Oleh: Kholishoh Dzikri
Sinta Nuriyah, Istri mendiang Gus dur menyatakan bahwa wanita muslimah tidak wajib memakai jilbab. Yang dia maksudkan dengan jilbab dalam pernyataannya adalah penutup kepala (kerudung) dengan kata lain menurut Sinta Nuriyah bahwa wanita muslimah tidak wajib menutup auratnya dengan jilbab.
Mengenai kewajiban menutup aurat maka sudah menjadi maklumun min al-din bi al-dharurah, dipahami di tengah-tengah umat Islam terlebih dikalangan muslimah sehingga dalam kesempatan ini tidak kita bahas.
Adapun mengenai istilah jilbab, hal ini masih terjadi kesalahpahaman (kebingungan) di kalangan umat Islam khususnya muslimah. Masyarakat umum di Indonesia mengartikan jilbab sebagai kerudung. Penggunaan istilah jilbab untuk menunjukkan makna kerudung seperti ini tidak tepat. Karena sebenarnya terdapat perbedaan antara kerudung dengan jilbab.
Kerudung dalam Al Qur`an disebut dengan istilah “khumur” (plural dari khimaar) bukan dengan istilah ”jilbab”. Kata “khumur” terdapat dalam firman Allah SWT (artinya),”Dan hendaklah mereka (para wanita) menutupkan kain kerudung ke dada mereka.” (Arab : walyadhribna bi-khumurihinna ‘ala juyuubihinna).” (QS An Nuur [24] : 31).
Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud “khimaar” adalah apa-apa yang digunakan untuk menutupi kepala (maa yughaththa bihi ar ras`su) (Tafsir Ibnu Katsir, 4/227). Dengan kata lain, tafsir dari kata “khimaar” tersebut jika dialihkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah kerudung. Inilah yang saat ini secara salah kaprah disebut “jilbab” oleh masyarakat umum Indonesia.
Adapun istilah “jilbab” dalam Al Qur`an, terdapat dalam bentuk pluralnya, yaitu “jalaabiib”. Ayat Al Qur`an yang menyebut kata “jalaabiib” adalah firman Allah SWT (artinya),”Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin,’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Arab : yudniina ‘alaihinna min jalaabibihinna). (QS Al Ahzab [33] : 59).
Menafsirkan ayat ini, Imam Al Qurthubi berkata,”Kata jalaabiib adalah bentuk jamak dari jilbab, yaitu baju yang lebih besar ukurannya daripada kerudung (akbar min al khimar). Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa jilbab artinya adalah ar ridaa` (pakaian sejenis jubah/gamis). Ada yang berpendapat jilbab adalah al qinaa’ (kudung kepala wanita atau cadar). Pendapat yang sahih, jilbab itu adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub alladzy yasturu jamii’ al badan).” (Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, 14/107).
Dari keterangan Imam Al Qurthubi di atas, jelaslah bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai arti “jilbab”. Memang terdapat satu qaul (pendapat) yang mengatakan “jilbab” artinya adalah “al qinaa’ ” yang dapat diindonesiakan sebagai “kudung kepala wanita” atau juga dapat diartikan sebagai “cadar” (sesuatu yang menutupi wajah, maa yasturu bihi al wajhu). (A.W. Munawwir, Kamus Al Munawwir, hlm. 1163; Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, hlm. 283). Mungkin qaul inilah yang masyhur di Indonesia, sehingga kemudian jilbab lebih populer dimaknai sebagai kerudung.
Namun qaul tersebut dianggap lemah oleh Imam Al Qurthubi, sehingga beliau menguatkan pendapat bahwa jilbab itu bukanlah kerudung atau cadar, melainkan baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub alladzy yasturu jamii’ al badan).” (Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, 14/107).
Pendapat yang dinilai rajih (kuat) oleh Imam Qurthubi inilah yang sebenarnya lebih masyhur dalam kitab-kitab tafsir ataupun kamus. Dalam kitab kamus Al Mu’jamul Wasith, misalnya, disebutkan jilbab adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub al musytamil ‘ala al jasadi kullihi). Jilbab juga diartikan apa-apa yang dipakai wanita di atas baju-bajunya seperti milhafah (mantel/baju kurung) (maa yulbasu fauqa tsiyaabiha ka al milhafah). (Al Mu’jamul Wasith, hlm. 126).
Senada dengan itu, menurut Syekh Rwwas Qal’ah Jie, jilbab adalah suatu baju yang longgar yang dipakai wanita di atas baju-bajunya (baju yang biasa dipake di dalam rumah/semisal daster) (tsaub wasi’ talbasuhu al mar`ah fauqa tsiyaabiha) (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, hlm. 126).
Demikian juga menurut Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya At Tafsir Al Munir fi Al ‘Aqidah wa Al Syari’ah wa Al Manhaj, beliau memberikan makna serupa untuk kata jilbab. Jilbab menurut Syekh Wahbah Zuhaili adalah baju panjang (al mula`ah) yang dipakai perempuan seperti gamis, atau baju yang menutup seluruh tubuh. (Wahbah Zuhaili, At Tafsir Al Munir, 22/114).
Kesimpulannya, kerudung itu berbeda dengan jilbab. Kerudung (Khimar-khumur) adalah pakaian yang dipakai untuk menutupi kepala, leher hingga juyub (bukaan baju paling atas) sedangkan jilbab adalah baju terusan yang longgar yang dipakai di atas baju yang biasa dipake di dalam rumah atau dalam masyarakat kekinian disebut juga dengan gamis/abaya. Wallahu a’lam.