Sempurnakan Gerakan Ayo Mengaji dengan Pengajaran Islam Kaffah

  • Opini

Oleh: Bunda Nurul Husna

                Suaramubalighah.com, Opini__ Direktorat Pendidikan Agama (PAI) tengah menggagas “Gerakan Ayo Mengaji” di sekolah-sekolah sebagai upaya mengatasi keterbatasan literasi dan meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an di kalangan siswa. Program ini diharapkan menjadi solusi untuk menuntaskan buta aksara Al-Qur’an secara nasional. Gerakan yang akan dituangkan dalam SKB lintas kementerian yakni Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini, dibahas bersama dalam giat “Literasi Al-Qur’an di Sekolah” yang digelar oleh Direktorat PAI di Bogor pada November 2024 lalu. (kemenag.go.id).

                Dinyatakan bahwa tanggung jawab besar menuntaskan buta aksara Al-Qur’an ini akan menjadi ladang pahala bagi guru-guru PAI yang juga memiliki kewajiban mendiidk anak bangsa dalam rangka meningkatkan literasi pendidikan agama. Program tuntas baca Al-Qur’an yang dicanangkan menjadi bagian dari Peta Jalan Pendidikan Agama Islam 2024-2029 ini, didorong agar dapat menjadi program prioritas pemerintah.

                Giat literasi ini membahas tiga sub-tema yakni: Standar Pembelajaran Membaca Al-Qur’an, Regulasi Pusat dan Daerah tentang Gerakan Mengaji, dan Best Practice atas Permasalahan dan Solusi Tuntas Baca Al-Qur’an.

Buta Aksara Al-Qur’an Masih Tinggi

                Ironis memang, negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini, ternyata angka buta aksara Al-Qur’annya masih tinggi. Penelitian dari Tim Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta menemukan tingkat buta huruf Al-Qur’an di Indonesia sekitar 58,57% sampai 65%. Sementara kemampuan membaca Al-Qur’an pada level cukup dan kurang, mencapai 72,25%. Namun kajian dari Kementerian Agama justru menyatakan buta huruf Al-Qur’an di Indonesia hanya 38,49%. (Harianjogya.com, April 2024). Bahkan pada gelaran Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) Nasional XXVII di Jambi pada Oktober 2023, Menag Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa berdasarkan survei Kemenag, indeks literasi Al-Qur’an di Indonesia cukup tinggi yakni mencapai 66% dan terkategori sedang.

                Kondisi buta huruf Al-Qur’an ini disebabkan beberapa faktor, antara lain jumlah murid yang tidak sebanding, minat murid yang kurang, motivasi keluarga yang kurang, dan kompetensi guru yang kurang. Sehingga guru didorong untuk makin giat menjalankan tugas pembelajarannya, serta membuat suasana pembelajaran yang nyaman agar murid-murid yang tidak bisa baca Al-Qur’an bisa teratasi. Meski demikian, tetap menjadi sebuah ironi bagi negeri ini. Mayoritas penduduknya muslim, tapi angka buta huruf Al-Qur’annya masih tinggi.

Istimewa dengan Al-Qur’an

                Al-Qur’an sungguh istimewa. Setiap yang berkaitan dengan Al-Qur’an pun menjadi istimewa. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Ta’ala melalui malaikat yang utama dan istimewa, malaikat Jibril as. Diwahyukan pada manusia terbaik dan istimewa, baginda Rasulullah Muhammad saw. Turun pada bulan istimewa yakni Ramadan yang mulia, di malam kemuliaan yang istimewa, Lailatul Qadar. Umat Islam pun menjadi mulia dan istimewa dengan Al-Qur’an. Maka siapa pun yang paling banyak berinteraksi dengan Al-Qur’an, ia akan menjadi hamba yang istimewa. Demikian pula seharusnya suatu bangsa. Bangsa dan umat yang menghendaki kemuliaan, haruslah menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dalam menata seluruh aspek kehidupannya.

                Karena sejatinya, Al-Qur’an bukan sekadar kumpulan huruf, lafaz dan surah saja. Namun Al-Qur’an adalah petunjuk (hudan) dan pedoman hidup setiap mukmin untuk meraih kehidupan bahagia dan berkah, di dunia dan akhirat, sebagaimana firman-Nya, “(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan batil).” (QS AlBaqarah/2: 185).

Dan lebih khusus lagi Allah firmankan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (QS AlBaqarah/2: 2)

Menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup tentu tidak cukup dengan membacanya atau menghafalkannya. Tapi haruslah kita mentadabburinya agar memahami kandungan Al-Qur’an dan siap mengambil semua syariat Allah yang ada dalam Al-Qur’an secara keseluruhan. Sebagaimana firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah/2: 208).

Terlebih Al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber syariat Islam sebagai mu’aalajah musykilah, yaitu solusi bagi semua persoalan manusia, mulai dari A sampai Z, mulai dari membangun keluarga sampai membangun negara, mulai dari problem individu, keluarga, masyarakat, hingga negara.

Realitasnya juga, baginda Rasulullah saw. dan para sahabat beliau, tidak hanya membaca Al-Qur’an dengan tartil saja. Namun mereka mentadabburinya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan memperjuangkannya hingga bisa diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan umat di segala aspek kehidupan.

Dengan demikian, adalah sebuah kekeliruan jika kaum muslimin hari ini hanya mencukupkan diri dengan urusan membaca Al-Qur’an lafaz per lafaz, surah per surah, bahkan berupaya menghafalkannya, namun abai terhadap seruan-seruan hukum syarak yang terkandung dalam Al-Qur’an yang memang wajib bagi setiap mukmin untuk mengamalkannya secara riil dalam kehidupannya.

Membaca Al-Qur’an demi Mengamalkannya

                Ada beberapa lafaz yang digunakan dalam Al-Qur’an yang dapat dimaknai dengan “membaca”. Yaitu, tartil, tilawah, qira’ah, dan tadabbur Al-Qur’an. Tentang tartil, Allah Ta’ala berfirman, “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil (perlahan-perlahan)”. (QS. Al Muzammil/73: 4)

Menurut Imam Ibnu Katsir, makna bacalah Al-Qur’an dengan tartil (perlahan-lahan) karena sesungguhnya bacaan seperti ini membantu untuk memahami dan merenungkan makna yang dibaca, dan memang demikianlah bacaan yang dilakukan oleh Rasulullah saw sehingga Aisyah ra mengatakan bahwa Nabi saw apabila membaca Al-Qur’an yaitu dengan perlahan-lahan sehingga bacaan beliau saw. terasa paling lama dibandingkan dengan orang lain.

                Tentang tilawah, Allah Ta’ala berfirman, “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah (sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al Jumuah/62: 2)

Tilawah berasal dari kata taala-tatlu-tilaawah yang artinya mengikuti. Jadi tilawah adalah membaca dengan maksud mengikuti yang dibaca, yaitu mengikuti Al-Qur’an.

                Tentang qira’ah, Allah Ta’ala berfirman, “Bacalah dengan nama Rabbmu yang telah menciptakan.” (QS Al‘Alaq/96: 1). Qira’ah  adalah masdar dari qara’ah yang artinya mengumpulkan. Derivat dari kata ini adalah tafahhama, daarasa, tafaqqaha, hafizha, jama’a, dhamma (Mu’jam Mufradat Alfazhil Qur’an hal. 413-414, Lisanul Arab I/128-133) Maka, qira’ah artinya membaca untuk mempelajari, memahami, dan sebagainya.

                Tentang tadabbur, Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadabburi (memperhatikan, menghayati) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS Shad/ 38: 29)

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menukilkan pendapat Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah, “Demi Allah, tadabbur Al-Qur’an itu bukanlah dengan menghafal huruf-hurufnya, tetapi mengaabaikan batas-batas hukumnya, hingga ada yang mengatakan ‘Aku telah membaca Al-Qur’an seluruhnya, tetapi Al-Qur’an itu tidak tampak dalam akhlak dan perbuatannya.’”

                Dari sini jelaslah bahwa lafaz membaca yang ada dalam Al-Qur’an, sesungguhnya merupakan perintah dari Allah Ta’ala untuk membaca Al-Qur’an secara serius, bukan sekedar membaca lafaznya saja, atau membunyikan huruf dan lafaznya dengan suara. Namun lebih dari itu, Allah memerintahkan kita untuk merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, mentadabburinya, memahami maknanya, tunduk patuh pada semua seruan (khitab) di dalamnya, hingga memberikan dorongan kuat untuk mengamalkan semua ajaran dan hukum syarak yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kemudian juga mendakwahkannya, serta memperjuangkan Al-Qur’an hingga benar-benar diterapkan secara sempurna dan total (kaffah) dalam kehidupan masyarakat dan negara.

                Oleh karena itu, program yang cukup inspiratif seperti “Gerakan Ayo Mengaji” yang diinisiasi oleh pemerintah sebagai bagian dari Peta Jalan Pendidikan Agama Islam tahun 2024-2029, hendaknya tidak terbatas pada pemberantasan buta aksara Al-Qur’an saja. Namun juga memberantas buta pemahaman Al-Qur’an. Artinya, “Gerakan Ayo Mengaji” perlu disempurnakan menjadi “Gerakan Ayo Mengaji dan Pahami Islam Kaffah”.

Karena sesungguhnya, Al-Qur’an tidak hanya untuk dibaca. Al-Qur’an harus dijadikan panduan secara riil  bagi tiap mukmin dalam menjalani hidupnya. Bahkan Al-Qur’an; bersama sunnah Rasulullah saw; wajib dijadikan sebagai pedoman dalam menata kehidupan masyarakat dan negara di seluruh bidang kehidupan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Muhammad), dan taatilah ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa/4: 59)

Itu juga hakikat berIslam kaffah, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia adalah musuh nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah/2: 208)

Jika “Gerakan Ayo Mengaji dan Pahami Islam Kaffah” benar-benar dimasifkan dan dijalankan dengan baik, akan mensupport negeri ini dalam meraih target Indonesia Emas di 2045. Apalagi jika ditopang dengan kehendak kuat dari para pemimpin dan tokoh umatnya untuk segera menghadirkan kembali kehidupan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan bernegaranya, negeri ini bahkan berpeluang besar untuk menjadi negara yang maju, hebat, dan siap memimpin dunia dengan penuh kemuliaan, karena menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup negaranya. Negeri ini akan mampu menjadi pusat peradaban Islam dalam naungan sistem Khilafah yang agung, yang akan menghadirkan berbagai kebaikan, keberkahan, dan rahmat bagi seluruh alam, serta dikelola oleh pemimpin negara (khalifah) yang bertakwa dan amanah, yang mau dan mampu menerapkan syariat Islam secara kaffah di semua aspek kehidupan rakyat.

Oleh karenanya, para muballighah hendaknya terus mendidik umat dengan Islam kaffah, agar umat makin paham berbagai mekanisme Islam dalam mengatur kehidupan individu rakyat, keluarga, masyarakat dan negara. Muballighah juga wajib segera mengambil posisi dalam barisan perjuangan Islam bersama jamaah dakwah Islam ideologis, yang secara lantang terus menyuarakan Islam kaffah hingga terwujudnya kembali kehidupan masyarakat Islam yang adil, sejahtera, dan barakah dalam naungan Khilafah. [SM/Ln]