Ketahanan Keluarga Berbasis Islam Kaffah, Bukan Maslahat

Oleh: Bunda Nurul Husna

Suaramubalighah.com, Muslimah dan Keluarga – Sebagai sebuah ideologi, Islam tentu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dan hanya Islam yang pantas memimpin dan mengayomi dunia dengan keagungan peradabannya. Siapa pun yang mau jujur dan obyektif pasti akan mengakui keunggulan Islam tersebut.

Membangun peradaban kerap dikaitkan dengan keluarga. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Kasatgas Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU), Bapak Yaqut Cholil Qoumas pada rapat kerja dengan seluruh anggota Pengurus Satgas GKMNU di Jakarta, 31 Mei 2023, bahwa permulaan untuk membangun peradaban manusia dimulai dari keluarga. Menurutnya, membangun keluarga itu sama saja dengan membangun peradaban, dan ini gagasan awal dari GKMNU. Karena keluarga memiliki peran vital dalam membangun perbaikan yang lebih besar. Dan perbaikan di level keluarga yang masif secara simultan, diyakini dapat berdampak pada perbaikan peradaban masyarakat, dan peradaban yang lebih luas. (https://www.google.com/amp/s.www.nu.or.id/amp/nasional/ketum-pbnu-ungkap-tujuan-menggagas-gerakan-keluarga-maslahah-KTQ2P?espv=1)

Intinya, Gerakan Keluarga Maslahat NU ini bertujuan membangun keluarga harmonis melalui program ketahanan keluarga atau keluarga maslahat. Dan program ketahanan keluarga ini dianggap sangat penting sebab berpengaruh pada peradaban manusia. Bahkan ditegaskan oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, bahwa paradigma lahirnya program keluarga maslahat ini adalah untuk membangun peradaban manusia. (https://kemenag.go.id/nasional/program-ketahanan-keluarga-kerja-sama-kemenag-pbnu-untuk-semua-warga-y3qPM).

Hakikat Ketahanan Keluarga

            Menurut KBBI, ketahanan keluarga bermakna kondisi dinamis suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta kemampuan fisik dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Dengan kata lain, ketahanan keluarga adalah kemampuan menghadapi dan mengelola masalah dalam situasi sulit agar fungsi keluarga tetap berjalan harmonis, untuk meraih kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

            Berdasarkan pengertian ini, maka sejatinya ketahanan keluarga merupakan cerminan dari sebuah peradaban yang dibangun, bukan komponen peradaban. Jika peradaban yang ada dibangun di atas asas sekulerisme seperti saat ini, maka wajar jika ketahanan keluarganya rapuh. Karena sekulerisme telah mengarahkan keluarga dan masyarakat berpikir dan hidup secara liberal, serta melemahkan fungsi Islam kaffah sebagai pemecah berbagai persoalan hidup (mualajah musykilah). Sehingga kehidupan keluarga pun jauh dari ketaatan, lemah dalam menghadapi persoalan, dan jauh dari kehidupan harmonis yang penuh ketenangan dan kebahagiaan.

            Walhasil, dalam masyarakat yang sekuler seperti saat ini, berbagai problem keluarga muncul. Tingginya angka perceraian, maraknya perselingkuhan, KDRT, kekerasan pada anak, pembunuhan, anak durhaka pada orang tuanya, abainya orang tua pada pengasuhan dan pendidikan anaknya, serta berbagai akibat lain dari perceraian dan disharmoni keluarga, adalah contoh dari lemahnya ketahanan keluarga yang ada. Meski masyarakat negeri ini mayoritasnya muslim, namun ironisnya Islam kaffah tidak bisa eksis sebagai problem solving bagi hidup mereka. Tergeser oleh sistem hidup liberal yang sekuleristik.

Ketahanan Keluarga Hakiki Berasas Islam, Bukan Maslahat

            Ketahanan keluarga adalah cerminan peradaban. Karena ketahanan keluarga adalah buah dari penerapan sistem hidup dalam masyarakat dan negara. Maka mewujudkan ketahanan keluarga yang kuat dan tangguh, harus dibingkai dengan upaya membangun sistem hidup masyarakat yang didasarkan pada asas akidah Islam, bukan maslahat semata. Karena sesungguhnya, maslahat itu bukan asas, tapi hasil yang akan terwujud ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah. Sebagaimana firman Allah, “Kami tidak mengutus engkau (wahai Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS Al-Anbiya: 107)

            Saat menjelaskan makna rahmat bagi seluruh alam dari ayat tersebut, Buya Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar juz 17, mengutipkan pendapat Sayyid Quthub, “Sistem ajaran yang dibawa oleh Muhammad saw adalah sistem yang membawa bahagia bagi manusia seluruhnya dan memimpinnya kepada kesempurnaan yang telah dijangkakan baginya dalam hidup ini”.Dengan kata lain, rahmat bisa dimaknai sebagai jalbul mashalih wa dar’ul mafasid, yaitu menghasilkan maslahat dan menolak kerusakan. Maka jelaslah bahwa maslahat itu adalah hasil yang akan dirasakan saat risalah Islam diterapkan secara kaffah dalam masyarakat, baik akidah dan syariahnya.

            Adapun masyarakat Islam, hanya akan terwujud jika tegak di atas pilar-pilar pengokohnya, yaitu ketakwaan individu rakyat, kontrol masyarakat, dan penerapan syariat oleh negara. Pertama, adanya ketakwaan individu dapat menjadi self control bagi setiap rakyat. Individu yang paham Islam kaffah akan selalu menjadikan syariat Islam sebagai solusi bagi problem hidupnya. Sementara di keluarga, individu bertakwa tersebut akan menyempurnakan penunaian hak dan kewajiban masing-masing yang telah mereka pahami dari syariat Islam. Yakni aturan syarak yang terkait dengan kewajiban suami, istri, anak, dan orangtua. Masing-masing akan berupaya melaksanakan kewajiban tersebut karena dorongan takwa, sehingga siap taat pada perintah Allah SWT. Walhasil, ketahanan keluarga akan dapat terwujud, karena dengan ketakwaannya, mereka akan mampu menyolusi seluruh problem hidupnya dengan Islam.

Kedua, eksisnya amar makruf nahi munkar dapat menjadi social control dalam masyarakat Islam. Sikap aware dan peka masyarakat terhadap berbagai masalah yang terjadi, tentu saja lahir dari sikap takwa yang mengharuskan mereka taat pada tuntunan syariat. Menghidupkan amal dakwah demi memastikan kehidupan masyarakat sesuai dengan syariat. Dengan begitu, setiap anggota masyarakat selalu berada pada suasana takwa dan taat, jauh dari kehendak untuk bermaksiat pada Allah. Segala problem yang muncul di masyarakat segera terdeteksi, untuk diselesaikan secepat mungkin sesuai syariat. Maka ketahanan keluarga pun dapat terwujud, karena dinamisnya kontrol sosial masyarakat Islam akan menjadi penjaga keluarga dari ketergelincirannya pada maksiat.

Ketiga, penerapan syariat Islam oleh negara akan mengokohkan ketakwaan, dan menjadi jaminan terwujudnya kemaslahatan bagi seluruh rakyat. Karena sesungguhnya, pada setiap penetapan hukum syarak, pasti mengandung maslahat. Maka mewujudkan maslahat hanya akan terjadi jika syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan. Dan dalam masyarakat Islam seperti itulah, ketahanan keluarga akan benar-benar terwujud. Ketahanan keluarga hakiki yang berbasis akidah Islam, bukan sekedar berlandaskan maslahat. Bahkan maslahat itu akan hadir, jika seluruh syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan keluarga, masyarakat dan negara. Ketahanan keluarga yang kuat dan tangguh seperti inilah yang telah terbukti eksis selama belasan abad lamanya, dalam kehidupan peradaban Islam kaffah dalam naungan Khilafah. [SM/Ln]