Suaramubalighah.com, Opini — Merespons situasi Gaza dan gagalnya semua ikhtiar umat menolong kaum muslim di sana, mulai dari demonstrasi, pengiriman bantuan logistik, hingga boikot atas produk terafiliasi Zion*s, dll., para ulama internasional akhirnya bersuara menyerukan jih@d untuk membela Gaza.
Mereka terdiri dari para ulama yang memiliki reputasi tinggi di kalangan umat Islam dan selama ini terafiliasi dalam International Union of Muslim Scholars (IUMS) yang berpusat di Doha, Qatar. Fatwa yang memuat 15 poin tersebut muncul di situs web resmi organisasi IUMS dan akun X resmi presidennya, Syekh Ali al-Qaradaghi. (4-4-2025).
Secara garis besar, fatwa ini berisi seruan agar seluruh kaum muslim tidak berhenti membantu Gaza dan turut berjih@d melawan Zion*s dan sekutunya. Juga berisi desakan agar pemerintahan negara muslim segera membentuk aliansi militer, serta melakukan upaya intervensi ekonomi dan politik guna menghentikan genosida dan penghancuran total di Gaza.
Para ulama tersebut juga mengingatkan bahwa sikap mengabaikan dan meninggalkan Gaza dengan kondisi seperti ini merupakan “dosa besar”, sekaligus merupakan pengkhianatan terhadap tanggung jawab kepemimpinan. Mereka juga mendesak agar semua pemerintahan negara-negara muslim meninjau ulang semua bentuk hubungan dengan Zion*s, terutama atas negara-negara Arab yang telah melakukan perjanjian normalisasi.
Sudah Seharusnya
Apa yang dilakukan para ulama tersebut sejatinya merupakan tugas agama yang wajib diemban para pewaris nabi. Mereka memang sudah semestinya berada di garda terdepan perjuangan dan pembelaan terhadap muslim Gaza-Palestina di tengah diamnya para penguasa muslim, dan ketakberdayaan umat Islam selama ini.
Mereka, dengan ketinggian ilmu dan ketakwaannya, juga sudah seharusnya terus mengingatkan umat, bahkan memimpin mereka melakukan jihad fi sabilillah. Mereka pula yang semestinya berani menghadapi para penguasa Islam, dan mendatangi istana-istana mereka untuk menasihati, bahkan memaksa mereka agar mau mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk mengusir penjajah di bumi Palestina.
Seruan tentang jih@d ini juga sudah tepat mengingat akar masalah Palestina adalah kehadiran penjajah Zion*s dengan pasukan militernya yang didukung secara penuh oleh kekuatan negara adidaya, khususnya AS dan Eropa. Jih@dlah satu-satunya cara yang syar’i untuk menghadapi kekuatan musuh Islam yang jelas-jelas telah menimbulkan kerusakan dan membantai umat Islam.
Masalahnya adalah, apakah seruan ini akan efektif jika “hanya” berupa deklarasi atau fatwa? Sementara itu, fatwa sifatnya tidak mengikat dan faktanya kekuatan militer berupa pasukan dan senjatanya ada di tangan para penguasa yang begitu mengagungkan spirit negara bangsa dan selama ini terbukti hanya bisa berkoar-koar, bahkan bungkam seribu bahasa melihat genosida di Gaza dan aneksasi wilayah Palestina. Negara-negara muslim tersebut bahkan secara tidak langsung turut memberi jalan dan bantuan bagi entitas Zion*s untuk mengusir dan membunuhi warga Palestina, khususnya Gaza.
Tidak sedikit dari mereka, khususnya negara-negara Arab, yang rela berjabatan tangan dengan gembong Zion*s dan AS, bahkan merelakan negerinya untuk menjadi pangkalan militer Amerika hanya demi mendapat dukungan atas kursi kekuasaan. Mereka juga tega menutup pintu perbatasan hingga sekadar bantuan logistik begitu sulit masuk ke Gaza Palestina. Sampai-sampai protes-protes massa yang mereka mobilisasi, seperti Aksi Rafah di Sinai Mesir 9-4-2025 menyangkut pengusiran warga Gaza atas inisiasi Amerika, nyatanya bukan demi warga Gaza. Mereka hanya ketakutan jika tanah-tanah mereka diinjak warga Gaza dan beban mereka bertambah untuk mengurusinya.
Terlebih jihad defensif selama ini sudah dilakukan oleh kaum muslimin di Palestina. Hanya saja jihad tersebut dilakukan di bawah komando gerakan perlawanan Hamas. Sementara tidak bisa dimungkiri, Ham@s nyatanya “hanya” sebuah milisi bersenjata. Kekuatannya–bagaimanapun–tidak seimbang dengan kekuatan selevel negara yang didukung kekuatan adidaya. Terlebih kekuatan Palestina dipecah sedemikian rupa sehingga ada faksi-faksi yang digunakan penjajah untuk melanggengkan krisis Palestina hingga sulit sekali diselesaikan.
Urgensi Komando Seorang Khalifah
Walhasil, seruan jihad para ulama ini hanya akan menjadi sekadar seruan, manakala tidak didukung oleh kekuatan yang seimbang. Bahkan seruan seperti ini pada akhirnya akan menjadi bumerang karena bisa digunakan kekuatan musuh untuk kian memonsterisasi Islam. Hal ini mengingat mereka telah berhasil mengaruskan berbagai narasi sesat seperti HAM, perdamaian dunia, dan sejenisnya. Artinya, jika tidak dibarengi edukasi yang benar, dampak seruan ini akan menguatkan tudingan bahwa Islam memang mengajarkan kekerasan. Oleh karenanya, umat semestinya juga dipahamkan bahwa menolong dan membebaskan Palestina, khususnya Gaza, butuh kekuatan yang sepadan.
Kekuatan itu adalah kehadiran sebuah negara adidaya yang dibangun di atas kesadaran ideologis umat tentang kewajiban menerapkan seluruh syariat Islam dan kemestian mereka bersatu di bawah satu kepemimpinan Islam. Dengan kata lain, upaya membebaskan Palestina dengan jih@d sejatinya butuh komando seorang pemimpin yang kekuasaannya merepresentasi Islam dan umat Islam di seluruh dunia. Kepemimpinan inilah yang akan mampu memobilisasi semua potensi umat, termasuk tentara dan senjata yang tersebar di berbagai wilayah dan mengerahkannya untuk segera mengusir penjajah dan membungkam kekuatan sekutunya dari bumi Palestina.
Kepemimpinan seperti ini tidak lain adalah Khilafah dengan pemimpinnya yang disebut khalifah. Menghadirkan kepemimpinan seperti ini seharusnya menjadi agenda utama umat Islam, khususnya para ulama dan gerakan-gerakan dakwah yang concern ingin menolong muslim Gaza Palestina khususnya, sekaligus membela seluruh kaum muslim yang saat ini sedang terzalimi di negeri-negeri lainnya.
Hanya saja isu tentang kepemimpinan Islam atau Khilafah saat ini belum menjadi opini umum di tengah mayoritas umat, melainkan baru sekadar wacana di tengah berbagai fitnah dan upaya-upaya yang dilakukan Barat untuk menghalangi penegakannya. Padahal, Khilafah Islam hanya bisa tegak jika ada dukungan mayoritas umat dan para pemilik kekuatan sebagai buah dari proses dakwah.
Di samping itu, umat pun benar-benar harus disadarkan bahwa mereka sejatinya adalah pemilik hakiki kekuasaan. Merekalah yang bisa memberikan sekaligus mencerabut kekuasaan dari para pemimpin mereka saat ini. Mereka pula yang semestinya bisa memaksa para penguasa agar mau melakukan apa yang mereka inginkan, termasuk mengerahkan kekuatan senjata untuk menolong Gaza Palestina. Ketika mereka tidak mau, bahkan berdiri di pihak musuh, berarti mereka tidak berhak memegang jabatan kepemimpinan.
Itulah sebabnya, umat Islam pun wajib terlibat dalam upaya penegakan Khilafah. Bahkan mereka harus paham, bahwa agenda penegakkan Khilafah sejatinya menyangkut hidup matinya umat, tidak hanya untuk problem Palestina. Fakta kehidupan umat Islam di dunia di bawah kepemimpinan peradaban sekuler kapitalisme hari ini nyata-nyata begitu rusak, diliputi berbagai krisis, terpecah-belah, dan terjajah.
Sudah saatnya mereka berubah dengan jalan mewujudkan kembali kehidupan Islam. Apalagi jika mengingat, umat Islam telah diberi predikat sebagai khaira ummah dan selama belasan abad telah berhasil membuktikannya. Di bawah peradaban Islam, yakni Khilafah, potret kehidupan umat selama belasan abad begitu cemerlang. Khilafah mampu tampil sebagai pengurus dan pelindung umat dan mewujudkan kesejahteraan tanpa bandingan bagi orang per orang.
Khilafah juga mampu tampil sebagai mercusuar peradaban dan menjadi kekuatan besar yang membuat nyali musuh ciut di hadapannya. Kekuatan militer Khilafah dengan spirit jih@d yang merasuk di tengah para tentaranya, bahkan kaum muslim seluruhnya, selalu menjadi mimpi buruk bagi musuh-musuhnya, baik masa perang maupun masa damai.
Langkah Tindak
Ada atau tidak ada Khilafah, jih@d di Palestina sudah menjadi tuntutan dan kewajiban syarak, khususnya bagi kaum muslim yang ada di sana, dan negeri-negeri yang ada di sekitarnya. Kewajiban ini akan jatuh menjadi kewajiban individual bagi kaum muslim dunia manakala semua kekuatan yang ada tidak mampu menghadapi kekuatan musuh-musuhnya.
Hanya saja, realitas menunjukkan bahwa tanpa kekuatan negara, sulit bagi umat untuk meraih kemenangan sebagaimana yang diharapkan. Itulah sebabnya, seruan untuk melakukan jih@d semestinya diikuti dengan seruan untuk penegakan Khilafah. Selain karena merupakan kewajiban, urgensi menegakkan Khilafah juga sudah sedemikian terang benderang.
Adapun langkah konkret yang harus dilakukan adalah menggencarkan dakwah sebagaimana yang Rasulullah saw. lakukan dalam mewujudkan kekuasaan Islam. Dakwah tersebut memiliki karakter (1) fokus pada dakwah pemikiran, yakni mengedukasi umat dengan akidah yang benar dan membangkitkan, sekaligus dengan hukum-hukum Islam sebagai solusi seluruh problem kehidupan, (2) bersifat politis ideologis, yakni mengarah pada penerapan syariat melalui perwujudan sebuah kekuasaan yang tegak di atas keimanan, (3) berjemaah, yakni ada pengorganisasian sehingga dakwah menjadi masif dan terstruktur mengarah pada tujuan, (4) laa madiyah, yakni tanpa kekerasan karena negara yang kuat tidak mungkin tegak di atas paksaan. Berjalan bersama kelompok dakwah pada era fitnah semacam ini tentu tidak akan mudah.
Dari Anas bin Malik, ra. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Namun, Rasulullah saw. juga telah menyampaikan bahwa akan ada di antara mereka yang teguh di atas cita-cita. Beliau bersabda, “Akan senantiasa ada kelompok dari umatku yang tegak di atas kebenaran, mereka menang. Orang-orang yang merendahkan mereka tidak akan memudaratkan mereka hingga datang ketentuan Allah.”(HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Sungguh, terwujudnya Khilafah yang tegak di atas minhaj an-ubuwwah merupakan keniscayaan sejarah. Selain sudah menjadi janji Allah, juga termasuk salah satu kabar gembira yang disampaikan Rasulullah. Era itu insyaallah sudah dekat, mengingat peradaban hari ini sudah nyaris tumbang dari dalam.
Yang perlu dipastikan adalah dimana keterlibatan kita sebagai bagian dari anak-anak Islam. Apakah akan berposisi sebagai penonton atau menjadi bagian yang terjun dalam kancah perjuangan? Alangkah tepat jika kita memilih turut serta memikul tanggung jawab zaman, terjun mengemban dakwah sebagaimana para Nabi dan umat-umat pilihan.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullaahu, seorang mujtahid mutlak sekaligus ulama mukhlis pengasas gerakan Khilafah abad ini pernah memberi nasihat, “Para pengemban dakwah harus menunaikan kewajibannya sebagai sesuatu yang dibebankan Allah di pundak mereka. Hendaknya mereka melakukannya dengan gembira dan mengharapkan rida Allah Taala.” Semoga kita termasuk yang menyambut kesempatan baik ini dengan ikhlas dan gembira. [SM/Ah]