Suaramubalighah.com, Mubalighah Bicara — Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ll telah selesai digelar pada 24—26 November 2022 di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Kongres tersebut diikuti oleh perwakilan ulama perempuan dari seluruh Indonesia, bahkan diikuti juga dari perwakilan 20 negara dengan total peserta 1.600 orang. KUPI ll mengusung tema “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan.”
Menurut Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia sekaligus anggota OC KUPI ll Ruby Kholifah, KUPI ll digelar untuk meneguhkan kembali peran perempuan dalam membangun kebijakan yang ramah dan melindungi jiwa perempuan. “Peran perempuan harus dilibatkan dalam membangun kebijakan yang melindungi perempuan setelah KUPI sebelumnya sukses melahirkan fatwa berbasis perspektif perempuan yang terbukti efektif untuk mengadvokasi isu-isu keadilan gender,” ujarnya.
Merusak Islam
Terkait dengan KUPI ini, mubalighah nasional Ustazah Kholishoh Dzikri menilai bahwa KUPI adalah bagian upaya barat merusak Islam. “KUPI menjadi sesuatu yang sangat perlu kita waspadai pergerakannya karena ini menjadi bagian dari upaya Barat untuk merusak Islam dan kaum muslim,” tegasnya di acara Muslimah Bicara: “KUPI Kendaraan Baru Feminis Merusak Pemuda Muslim?” pada Sabtu, (03/12/2022).
Perusakan itu misalnya dari sisi terminologi, ulama perempuan menurut KUPI adalah siapa saja yang mereka memiliki kapasitas keilmuan, bukan hanya keilmuan agama (faqih fiddin), tetapi kapasitas keilmuan apa saja yang dipandang ia memiliki kapasitas di bidang itu. “KUPI memberikan makna ulama perempuan berbeda dengan perempuan ulama. Ulama perempuan itu tidak semuanya perempuan tapi siapa saja baik laki-laki atau perempuan yang peduli terhadap perempuan, memandang berbagai persoalan dengan perpspektif gender, menyelesaikan berbagai persoalan dengan perspektif gender,” urainya.
Ustazah Kholishoh lalu berpesan agar kaum muslim tidak salah menyebut perempuan ulama, yaitu perempuan yang memiliki kapasitas keilmuan agama (faqih fiddin) dengan sebutan ulama perempuan. “Ulama perempuan itu lebih dekat dengan feminis. Mereka orang-orang dari kalangan pesantren dari kalangan orang-orang yang memiliki background keagamaan sehingga ulama perempuan itu lebih tepatnya adalah feminis muslim,” tegasnya.
Kongres, ucap Ustazah Kholishoh adalah wadah untuk mewadahi pergerakan feminis muslim. “Ada yang menarik dari KUPI ll ini, bahwa yang hadir didominasi oleh perempuan dan laki-laki milenial,” imbuhnya.
Isu Utama
Ustazah Kholishoh mengatakan ada lima isu utama yang dibahas dalam forum itu, tiga di antaranya terkait dengan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. “Mereka konsen untuk menyelamatkan perempuan dari pelukaan dan pemotongan genetalia perempuan (sunat perempuan), menyelamatkan perempuan dari kekerasan jiwa akibat kehamilan karena perkosaan, dan pencegahan pernikahan dini,” jelasnya.
Ustazah Kholishoh mengingatkan bahwa pembahasan itu sebenarnya menjadi rekognisi (penerimaan) bagi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan atau regulasi yang berkaitan dengan larangan terhadap sunat perempuan, kebolehan aborsi karena tindak perkosaan, serta pencegahan pernikahan dini.
Anak Muda
Ustazah Kholishoh mengatakan lebih dari 50% peserta KUPI adalah anak muda. “Hari ini sosial media, dunia maya itu menjadi sarana orang untuk mengakses semua informasi. Dan yang paling punya kemampuan digitalisasi itu anak-anak muda sehingga KUPI muda ini menjadikan dunia maya sebagai sarana menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka agar mudah diakses kalangan muda,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Ustazah Kholishoh, bonus demografi menjadi satu poin tersendiri. Namun, ia menyayangkan seandainya pandangan generasi muda didominasi dengan perspektif KUPI pasti akan melahirkan pemimpin yang punya pandangan moderat yang justru menjauhkan dari Islam.
“Target yang lebih luas pastilah liberalisme itu akan makin kokoh, sekularisme kapitalisme akan makin tertancap kuat. Hari ini pemudanya sudah terkooptasi oleh cara pandang moderat dan feminis, ke depannya mereka akan menjadi pihak yang mengokohkan sistem yang hari ini sudah terbukti membawa berbagai macam bencana dalam kehidupan umat manusia ini,” ungkapnya miris.
Desain Amerika
Menurut Ustazah Kholishoh, yang diusung oleh KUPI adalah bagaimana membuat cara pandang keberagamaan yang damai melalui isu-isu perempuan dan tidak lepas dari grand design Amerika dengan Rand Corporation-nya.
“KUPI juga dalam rangka untuk mewujudkan perempuan-perempuan moderat melalui ulama-ulama perempuan, melalui isu-isu perempuan. Ditambah lagi dengan organisasi yang mendukung yang menjadi jejaring dari KUPI, ada Rahima, dan Fahmina. KUPI yang kedua ini juga didukung oleh AMAN Indonesia,” bebernya.
Artinya, ucap Ustazah Kholishoh, KUPI ini bukan berdiri sendiri tetapi ini adalah grand design internasional dimana basisnya pada Rand Corporation untuk membentuk jaringan Islam moderat. “Grand design itu untuk menghalangi tegaknya Islam itu sendiri. Menghalangi kaum muslim dari cara beragama yang benar sesuai dengan tuntutan syariat,” nilainya.
Strategi pergerakan KUPI ini, ujar Ustazah Kholishoh, mengolaborasi antara perguruan tinggi dan pesantren. “Pesantren yang lekat dengan kajian kitab-kitab turats danmelahirkan ulama-ulama. Sekarang ulama dan santri digeret untuk menjadi legitimasi pemikiran-pemikiran feminis, seolah feminis itu benar karena didukung pesantren. Bahkan, tidak sedikit dari kalangan ulama perempuan yang alumni Al-Azhar,” ujarnya.
Ustazah Kholishoh juga menilai bahwa KUPI itu tidak jauh dari moderasi beragama yang diaruskan melalui isu-isu perempuan. “Isu-isu perempuan yang diusung oleh KUPI targetnya tidak jauh berbeda dengan proyek moderasi beragama karena ingin menghadirkan agama yang ramah, agama yang adil terhadap perempuan. Adil di sini maksudnya perempuan diberi porsi yang sama dengan laki-laki,” ungkapnya.
Lintas Iman
Ustazah Kholishoh menyampaikan bahwa selain mengusung isu perempuan, KUPI juga mengusung lintas agama dan lintas iman yang menyebabkan batas iman dan kafir tidak jelas. “Ini sudah sangat membahayakan akidah umat, bukan hanya sekadar syariat Islam. Ini karena antara hak dengan batil, antara iman dengan kafir itu sesuatu yang jelas. KUPI mengotak-atik ayat dengan qiroah mubadalah atau dengan cara pandang musawah, membuat Islam menjadi rusak,” tegasnya.
Terakhir Ustazah Kholishoh menegaskan bahwa feminis punya banyak kendaraan untuk merusak Islam. “Ada kiai milenial, Gawagus (kumpulan gus-gus pesantren), juga Lawani (kumpulan ning-ning pesantren ) yang semuanya menderaskan Islam moderat,” pungkasnya. [SM/Ah]