Oleh: Marni Rosmiati
Suaramubalighah.com, Muslimah Inspiratif – Bulan Muharam selalu diingat sebagai momen hijrahnya Rasulullah saw. dari Makkah ke Madinah. Makna hijrah tak semata berpindah tempat akan, tetapi yang dicontohkan Rasulullah di sini adalah berpindah dari Darul Kufur ke Darul Islam. Proses hijrah seperti yang dilakukan Rasulullah bersama para sahabat bukanlah perkara mudah. Banyak yang harus dikorbankan, mulai dari harta, waktu, bahkan nyawa. Sebagaimana yang dilakukan oleh shahabiyah Asma binti Umais.
Asma biasa dipanggil dengan nama Ummu Abdillah, nama lengkapnya adalah Asma binti Umais bin Ma’d bin Tamim bin Al Haris bin Ka’ab bin Malik bin Quhafah. Ia termasuk sahabat yang mendapat keutamaan karena imannya dari Rasulullah saw. yaitu sebagai salah satu di antara empat akhawat mukminat berdasarkan sabda Nabi saw., “Ada empat akhawat mukminat yaitu Maimunah, Ummu Fadhl, Salma, dan Asma.”
Ia bersyahadat sebelum kaum muslim berkumpul di rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam. Asma adalah istri Jafar bin Abi Thalib ra.. Asma pertama kali berhijrah ke Habasyah bersama suaminya, Jafar. Dengan penuh keikhlasan, Asma rela merasakan sulitnya hidup di negeri asing. Dan suaminya menjadi juru bicara kaum muslimin di hadapan Raja Habsyah An-Najasyi.
Di negeri pengasingan, Asma melahirkan tiga orang putra yakni Abdullah, Muhammad, dan ‘Aunan. Putranya yang bernama Abdullah, disebutkan sangat mirip dengan ayahnya. Sedangkan ayahnya sangat mirip dengan Rasulullah saw.. Sehingga setiap Asma melihat wajah Abdullah membuatnya merasa bergembira, sekaligus mengingatkan kerinduannya kepada Rasulullah saw..
أَشْبَهْتَ خَلْقِيْ وَخُلُقِيْ
“Engkau menyerupai bentukku dan juga akhlakku.” (HR. Al Bukhari)
Maka ketika Rasulullah saw. memerintahkan kaum muslimin hijrah ke Madinah, berita ini pun sampai kepada kaum muslimin di Habsyah. Mereka sangat bergembira, karena mereka dapat berkumpul bersama saudara-saudara seiman mereka di Madinah. Akan tetapi kerinduan Asma berkumpul bersama Rasulullah dan kaum muslimin di Madinah harus tertahan. Asma bersama suaminya, Jafar, baru dapat berhijrah ke Madinah pada tahun ketujuh Hijriyah.
Saat rombongan kaum muslimin dari Habsyah tiba di Madinah, bertepatan dengan kembalinya Rasulullah saw. dari Khaibar. Beliau sangat bergembira dapat bertemu dengan Jafar, sehingga karena kegembiraannya berliau berkata, “Aku tidak tahu mana yang menyebabkan aku gembira, apakah karena kemenangan di Khaibar atau kedatangan Jafar.”
Asma pun lalu masuk ke rumah Hafshah binti Umar. Saat itu Umar masuk ke rumah Hafsah, sedangkan Asma berada di sisinya. Lalu Umar bertanya kepada Hafshah, ”Siapakah wanita ini?” Hafshah menjawab, “Dia adalah Asma binti Umais ?” Umar bertanya, “Inikah wanita yang datang dari negeri Habsyah di seberang lautan?” Asma menjawab, “Benar”.
Umar kembali berkata, “Kami telah mendahului kalian berhijrah bersama Rasulullah saw., maka kami berhak terhadap diri Rasulullah daripada kalian.”
Mendengar perkataan itu Asma sangat tersinggung dan menjadi emosi, sehingga ia berkata, “Demi Allah, tidak. Kalian tidak bersama Rasulullah, sedangkan beliau memberi makan kepada yang kelaparan di antara kalian dan mengajarkan bagi yang masih bodoh di antara kalian. Adapun kami di suatu negeri atau bumi yang jauh dan tidak disukai, yakni Habsyah, dan semua itu ada demi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Asma pun terdiam sejenak selanjutnya berkata, “Demi Allah aku tidak makan dan tidak minum, sehingga aku laporkan hal ini kepada Rasulullah saw.. Kami diganggu dan ditakut-takuti, hal itu juga akan aku sampaikan kepada Rasulullah saw., akan aku tanyakan kepada beliau, demi Allah aku tidak berdusta, tidak akan menyimpang dan tidak akan menambah-nambah.”
Tatkala Rasulullah saw. datang, maka berkatalah Asma kepada Nabi, “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya Umar berkata begini dan begini. “Rasulullah saw. bertanya kepada Umar, “Apa yang telah engkau katakana kepadanya?” Umar menjawab, “Aku katakan begini dan begini.” Rasulullah saw. bersabda kepada Asma: “Tiada seorang pun yang lebih berhak atas diriku melebihi kalian, adapun dia (Umar) dan para sahabatnya berhijrah satu kali akan tetapi kalian ahlus safiinah (yang menumpang kapal) telah berhijrah dua kali,”
Mendengar hal itu, hati Asma merasa lega dan bahagia. Kemudian ia sebarkan berita tersebut ke tengah-tengah manusia, hingga orang-orang berkumpul di sekitar Asma untuk meminta penjelasan tentang kabar tersebut. Asma berkata, “Sungguh aku melihat Abu Musa dan orang-orang yang telah berlayar (berhijrah bersama Asma dan suaminya) menandatangiku dan menanyakan kepadaku tentang hadits tersebut, maka tiada sesuatu dari dunia yang lebih menggembirakan dan lebih besar artinya bagi mereka dari apa yang disabdakan Nabi saw. kepada mereka.”
Masyaa Allah, pengorbanan Asma binti Umais dengan berhijrah sebanyak dua kali memperlihatkan betapa ia istiqamah menjaga imannya dan dapat menggambarkan kecintaan serta ketaatan yang begitu besar kepada Allah dan Rasul-Nya. Semoga kita di masa sekarang ini bisa meneladani hijrah beliau, yang berhijrah bukan sekadar ikut-ikutan gaya hidup yang sedang ngetren tetapi berhijrah kaffah meninggalkan sistem jahiliyah menuju sistem Islam.
۞ وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak, barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya) sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 100)
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]
Sumber :
Sirah Ibnu Hisyam jilid 2, karya Ibnu Hisyam
Mereka adalah Para Shahabiyat, karya Mahmud Mahdi Al Istanbuli dan Musthafa Abu An Nashir Asy Syalabi