Oleh : Hj. Padliyati Siregar, ST
Suaramubalighah.com, Opini – Gebyar Natal senantiasa terlihat di negeri mayoritas muslim di dunia ini. Ornamen Natal menghiasi di penjuru kota di Indonesia. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mulai menghias berbagai tempat dengan ornamen dan hiasan Natal menjelang hari raya Umat Kristiani. Sejumlah omamen tersebut tersebar di beberapa tempat ikonik dalam kota. Keindahan ornamen semakin bertambah saat malam hari, ketika rangkaian lampu warna-warni berbentuk pohon cemara menyala, Sinterklas, kereta rusa dan berbagai ikon khas Natal lainnya.
Selain Surabaya, kota-kota besar lainnya seperti Solo juga telah menghiasi sudut kota bahkan perkantoran dengan hiasan khas Natal berupa ornamen-omamen Natal dengan karakter putri salju dan kurcaci, lampion malaikat, lampion malaikat terbang, lampion pilar snowman putar, lampion pohon Natal, lampion kastil, lampion malaikat sangkakala, lampion santaclaus, lampion pohon Natal, lampion kurcaci, dan lampu tirai.
Alasannya, Kota Surabaya sebagai kota pluralisme selalu menjunjung tinggi persatuan dan keberagaman. Dengan ornamen ini mencerminkan toleransi yang tinggi sehingga umat beragama bisa menikmati perayaan di Kota Surabaya. Begitu pun Pemkot Kota Solo ingin menghadirkan suasana Natal agar bisa dinikmati semua kalangan masyarakat, seperti perayaan agama lainnya seperti Ramadan dan Idulfitri.
Seruan kerukunan dan toleransi terus digaungkan di berbagai daerah di negeri ini. Mereka para penggaungnya mengeklaim bahwa toleransi adalah solusi masalah keberagaman di tengah masyarakat. Padahal, ada bahaya nyata dari ide pluralisme dan toleransi yang kebablasan ini bagi umat Islam.
Islam Menjaga Keberagaman, Menolak Pluralisme
Adanya keberagaman ras, suku bangsa, bahasa, dan agama di tengah masyarakat. Pluralitas (kemajemukan) ini adalah sunatullah. Allah SWT telah berfirman, artinya:
“Wahai manusia Sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku..”(Al-Hujurat ayat 13).
Islam sangat menjaga adanya keberagaman. Namun Islam tidak pernah mencampuradukkan agama dengan budaya atau agama lainnya. Penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah selama kurang lebih 13 abad telah membuktikan rasa aman dan nyaman kehidupan antarumat beragama.
Islam telah tegas dan jelas meletakkan batas toleransi. Allah SWT berfirman :
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku
Dalam Islam konsep toleransi sungguh sangat jelas bahwa dalam segi akidah atau ibadah tidak ada toleransi, karena akidah adalah sesuatu yang mutlak dan tidak dapat dikompromi. Oleh karena itu, sekecil apapun perkara yang dapat merusak dan mencederai akidah keislaman, maka wajib dijauhi dan dihindari.
Perayaan Natal dan perayaan agama lain terkait dengan akidah dan ibadah. Maka umat Islam tidak boleh mengikuti nya, sebab akan merusak akidah umat dan bentuk upaya mencampuradukkan ajaran agama Islam dengan ajaran agama-agama lain (pluralisme) yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasulullah saw. Atas nama keindahan dan kemeriahan serta menyamakan dengan ibadah Ramadan dan Idulfitri bentuk penyesatan pemikiran umat Islam.
Allah SWT berfirman, “Janganlah kalian mencampuradukkan yang hak dengan yang batil. Jangan pula kalian menyembunyikan yang hak itu, sedangkan kalian mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 42).
Wajib Memegang Teguh Iman dan Identitas Islam
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya agar masuk Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّه لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sungguh ia musuh yang nyata bagi kalian.” (TQS Al-Baqarah [2]: 208)
Setiap muslim wajib memegang teguh Islam. Ia haram meninggalkan keyakinan Islamnya. Ia juga haram meninggalkan identitas keislamannya. Sebaliknya, identitas Islam harus dipegang teguh oleh setiap muslim dalam seluruh aspek kehidupannya. Apalagi dalam urusan peribadahan. Ikut Perayaan Natal bersama jelas mencederai identitas Islam seorang muslim dan yang pasti haram hukumnya.
Peran Negara dalam Menjaga Toleransi
Sungguh, Islam telah mengajarkan dan memperagakan toleransi dengan sangat baik dan indah sejak masa Rasulullah saw. sekira 15 abad lalu. Nonmuslim merasakan hidup sejahtera di bawah naungan Islam, berbondong-bondong masuk ke dalam Islam, bahkan meminta hidup dalam perlindungan kekuasaan Islam.
Islam juga memberikan tuntunan dalam menghargai dan menghormati pemeluk agama lain, salah satunya tidak memaksa nonmuslim masuk ke dalam Islam.
Sejak berdirinya pemerintahan Islam nubuwwah wa rahmah di Madinah, Islam mempersaudarakan berbagai suku (kabilah) dan bangsa. Berbagai suku bangsa yang pada awalnya bertentangan dan bermusuhan, dipersaudarakan oleh kalimat “laa ilaaha illallaah”, termasuk Suku Aus dan Khazraj.
Demikian pula Makkah dan Madinah yang memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal budaya, adat istiadat, serta kebiasaan, keduanya bisa dipadukan hingga membentuk masyarakat baru yang khas, yakni masyarakat Islam. Masyarakat Islam dibangun di atas akidah Islam sebagai solusi berbagai problem hidup manusia.
Dengan kata lain, peleburan berbagai suku bangsa oleh Rasulullah saw. dan para sahabat, telah menghasilkan suatu masyarakat khas yang terdiri dari kumpulan individu yang memiliki pemikiran, perasaan, aturan, serta tujuan yang sama.
Dalam aktivitasnya dengan nonmuslim, Rasulullah saw. pernah menjenguk orang Yahudi yang sedang sakit, melakukan transaksi jual beli, menghargai tetangga nonmuslim, dan lainnya. Daulah Islam pertama di Madinah yang Rasulullah saw. pimpin telah menunjukkan kecemerlangannya dalam mengelola kemajemukan (pluralitas).
Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi, hidup berdampingan satu sama lain. Mereka hidup bersama dalam naungan pemerintahan Islam. Masyarakat nonmuslim mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara, memperoleh jaminan keamanan, juga bebas melakukan peribadatan sesuai keyakinan mereka.
Jejak peradaban Islam tentang perlakuan adil Daulah Islam (Khilafah) terhadap nonmuslim pun bukan sekadar konsep, melainkan benar-benar diaplikasikan. Bukan pula berdasarkan pada tuntutan toleransi ala Barat, melainkan karena menjalankan syariat Islam.
Seorang orientalis dan sejarawan Kristen, T.W. Arnold menyatakan dalam bukunya, The Preaching of Islam: A History of Propagation of the Muslim Faith, “Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan kepada mereka. Perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen.”
Arnold juga menuliskan, “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Ottoman, selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani, telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa. Kaum Protestan Silecia pun sangat menghormati pemerintah Turki dan bersedia membayar kemerdekaan mereka dengan tunduk pada hukum Islam. Kaum Cossack yang merupakan penganut kepercayaan kuno dan selalu ditindas oleh Gereja Rusia, menghirup suasana toleransi dengan kaum Kristen di bawah pemerintahan Sultan.”
Mubalighah harus Bersuara !
Pendangkalan akidah melalui agenda tahunan Natal dan Tahun Baru semakin masif, terlebih seiring dengan proyek moderasi beragama yang ramah terhadap orang kafir namun kejam terhadap Islam dan umat Islam. Jika ini dibiarkan niscaya kerusakan akidah umat islam akan semakin merajalela. Karena pengrusakan ini dilakukan oleh negara.
Melihat kerusakan yang kian masif hari ini untuk merusak akidah umat, sudah seharusnya umat Islam khususnya mubalighah bersuara. Mubalighah tidak boleh diam. Upaya penyadaran umat dan penguatan akidah umat melalui pemahaman Islam kafah harus giat dilakukan. Sebab, Sikap diam bermakna membiarkan kerusakan meluas.
Dengan meluasnya kerusakan akibat pembiaran kemaksiatan akan menarik bala dari Allah Ta’ala, yang itu tidak hanya menimpa orang-orang yang berbuat maksiat saja, tetapi juga pada orang-orang yang diam membiarkan kemaksiatan merajalela.
Ingatlah firman-Nya, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS Al-Anfal: 25).
وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لَّا تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَاۤصَّةًۚ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ٢٥
Saatnya umat Islam melindungi diri, keluarga dan negara ini dengan penerapan Islam kafah dalam naungan Khilafah. Wallahu’alam.
[SM/Ln]