Oleh: Siti Murlina, S.Ag.
Suaramubalighah.com, Hadis — Dari Ibnu Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِه ِوَ أَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَ شَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
Artinya:
“Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumpal darah. Ketika genap empat puluh hari ketiga, berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rezeki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Hudzaifah bin Asid ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda:
يَدْخُلُ الْمَلَكُ عَلَى النُّطْفَةِ بَعْدَ مَا تَسْتَقِرُّ فِي الرَّحِمِ بِأَرْبَعِينَ، أَوْ خَمْسَةٍ وَأَرْبَعِينَ لَيْلَةً، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ أَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ؟ فَيُكْتَبَانِ، فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ أَذَكَرٌ أَوْ أُنْثَى؟ فَيُكْتَبَانِ، وَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَثَرُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ، ثُمَّ تُطْوَى الصُّحُفُ، فَلَا يُزَادُ فِيهَا وَلَا يُنْقَص
Artinya :
“Seorang malaikat mendatangi nutfah (air mani) setelah air mani ini tinggal di rahim selama 40 hari atau 45 hari. Malaikat ini bertanya: “Ya Rabb, apakah dia menjadi orang celaka ataukah bahagia?” Lalu jawabannya ditulis. “Ya Rabb, dia laki-laki ataukah perempuan?” lalu jawabannya ditulis. Ditulis pula amalnya, pengaruh amalnya, ajalnya, dan rezekinya. Kemudian catatan itu ditutup, sehingga tidak dia tambahkan dan tidak mengurangi” (HR Muslim).
Sanad kedua hadis tersebut adalah sahih. Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya berupa tindakan aborsi adalah penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai ciri-ciri sebagai manusia yang terpelihara darahnya. Yakni maksudnya haram untuk dibunuh. Maka tindak penganiayaan terhadap janin tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Demikian penukilan hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra. tadi.
Dari pemahaman hadis tadi, kita mengambil pendapat terkuat (rajih) adalah haram melakukan praktik aborsi pada usia janin sudah berusia 40 hari. Karena perbuatan ini sama saja dengan membunuh nyawa seseorang. Demikianlah pendapat Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam. Dalil syar‘i-nya berdasarkan dua hadis di atas.
Jika usia janin sudah berumur 120 hari (atau empat bulan), keharaman aborsi lebih tegas lagi, sebab dalam usia 120 hari tersebut, Allah SWT sudah memberikan nyawa (ruh) pada janin tersebut. Berdasarkan hadis dari Hudzaifah bin Asid ra. tadi.
Selain itu, aborsi bertentangan dengan tujuan utama perkawinan dan merupakan sikap buruk sangka kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا
Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.“ (QS Al-Isra :31).
Dan dalam ayat yang lainnya:
وَنُقِرُّ فِى الْاَرْحَامِ مَا نَشَاۤءُ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا
Artinya:
“…dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi..,“ (QS Al-Hajj: 5)
وَاِذَا الْمَوْءٗدَةُ سُىِٕلَتْۖ
بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
Artinya :
“Ketika bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditani. Karena dosa apakah dia dibunuh.“ (QS At-Takwir: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil syar’i dari ayat-ayat dan kedua hadis tadi, maka haram hukumnya jika seorang ibu, ayah atau dokter melakukan abortus setelah janin berumur 40 hari sejak awal kehamilan. Siapa saja yang melakukan tindakan itu, berarti ia telah melakukan tindakan kriminal dan dosa.
Konsekuensinya, siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diat (tebusan) bagi janin yang gugur.
Diatnya adalah seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diat manusia sempurna (yaitu 10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadis sahih dalam masalah tersebut. Yaitu hadis dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…” (HR Bukhari dan Muslim) (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Jadi, aborsi haram dilakukan baik pada fase pembentukan janin maupun setelah peniupan ruh pada janin, kecuali jika tim dokter yang adil (bukan fasik) menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibunya akan mengakibatkan kematian ibunya sekaligus janin yang dikandungnya. Dalam kondisi darurat seperti ini, aborsi dibolehkan demi memelihara kehidupan ibunya. Sebagaimana hadis dari Rasulullah saw.: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (HR Ibnu Majah).
Pada faktanya saat ini, aborsi marak dilakukan karena sebab-sebab lain yang sama sekali tidak terkait dengan kondisi darurat syar’i, seperti untuk menghindari rasa malu atau karena faktor ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan puluhan bahkan ratusan nyawa melayang sia-sia. Sedangkan syariat Islam sangat menjaga nyawa.
Sedikit sekali upaya dari pemerintah dalam rangka mengatasi persoalan aborsi yang merajalela di tengah masyarakat saat ini. Sebagai akibat diterapkan sistem sekuler yang menjauhkankan umat dari pemahaman yang benar tentang syariat Islam.
Kasus ini terjadi bukan hanya pada kalangan masyarakat biasa saja, bahkan mahasiswa dan pelajar pun melakukan praktik aborsi. Hal ini menunjukkan tingginya kerusakan akidah dan moral yang menyebabkan kebutuhan terhadap praktik aborsi dan beragamnya faktor penyebab aborsi. Tanpa diimbangi dengan edukasi nilai agama dan medis sehingga masalah aborsi dianggap enteng.
Jadi dalam hal ini, negara menjadi instrumen penting dalam rangka memahamkan umat dan memberi sanksi bagi orang/ lembaga yang melakukan praktik aborsi tersebut.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]