Islam Menyelesaikan Konflik Suami-Istri

Tanya:

Assalamu’alaikum wr. wb.

Suaramubalighah.com, Tanya Jawab — Ustazah, saat ini sedang viral di media sosial tentang konflik rumah tangga artis, yang disebabkan tindak kekerasan suami terhadap istri hingga menyebabkan luka fisik dan psikis pada sang istri. Sang istri pun kemudian melaporkan suaminya ke polisi. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana Islam menyelesaikan masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)  yang dilakukan oleh seorang suami?

Aminah (Cianjur)

Jawab:

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Ukhti Aminah di Cianjur yang dirahmati Allah,

Istilah KDRT sebenarnya belum pernah menjadi pembahasan syariat Islam. Konsep KDRT ini muncul setelah dipopulerkan kaum feminis dengan ide kesetaraan gendernya. Di Indonesia, konsep ini berhasil masuk dalam ranah perundang-undangan, yaitu dalam UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT). Penerapan UU ini ternyata tidak membuat kasus-kasusnya berhenti. Alih-alih menyelesaikan masalah, penerapannya justru menimbulkan persoalan baru. Dalam beberapa kasus, berakhir dengan pemenjaraan suami. 

Ketika suami dipenjara, tidak ada lagi yang menafkahi istri dan anak-anak mereka. Istri harus bekerja dan terpaksa mengabaikan pengasuhan juga pendidikan anak-anak mereka. Anak-anak pun telantar hingga timbullah berbagai macam problem generasi. Artinya, penanganan belum menyentuh akarnya sehingga tidak menuntaskan masalah.

Tindakan KDRT, seperti memukul, menampar, dan sebagainya, biasanya diawali pertengkaran yang dipicu banyak hal. Misalnya masalah ekonomi, hubungan suami-istri yang tidak harmonis, adanya orang ketiga, dan lainnya.

Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki seperangkat aturan mengenai bagaimana memandang KDRT. Kekerasan yang sampai dalam tahap menyakiti, tentu menjadi satu hal yang sangat dilarang di dalam syariat Islam, karena Islam sangat menjaga hak-hak setiap manusia. Termasuk suami atau istri di dalam rumah tangga.

Islam memiliki aturan paripurna terkait kehidupan berumah tangga, sekaligus solusi terhadap berbagai masalah yang menimpa. Aturan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, Islam menetapkan bahwa kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan. Pergaulan antara suami dan istri adalah pergaulan persahabatan, yaitu yang dapat memberikan kedamaian dan ketenteraman satu sama lain.

Agar persahabatan suami-istri menjadi persahabatan yang damai dan tenteram (sakinah), syariat Islam menjelaskan hak istri atas suaminya dan hak suami atas istrinya. Hal ini sebagaimana firman Allah, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.“ (QS. Al-Baqarah [2]: 228)

Artinya, istri punya berbagai hak dalam konteks suami-istri terhadap suaminya, sebagaimana suami juga memiliki berbagai hak dalam konteks suami-istri terhadap istrinya.

Kedua, Islam memerintahkan pergaulan yang makruf (baik) antara suami dan istri. Allah juga memerintahkan pergaulan yang baik di antara suami-istri dengan firman-Nya, “Dan bergaullah dengan mereka secara makruf (baik).” (QS. An-Nisa [4]: 19)

Dalam kondisi istri menaati suaminya, maka suami harus bersikap ramah dan toleran, serta lembut dalam meminta sesuatu dari istrinya. Hingga andai suami menginginkan istrinya (untuk diajak berhubungan suami istri), hendaknya ia dengan baik memilih situasi dan kondisi yang cocok bagi istrinya.  Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian mengetuk pintu wanita (istri) pada malam hari hingga wanita itu (bisa) menyisir rambutnya yang kusut dan wanita yang ditinggal suaminya itu (bisa) mempercantik diri.” (Muttafaq ’alaih)

Ketiga, Islam menetapkan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga. Dalam kehidupan suami-istri, adakalanya terjadi masalah yang membuat suasana tidak baik. Ketika seorang istri membangkang (nusyuz) pada suaminya, Allah telah memberikan hak pada suami untuk mendidik istrinya. Allah SWT berfirman, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS. An-Nisa [4]: 4)

Pukulan yang dimaksud harus merupakan pukulan ringan, yaitu yang tidak membahayakan (menyakitkan). Hal itu sebagaimana Rasulullah saw. jelaskan dalam khotbah beliau ketika Haji Wada. Saat itu beliau bersabda, “Jika mereka melakukan tindakan tersebut (yakni nusyuz), maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan (menyakitkan).” (HR. Muslim)

Tanggung jawab dan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga bukan berarti suami boleh bertindak otoriter atau seperti seorang penguasa yang tidak boleh dibantah. Akan tetapi, kepemimpinan seorang suami di dalam rumah tangga bermakna pengaturan dan pemeliharaan urusan-urusan rumah tangga, termasuk dalam membimbing dan mendidik istri agar senantiasa taat pada Allah SWT. Dari berbagai pengaturan tersebut, tampak jelas bahwa menurut syariat Islam ada tindakan fisik yang boleh suami lakukan ketika istri nusyuz

Keempat, Islam menetapkan mekanisme penyelesaian masalah dalam rumah tangga. Ketika dalam kehidupan suami-istri terjadi persengketaan yang dapat mengancam ketenteraman. Namun, jika masalah kebencian dan pembangkangan telah melampaui batas hingga sampai pada persengketaan, Islam memerintahkan agar ada pihak ketiga (dari keluarga suami-istri) yang membantu menyelesaikan. Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. An-Nisâ’ [4]: 35)

Penerapan hukum Islam dalam keluarga tidak bisa hanya oleh individu-individu keluarga muslim, melainkan juga butuh kontrol masyarakat dan adanya peran negara. Kontrol masyarakat terwujud dengan mendakwahkan Islam kepada keluarga-keluarga muslim yang ada di sekitar kita. Sehingga mereka paham dan mau menjalankan aturan tersebut. Ketika terjadi pertengkaran, kita bisa menasihati keduanya (suami-istri) agar menjadikan Islam sebagai acuan dalam menyelesaikan semua problem rumah tangga.

Sedangkan negara berperan penting dalam menerapkan syariat Islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk aturan keluarga. Penerapan Islam kaffah akan mewujudkan masyarakat sejahtera, aman, dan damai, serta akan menciptakan lingkungan yang sangat kondusif bagi terwujudnya keluarga-keluarga muslim taat syariat. Ketika terjadi pelanggaran syariat Islam, seperti tindakan kekerasan suami yang mengancam keselamatan, Islam menetapkannya sebagai tindak kejahatan (jarimah). 

Demikianlah cara Islam menyolusi persoalan KDRT. Inilah solusi terbaik karena berasal dari Allah SWT, Sang Khaliq yang mengetahui segala yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Sudah seharusnya kita menjadikan Islam sebagai satu satunya solusi dalam seluruh masalah umat, bukan solusi kesetaraan gender ataupun solusi lainnya. Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]