Oleh : Ning Wardah Abeedah
Suaramubalighah.com, Opini- Mabok liberalisasi agama. Kata itu mungkin tepat diarahkan kepada kaum pengusung islam moderat. Di era pandemi corona melanda dunia, bukannya menyuarakan solusi syar’i sesuai petunjuk ilahi, mereka masih saja sibuk menyerang ide islam politik. Yakni ideologi Islam sebagai mengatur segala urusan kehidupan.
Mulai seminar dan diskusi online soal Islam Moderat yang berujung menyerang ide Islam politik dan pengusungnya. Acara TV milik ormas tertentu tak ketinggalan menyuntikkan ide-ide Barat dibungkus Islam. Artikel dengan ruh moderasi Islam juga bertebaran, seperti artikel yang berjudul, “Virus Khilafah Lebih Ganas dari Virus Corona”. Statement tokoh juga tak sepi dari pengarusan moderasi agama. Terbaru, wapres Ma’ruf Amin menyebutkan negara Islam tak berkembang karena paham Islam konservatif. Sehingga diperlukan paham Islam Moderat untuk membangun kembali peradaban Islam yang kuat.
Hakikat Islam Moderat
Islam moderat dalam bahasa Arab biasa disebut mu’tadil. Dalam khazanah tsaqafah Islam, termasuk ilmu musthalah, mu’tadil itu bisa dibilang istilah baru bahkan terminologi baru yang tidak akan kita temukan penjelasannya dari kitab-kitab turatsnya para ulama salafus shalih. Baik itu dalam kitab-kitab mu’jam, fiqh, atau lainnya. Begitupun istilah radikal atau yang biasa diterjamahkan dengan istilah tatharruf dalam bahasa Arab. Istilah dan terminologi tatharruf juga tak dikenal dalam bahasan kitab turats. Berbeda ketika kita membahas ta’rif zakat, shalat, jihad, riba, misalnya. Sangat mudah kita temukan dalam kitab mu’jam, bahasan tafsir, hadis ataupun fiqh. Akan kita temui banyak dalil dan bahasan ulama tentangnya.
Ketika kita ingin mengetahui hakikat Islam moderat, maka harus dikembalikan kepada si pembuat istilah. Yang jelas ketika tdk ada dalam bahasan tsaqafah Islamya ulama salafus salih dulu, berarti istilah ini bukan diciptakan Allah dalam alquran, atau dibuat Rasul kita dan disebut dalam as-sunnah. Nah, dari mana kata moderat ini awal muncul.
Untuk istilah “moderat”, atau jalan tengah sendiri mulai dikenal luas pada masa abad pencerahan di Eropa. Sebagaimana diketahui konflik antara pihak gerejawan yang menginginkan dominasi agama dalam kehidupan rakyat dan kaum revolusioner yang berasal dari kelompok filosof yang menginginkan penghapusan peran agama dalam kehidupan menghasilkan sikap kompromi. Sikap ini kemudian dikenal dengan istilah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan publik.
Sedangkan istilah Islam Moderat, ini muncul dari sebuah dokumen lembaga think tank AS, RAND Corporation yang berjudul Civil democratic Islam, partners, resources, and strategies, yang ditulis Cheryl Benard pada 2003, dan Building Moderate Muslim Network pada 2007.
Dokumen tersebut mengelompokkan umat islam pada kutub islam radikal/fundamentalis, islam moderat/sekuler, Islam modernis, dan Islam tradisionalis. Dokumen ini juga menjelaskan bahwa karakter Islam moderat adalah mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM (termasuk kesetaraan jender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang nonsektarian dan menentang terorisme. Sedangkan istilah Islam radikal/fundamentalis, olwh RAND diasosiasikan pada sosok intoleran, cenderung radikal dalam konotasi memaksakan kehendak, brutal, memperjuangkan penerapan syari’at Islam secara kaffah melalui tegaknya Khilafah Islamiyyah, menolak demokrasi berikut derivatnya, termasuk anti barat.
Selain mengkotakkan muslim menjadi empat kelompok, disebutkan pula bahwa tiga kelompok Islam (tradisionalis, sekuler/moderat, modernis) ini kemudian harus dibenturkan dengan kelompok ke 4; fundamentalis. Dengan memberikan stereotipe buruk kepada kelompok fundamentalis. Seperti teroris, pemecah belah bangsa, diskriminatif terhadap perempuan, garis keras, anti damai, dll. Disebutkan bahwa semua strategi ini bertujuan untuk membendung bibit kebangkitan Islam. Termasuk membendung persatuan umat Islam. Artinya, kemunculan Islam Moderat VS Islam radikal dan berbagai isyu mengenai hal itu adalah by design. Kebijakan pemerintah di negeri-negeri muslim juga mengacu pada design tersebut. Artinya -pula-, Barat menyadari adanya bibit kebangkitan Islam. Ini diperkuat dengan laporan yang dirilis Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Council/NIC) merilis dalam bentuk dokumen yang berjudul Mapping The Global Future pada Desember 2004. Dokumen ini berisikan prediksi atau ramalan tentang masa depan dunia tahun 2020. Akan adanya empat hal yang akan terjadi pada tahun 2020-an yakni:
Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia; Cina dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia. Pax Americana: Dunia tetap dipimpin dan dikontrol oleh AS. A New Chaliphate: Kebangkitan kembali Khilafah Islam, yakni Pemerintahan Global Islam yang bakal mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat. Maka wajar jika Barat tak hentinya menyerang kelompok yang disebut radikal, dan gencar melakukan moderasi Islam melalui antek-anteknya dari kalangan kaum muslimin sendiri.
Bahaya Islam Moderat
Ketika moderasi Islam itu diakui bertujuan membendung kebangkitan Islam dan strategi yang dinuat by design, tentunya ada bahaya bagi kaum muslimin di dalamnya. Jika kita tilik hakikat moderasi Islam, bisa kita temukan setidaknya lima bahaya bagi kaum muslimin.
1. Membelah persatuan umat. Tak dapat dipungkiri, bahwa eprsatuan umat Islam adalah modal kebangkitan. Pengkotak-kotakan umat Islam menjadi empat kelompok adalah untuk mengunggulkan satu kelompok dan menghancurkan kelompok lainnya menggunakan tangan sesama muslim. Menghembuskan kebencian terhadap sesama muslim yang dicap kelompok radikal, hingga umat Islam tak dapat membedakan saudara dan musuh. Barat berambisi agar kaum muslimin mau tetap berIslam, setidaknya mereka menjadi satu pemikiran yakni sekuler. Yang menerima bahkan jika perlu memperjuangkan ideologi, nilai-nilai, dan sistem hidup Barat. Apalagi diopinikan bahwa islam radikal adalah biang semua masalah. Baik itu dalam problem kemiskinan, perpecahan, penjajahan Barat di negeri muslim yang menimbulakn perang, selalu disebut sebagai buah dari keberadaan kelompok radikal.
2. Mengancam akidah Islam. Faham pluralisme yang menganggap semua agama benar, relativisme yang menyatakan tak boleh ada klaim kebenaran. Di Indonesia misalnya istilah kafir dihapus, penolakan untuk merayakan natal bersama disebut intoleran. Injeksi liberalisme yang mendewakan kebebasan menolak otoritas Alalh sebagai pembuat hukum dan penentu nilai. Bahkan ayat konstitusi disebut oleh kalangan moderat lebih tinggi dari ayat suci. Syariah yang merupakan hukum Allah dan wajib diimani sebagai hukum terbaik dianggap berbahaya dan mengancam kebinekaan. Hal ini jelas meletakkan loyalitas kepada selain Allah dan bertentangan dengan konsep akidah.
3. Menciptakan islamphobia dan menjauhkan umat Islam dari Islam. Narasi kontra terorisme atau saat ini menjadi kontra radikalisme sering memonsterisasi ajaran Islam. Bahkan tak jarang kalangan moderat menyebarkan hoax soal Suriah seakan-akan kehancurannya diakibatkan kelompok Islam radikal. Padahal yang terjadi di Suriah adalah konflik kepentingan yang dibuat oleh Barat.
4. Menyerang syariah . Atas nama moderasi Islam, terjadi pelarangan cadar di beberapa universitas Islam. Atas nama moderasi Islam pula, terjadi pembakaran terhadap bendera tauhid yang disebutkan di dalam hadis sebagai bendera Rasulullah Saw. Pun dengan alasan sama, materi jihad dan khilafah yang merupakan bagian dari ajaran dan syariah Islam dihapus dari materi ajar fiqh di sekolah, gerakan 212 yang menjadi simbol persatuan umat melawan pemimpin kafir dipermasalahkan. Padahal Allah yang mengharamkan muslim mengangkat pemimpin kafir.
5. Mencegah umat dari kebangkitan. Islam moderat mengebiri ajaran Islam menjadi sekedar agama spiritual sebagaimana agama lainnya. Ia mengebiri aspek politis Islam yang merupakan ideologi dan sistem hidup yang sempurna. Padahal sistem kehidupan berlandaskan akidah Islam memberikan petunjuk hidup terbaik, menjadi solusi bagi setiap problem hidup umat Islam. Penerapan Islam yang sempurna oleh institusi politik adalah kunci kebangkitan umat Islam, dan kunci keberkahan hidup mereka. Ujaran kebencian yang ditujukan pada ajaran Islam yang mengatur aspek politis seperti ukhuwah Islamiyah, hijrah, jihad, khilafah, syariah, dakwah, hudud, dll. Apapun syariah yang berbau negara/politik diberi stereotip negatif. Padahal ini solusi dari problem umat. Solusi konflik Palestina yang tak pernah usai,. Solusi kemiskinan yang semakin tinggi di dunia. Solusi kerusakan generasi, dll.
Maraknya pengarusan moderasi Islam meski pandemi melanda tentunya bukan tanpa sebab. Dalam banyak statement dan kebijakan pemerintah, ataupun pertemuan tokoh, ulama, atau ormas Islam, memang ide Islam Moderat sengaja diaruskan. Pengarusan ini sebagai bagian dari kontra radikalisme atau global war on radicalism. Sebagai lanjutan dari agenda global war on terorrism.
Walhasil, bisa kita simpulkan bahwa moderasi Islam yang mereka suarakan sejatinya bertentangan dengan Islam. Bahkan ia lebih ganas dari corona karena akan memecah belah umat dan menjauhkan umat dari kebangkitan hakiki. Serta melanggengkan penjajahan kapitalis Barat yang telah nyata menelan banyak nyawa kaum muslimin, serta merampok kekayaan negeri Islam berdekade lamanya. Jenis pengusungnya kemungkinan ada dua. Imma mengusung karena buta politik hingga mudah dijebak dan diperalat asing. Wa imma pengasong yang mencari penghidupan dengan menjadi antek Barat.
Allahu a’lam