Suaramubalighah.com, Opini — Idulfitri 1446 H telah tiba. Ini adalah momen yang membahagiakan bagi umat Islam karena telah berhasil menjalankan ibadah pada bulan Ramadan nan mulia dan penuh kebaikan.
Pada hari raya ini umat Islam bersuka cita karena bertemu dengan bulan Syawal. Saat Idulfitri mereka bisa berkumpul bersama untuk melaksanakan salat id dan saling mendoakan. Sebagian umat Islam memanfaatkan Idulfitri untuk menjalin silaturahmi dengan kerabat maupunp saudara sesama muslim. Semua orang seharusnya berbahagia saat momen ini tiba. Sayang, kebahagiaan itu tidak sempurna. Ada duka di balik kebahagiaan merayakan Idulfitri. Ini karena banyak kaum muslim yang masih tertindas di bawah penjajahan. Hingga saat ini muslim Palestina, Uighur, Rohingya, India, dan lainnya masih terjajah.
Umat Terjajah
Di Palestina, saudara kita merasakan pilu yang mendalam karena harus melaksanakan salat jenazah setelah salat id. Ini karena Zion*s Yahudi membombardir Gaza saat warga Palestina sedang merayakan Idulfitri pada Ahad (30-3-2025). Serangan tersebut menewaskan sembilan orang, termasuk lima anak-anak.
Aljazeera memberitakan bahwa warga Palestina sedang melaksanakan salat Idulfitri saat Israel melakukan serangan. Penjajah Zionis*s tidak menghentikan serangan meski tahu bahwa umat Islam sedang beribadah salat. Pusat Informasi Palestina mengunggah sebuah video yang menunjukkan adanya suara tembakan saat muslim Gaza sedang salat.
Tidak hanya muslim Gaza yang merasakan pilu saat Idulfitri. Muslim Tepi Barat juga merasakan kesedihan yang sama. Pada 1 Syawal tentara Yahudi menyerbu beberapa rumah di Hebron, Tepi Barat. Mereka menduduki wilayah tersebut, mendobrak pintu, menggeledah rumah-rumah, dan menangkap tiga orang.
Penjajah mendirikan lebih banyak pos pemeriksaan di Hebron dan menutup jalan di sana. Mereka bahkan menolak untuk membuka sepenuhnya Masjid Ibrahimi di Hebron untuk umat Islam di sana merayakan Idulfitri.
Ini adalah Idulfitri penuh kesedihan yang kesekian kalinya bagi muslim Palestina. Sejak Oktober 2023 Zion*s telah membunuh lebih dari 50.200 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak. Mereka membombardir masjid, rumah, sekolah, rumah sakit, bahkan tempat pengungsian.
Seorang anak Palestina dengan berurai air mata mengatakan bahwa mereka (muslim Palestina) tidak memiliki apa-apa untuk berhari raya. Tidak ada makanan, minuman, baju baru, maupun rumah yang nyaman untuk berlebaran. Sedangkan di lokasi lain, beberapa orang membawa sepatu-sepatu kecil yang sedianya digunakan anak-anak Palestina untuk merayakan Idulfitri, tetapi sepatu itu telah terpisah dari jasad pemiliknya karena teror bom oleh Zion*s Yahudi. Siapa pun akan merasakan sesak yang sangat ketika menyaksikan kondisi Palestina.
Pilu penjajahan ini tidak hanya dirasakan muslim Palestina. Umat Islam di berbagai belahan dunia juga terjajah. Muslim Uighur masih berada di bawah tekanan rezim Cina. Mereka juga mengalami genosida secara sistematis. Mereka harus hidup di kamp konsentrasi yang menghancurkan fisik dan mental. Tidak sedikit yang akhirnya kehilangan nyawa.
Begitu pula nasib muslim Rohingya. Mereka diusir dari tempat tinggalnya, lalu mencari negeri yang mau menerima dan menyejahterakan mereka. Berminggu-minggu mereka terombang-ambing di tengah lautan dengan kapal renta yang kelebihan muatan dan dalam kondisi kekurangan makanan. Mereka berharap ada yang mau menolong, tetapi belenggu nasionalisme menyebabkan penguasa muslim menolak mereka. Meskipun ada yang mau menerima mereka, sifatnya sementara saja, selanjutnya mereka harus hengkang entah ke mana.
Para penguasa muslim itu tidak peduli bahwa pulang bagi muslim Rohingya berarti menyerahkan nyawa. Sedangkan melanjutkan perjalanan artinya memperpanjang ketidakpastian dan terus terkatung-katung di tengah lautan tanpa tahu ke mana harus berlabuh.
Pilu juga dirahasiakan muslim India yang kerap mengalami diskriminasi dari penguasa India. Pemerintah membiarkan massa Hindu membakar masjid, merusak rumah, menodai kesucian muslimah, dan menghilangkan nyawa muslim secara sadis. Pemerintah juga berlaku rasis melalui undang-undang yang mengebiri hak-hak muslim, termasuk hak dasar untuk memperoleh pendidikan.
Tanpa Junnah
Pilu umat Islam Palestina, Uighur, Rohingya, India, dan lainnya sejatinya merupakan pilu seluruh umat Islam. Ini karena umat Islam bagaikan satu tubuh. Rasulullah saw. bersabda, “Orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuhnya ikut merasakan tidak bisa tidur dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Muslim)
Namun, saat ini umat Islam tidak bisa menolong saudara-saudaranya yang terjajah, meski jumlah mereka sangat banyak. Umat Islam kini dalam kondisi lemah dan tercerai-berai. Mereka seperti buih yang diombang-ambingkan gelombang. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “’Hampir-hampir bangsa-bangsa (kafir) saling mengajak untuk memerangi kalian, sebagaimana orang-orang yang akan makan saling mengajak menuju piring besar mereka.’ Seorang sahabat bertanya, ‘Apakah disebabkan dari sedikitnya kita pada hari itu?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, bahkan pada hari itu kalian banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan.’” (HR Abu Daud)
Kondisi umat Islam yang seperti buih ini karena tiadanya junnah (perisai) yang melindungi mereka dari penjajahan dan serangan negara-negara kapitalis. Junnah itu tiada lain adalah Daulah Khilafah. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh)
Umat Terlindungi di Bawah Naungan Khilafah
Khilafah akan berperan sebagai junnah (perisai) yang melindungi umat Islam di seluruh penjuru dunia agar terbebas dari cengkeraman penjajah. Khilafah akan mempersatukan umat Islam sedunia dengan ikatan akidah Islam. Khilafah akan menerapkan syariat kafah di dalam negeri dan menyelenggarakan jihad ke luar negeri untuk membebaskan negeri muslim yang terjajah.
Berkat ikatan akidah Islam, umat Islam tidak akan bisa “tidur nyenyak dan hidup enak” selama masih ada saudaranya sesama muslim yang teraniaya. Umat Islam akan berupaya keras untuk membebaskan negeri-negeri muslim yang terjajah. Khalifah akan mengomando seluruh tentara dan umat Islam untuk jihad fi sabilillah membebaskan muslim Palestina, Uighur, Rohingya, India, dan lainnya.
Jihad hukumnya fardu. Ini sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS Al-Baqarah [2]: 190)
Allah SWT bahkan mempertanyakan sikap kaum muslim, terutama pihak yang memiliki kekuatan seperti militer, yang diam saat saudaranya yang terzalimi memanggil minta tolong. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang berdoa, ‘Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang penduduknya zalim.’” (QS An-Nisa’ [4]: 75)
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah dalam buku Asy-Syakhshiyyah al-Islāmiyyah (Kepribadian Islam) menjelaskan makna jihad adalah mengerahkan segenap kemampuan dalam perang di jalan Allah, baik secara langsung berperang, maupun dengan memberikan bantuan untuk perang, misalnya bantuan berupa harta, pendapat, memperbanyak pasukan perang, dan lain-lain.
Khilafah akan mengerahkan tentara reguler (jaisy) maupun cadangan (rakyat) hingga semua negeri muslim yang terjajah bisa dibebaskan dan kembali ke pangkuan Khilafah. Khilafah tidak akan mau berkompromi dengan negara-negara Barat maupun lembaga-lembaga internasional yang nyata-nyata melindungi Zion*s. Khilafah juga tidak akan terikat dengan perjanjian ataupun solusi dua negara yang diprakarsai oleh Barat. Khilafah akan menjadi negara independen, tidak boleh disetir oleh negara lain. Pembebasan Palestina akan menjadi agenda utama Khilafah sejak hari pertama berdirinya.
Khatimah
Umat harus berjuang untuk menegakkan Khilafah karena Khilafah adalah pelindung hakiki umat Islam seluruhnya. Untuk itu, harus ada jemaah dakwah yang melakukan pembinaan di tengah umat untuk membangun kesadaran umat untuk berjuang menegakkan kembali Khilafah. Wallahu ‘alam bishshawab.
Sumber Muslimahnews.net
[SM/Ln]