Oleh Ummu Nashir N.S.
Suaramubalighah.com— Pemerintah meluncurkan Gerakan Ramadan Ramah Anak sebagai upaya meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap anak. Gerakan ini dilatarbelakangi analisis mengenai penyebab kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi menyatakan bahwa salah satu penyebab adanya kekerasan yang dialami perempuan, serta yang dialami dan dilakukan oleh anak, adalah pola asuh dalam keluarga dan penggunaan gawai (gadget) yang belum bijaksana. Untuk itu, pihaknya memanfaatkan momentum Ramadan untuk mendorong para orang tua memperbaiki pola pengasuhan dan menerapkan pembatasan penggunaan gawai. (Antaranews, 5-3-2025).
Ia mengatakan, “Kami memanfaatkan momen bulan Ramadan, bagaimana para orang tua untuk introspeksi melihat apakah pola asuh terhadap anak-anaknya sudah semakin baik dan juga menerapkan untuk membatasi penggunaan gawai.”
Untuk mewujudkan tujuan ini, dilakukanlah kolaborasi enam kementerian dan Kantor Staf Kepresidenan dalam Gerakan Ramadan Ramah Anak. Lantas, benarkah gerakan ini mampu mencegah terjadinya kekerasan pada anak?
Kekerasan terhadap Anak Bukan Sekadar Masalah Keluarga
Tidak dimungkiri bahwa kasus kekerasan terhadap anak makin marak terjadi di negeri ini, entah dilakukan oleh orang dewasa maupun teman sebayanya. Bagaimanapun, harus ada upaya untuk menyelesaikannya.
Hanya saja, permasalahan anak negeri ini bukan sekadar masalah di keluarga, melainkan ada banyak hal lain yang memengaruhinya. Tidak akan bisa diselesaikan hanya di tataran keluarga dengan sekadar memperbaiki pola pengasuhan dan menerapkan pembatasan penggunaan gawai. Namun, perlu penyelesaian lebih dari itu.
Jika kita cermati juga, sesungguhnya kekerasan yang terjadi pada anak muncul akibat penerapan sistem hidup sekuler. Kejadian tersebut tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai hidup yang salah yang telah berkembang di masyarakat. Pelaku kekerasan, termasuk kekerasan fisik ataupun seksual pada anak yang mayoritasnya adalah orang yang dekat dengan korban, menggambarkan keadaan masyarakat yang sakit.
Nilai kebebasan yang dikandung sistem ini menjadi racun mematikan bagi akal dan naluri manusia, hingga seorang ibu tega menyakiti bahkan membunuh anaknya sendiri. Dalam kasus lain, seorang ayah tega membunuh atau menggauli darah dagingnya sendiri. Inilah ketika pemahaman agama tidak menjadi standar perilaku, hawa nafsu pun menjadi penentu. Sungguh, liberalisme telah menghilangkan ketakwaan individu.
Di sisi lain, maraknya kekerasan pada anak menjadi gambaran betapa lemahnya jaminan keamanan bagi anak. Bahkan, orang tua yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi ancaman bagi anak. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai tempat yang aman bagi anak. Kondisi ini menjadi makin berat ketika kemiskinan membuat kaum ibu harus ikut bekerja mencari nafkah. Sulitnya kehidupan mengakibatkan tekanan psikologis pada orang tua sehingga memicu terjadinya kekerasan kepada anak.
Selain keluarga, lingkungan dan negara juga telah abai memberikan jaminan keamanan kepada anak. Maraknya pornografi dan pornoaksi menjadi bukti bahwa syahwat dibiarkan menuntut pemuasan. Rendahnya kontrol masyarakat juga membuat banyaknya kasus yang tidak dilaporkan. Belum lagi ringannya hukuman bagi pelaku kekerasan seksual, membuktikan lemahnya jaminan negara atas keamanan anak.
Lihat saja, hukuman tidak dapat memberikan efek jera. Pelaku tindak pencabulan anak di bawah umur umumnya akan dijerat Pasal 81 dan 82 UU 23/2002 tentang perlindungan anak dengan hukuman 3—10 tahun penjara.
Inilah buah dari sistem sekuler. Sistem yang membawa kerusakan pada masyarakat dan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan manusia. Sistem yang memperhatikan aspek individualisme semata yang akhirnya menjadikan negara abai terhadap tugas dan perannya sebagai pelindung bagi rakyatnya.
Oleh karena itu, perlu adanya sistem kehidupan yang mampu melindungi rakyatnya dengan sempurna dan tidak cukup dengan Gerakan Ramadan Ramah Anak yang hanya bertumpu pada perbaikan pola pengasuhan dan pembatasan penggunaan gawai. Satu-satunya sistem kehidupan yang mampu memberikan rasa aman bagi anak dan seluruh rakyatnya hanyalah sistem Islam. Sistem kehidupan yang datang dari Allah Al-Khalik Al-Mudabbir.
Anak-Anak dan Keluarga Muslim Perlu Sistem Kehidupan yang Kondusif
Untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, tenteram, dan terlindungi dari berbagai keburukan, diperlukan adanya peran sistem yang kondusif yang akan mampu memberikan perlindungan secara hakiki bagi keluarga dan masyarakat. Bagaimanapun kuatnya kita memproteksi keluarga dengan ide-ide Islam dan pembinaan intensif kepada anak kita, jika sistem yang berlaku di tengah kehidupan keluarga tidak menggunakan hukum syarak, akan sulit bagi bangunan keluarga sekokoh apapun, untuk bisa bertahan.
Gempuran dari luar juga senantiasa mengadang, baik pemikiran-pemikiran yang merusak maupun rintangan berupa kesulitan ekonomi yang berdampak pada sulitnya pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik anggota keluarga. Dari sinilah biasanya muncul berbagai penyimpangan. Untuk itu, penataan kehidupan yang benar berkaitan dengan semua urusan sangat diperlukan.
Hanya dengan sistem politik Islamlah semua itu bisa terwujud. Sistem politik Islam memiliki kemampuan untuk menyolusi semua persoalan, baik individu, keluarga, maupun masyarakat. Sistem Islam mampu membendung serangan musuh-musuh Islam dan menjaga masyarakat agar tetap dalam keimanan dan tatanan sesuai dengan aturan Islam. Hal ini dilakukan dengan penerapan aturan Islam secara kafah sehingga tercipta tatanan masyarakat yang baik, damai, dan sejahtera; dipenuhi ampunan dan rida Allah ta’ala.
Di bawah naungan Islam, umat harus menjadikan syariat sebagai pijakan dalam menjalani kehidupan. Artinya, seorang ayah harus melaksanakan tugasnya sebagai pelindung keluarga dan menafkahi seluruh anggota keluarganya. Demikian halnya seorang ibu, wajib menjalankan tugas utamanya sebagai ummun wa rabbatul bait sehingga proses pengasuhan dan tumbuh kembang anak akan berlangsung sesuai tuntunan Islam dan anak pun terhindar dari kebinasaan.
Selain itu, ketika syariat Islam diterapkan secara sempurna, hal ini akan meringankan beban orang tua karena negara akan bertanggung jawab terhadap rakyatnya dengan menyediakan pendidikan islami yang berkualitas secara cuma-cuma, membendung semua ideologi dan pemikiran yang rusak masuk ke tengah umat, dan anak-anak akan terdidik dengan tsaqafah Islam. Dengan begini, akan lahir anak-anak yang berkepribadian Islam yang tangguh dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan.
Demikianlah, jika sistem Islam diterapkan secara kafah dalam naungan Khilafah Islamiah, kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki akan terwujud. Ini adalah niscaya karena Khilafah atau negara yang dipimpin oleh seorang khalifah, adalah junnah (perisai). Sebagaimana layaknya perisai, ia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap rakyatnya.
Sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad)
Negara atau Khalifah harus bisa menjadi junnah bagi orang yang dipimpinnya. Artinya, ia harus bisa melindungi rakyatnya, termasuk anak-anak. Anak-anak dapat tumbuh dengan aman, menjadi calon-calon pemimpin, pejuang, dan generasi terbaik.
Dalam Khilafah, jangankan nyawa dan kehormatan manusia, nasib seekor keledai pun amat diperhatikan oleh pemimpin. Ada perkataan yang masyhur dari Khalifah Umar bin Khaththab ra., “Jika ada anak domba mati sia-sia di tepi sungai Eufrat (di Irak), sungguh aku takut Allah akan menanyaiku tentang hal itu.” Apabila nasib anak domba saja begitu dicemaskan oleh khalifah, apalagi nasib anak-anak manusia?
Sungguh, telah sangat nyata keunggulan sistem kehidupan Islam. Masihkah berharap pada sistem sekuler kapitalisme yang terbukti gagal melindungi rakyatnya? Inilah saatnya umat Islam berjuang bersama untuk mewujudkan sistem kehidupan yang unggul dalam bingkai Khilafah.
Hanya dengan Khilafah, seluruh aturan Islam bisa tegak di muka bumi ini sehingga seluruh rakyat, termasuk anak-anak, akan terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan, baik yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya maupun teman-teman sebayanya. Wallahu ‘alam bishshawab.
Sumber: muslimahnews.net
[SM/Ln]