah, juga membangkitkan kesadaran umat untuk mau menjadikan Islam sebagai solusi kehidupan pribadinya, masyarakat dan negara. Sekaligus mengajak umat untuk ikut berjuang demi tegaknya Islam dan kemuliaan umat.

Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]