Majelis Taklim Perlu Pendidikan Politik Islam

  • Opini

Oleh Hj. Padliyati Siregar, S.T

Suaramubalighah.com, Opini – Lebih dari 97.000 ribu jumlah Majelis Taklim terdata di Kemenag dari seluruh Indonesia. Tentu ini jumlah yang sangat besar. Maka tidak heran jika majelis taklim menjadi sasaran strategis bagi pemerintah untuk menjadi mitra dalam membina umat.

Namun sangat disayangkan, majelis taklim dalam sandera politik demokrasi. Baru-baru ini, Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Khoirudin dalam forum audiensi Majelis Taklim (MT) Jakarta Selatan menyampaikan pentingnya pendidikan politik kepada jama’ah Majelis Taklim agar mampu memaknai arti demokrasi sehingga  bisa memahami hak dan tanggung jawab sebagai warga negara dan terlibat dalam membangun Jakarta sesuai bidangnya yaitu pendidikan bagi ibu-ibu  MT agar mampu mengendalikan moral anak-anaknya.

Pada kesempatan yg sama ketua Forum Komunikasi Ustazah (FOKUS) Jakarta, mengapresiasi atas silaturahim dan pendidikan politik yang telah diberikan kepada para ustazah dan jemaah Majelis Taklim. Sehingga dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam perkembangan kondisi Kota Jakarta.

Bahaya Majelis Taklim dalam Cengkeraman Politik Demokrasi

Apabila kita cermati,  apa yang sebenarnya disampaikan oleh Ketua DPRD Propinsi Jakarta justru menjerumuskan Majelis Taklim pada politik demokrasi. Jelas ini sangat berbahaya bagi keselamatan pemikiran dan akidah umat Islam (jemaah Majelis Taklim). Sebab demokrasi yang lahir dari akidah sekularime yang memisahkan agama dari kehidupan akan menjauhkan umat Islam dari pemahaman yang utuh tentang Islam kaffah. Dibalut dengan kata  religius (mengambil nilai nilai agama) untuk menutupi kerusakan dan kezaliman yang disebabkan oleh penerapan politik demokrasi.

Memanfaatkan  jemaah Majelis Taklim yang apolitis, kaum sekuler liberal menggiring mereka pada politik demokrasi.  Dididik dengan politik demokrasi , jemaah Majelis Taklim yang semestinya ada untuk memperdalam ajaran Islam yang kaffah justru mempelajari nilai nilai Barat yang sekuler, akibatnya jemaah justru makin jauh dari gambaran politik Islam yang diterapkan dengan sistem khilafah.

Majelis Taklim semakin buta akan gambaran Islam secara utuh karena diarahkan beribadah/beragama sesuai arahan  Barat. Mengingat demokrasi asasnya sekularisme dan menganut paham kebebasan (kebebasan beragama, berpendapat, bertingkah laku dan kepemilikan).

Belum lagi potensi Majelis Taklim  yang sangat besar baik dari sisi massa maupun pengaruh di masyarakat akan kehilangan fungsi untuk amar makruf nahyi mungkar pada penguasa zalim. Majelis Taklim justru dijadikan penjaga dan tunggangan  politik demokrasi yang sejatinya adalah sistem politik yang otoriter, berpihak pada kapitalis oligarki dan abai terhadap kepentingan rakyat.

Tidak heran jika Majelis Taklim menjadi tumbal politik kotor demokrasi. Umat hanya sibuk dengan politik praktis yang meninabobokan masyarakat. Mendidik Majelis Taklim  dengan politik demokrasi akan semakin menjauhkan umat dari perubahan hakiki, yakni penerapan Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Tentu saja ini sangat berbahaya.

Majelis Taklim Butuh Pendidikan Politik Islam

Maka yang dibutuhkan Majelis Taklim hari ini adalah pemahaman Islam kaffah sehingga butuh kurikulum Islam kaffah untuk Majelis Taklim.

Dengan pemahaman Islam kaffah akan memperkuat keimanan masyarakat berjalan optimal sehingga akan mewujudkan masyarakat bertakwa,sehingga kemaksiatan akan berkurang.

Melalui Majelis Taklim akan ada pencerdasan umat dengan Islam kaffah, sehingga umat paham tata kelola kehidupan yang sesuai dengan syariat Islam. Sehingga dengan masyarakat cerdas tidak mudah ditindas dan dijajah. Untuk itu  butuh pendidikan politik Islam kaffah bukan demokrasi, karena sejatinya politik demokrasi adalah akar persoalan umat  hari ini. Tentu saja distorsi makna politik ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, melainkan harus diluruskan agar aktivitas politik berjalan pada rel yang benar dan tujuan berpolitik bisa tercapai dengan baik.

Politik memisahkan agama dari kekuasaan ini ternyata berlangsung sampai hari ini. Hanya saja tujuannya agak sedikit berbeda, yaitu upaya menjauhkan agama Islam dari politik atau dari kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan sesuai ajaran Islam.

Secara etimologi (lughawi/bahasa), politik (as-siyâsah) berasal dari kata sâsa-yasûsu-siyâsatan yang berarti ‘mengurus kepentingan sesorang’. Dalam kamus Al-Muhîth dikatakan, “Sustu ar-ra’iyata siyasatan,” yang berarti, “Saya memerintah dan melarangnya.”

Dekat dengan pengertian ini. Secara terminologi (istilah), Ahmad ‘Athiyah menyatakan politik bermakna ‘memelihara, mengurus, dan memperhatikan urusan rakyat’. Menurut Syekh Abdul Qadim Zallum, politik Islam adalah mengatur urusan rakyat, baik dalam negeri maupun luar negeri sesuai dengan ajaran Islam. Politik ini secara praktis dilakukan oleh negara dan rakyat berkewajiban untuk mengontrol jalannya pemerintahan agar sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karenanya, rakyat mempunyai kewajiban untuk menasihati dan mengoreksi penguasa. (Syekh Abdul Qadim Zallum, Pemikiran Politik Islam, Bangil: Al-Izzah, hlm. 11—15).

Tentu  saja kita  menjalankan seluruh aktivitas, termasuk aktivitas politik, kaum muslim wajib meneladani Rasulullah saw. sebagaimana  terdapat dalam QS Al-Ahzab: 21.

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan ia banyak menyebut Allah.”

Dan juga terdapat dalam Al-Qur’an, “Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS Ali Imran: 31)

“Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambillah. Dan apa saja yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah.” (QS Al-Hasyr: 7)

Untuk itu pendidikan politik yang mendesak diberikan adalah pendidikan politik Islam agar mereka paham makna politik yang benar dan aktivitas politik apa yang seharusnya mereka perjuangkan. Dengan pendidikan politik Islam, kualitas SDM majelis taklim  akan meningkat dan ibu-ibu Majelis Taklim  akan berkontribusi untuk perbaikan masyarakat khususnya. Saatnya Majelis Taklim bersuara lantang untuk upaya penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah.

Wallahu a’lam. [SM/Ln]