Perayaan Unfaedah di Tengah Derita Kemiskinan Rakyat

  • Opini

Oleh: Mahganipatra

Suaramubalighah.com, Opini – Euforia bulan Agustus kian kental, semarak warna merah putih terlihat hampir di setiap tempat. Mulai dari desa hingga ke kota, ornamen pesta penyambutan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI makin semarak dipersiapkan. Bahkan gelaran pesta penyambutan pun tampak meriah dan heboh.

Tak terkecuali dengan Istana Negara. Diprakarsai oleh Kementrian Parawisata dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, ribuan perempuan dari beragam profesi, termasuk para menteri perempuan Kabinet Indonesia Maju, para duta besar dan istri duta besar negara sahabat, pejabat dan pegawai di lingkungan Sekretariat Negara, puluhan Putri Indonesia dan None Jakarta, komunitas Perempuan Berkebaya, dan bahkan pemimpin redaksi perempuan. Mereka berlomba melenggang gemulai dengan kebaya dan kain cantik berwarna-warni di catwalk sepanjang 200 meter yang dibangun khusus di depan Istana Merdeka, Jakarta. (voaindonesia.com, 07/08/2023).

Ada Apa di Balik Pagelaran Istana Berkebaya?

Konon acara Istana Berkebaya merupakan rangkaian acara penyambutan Hari Ulang Tahun kemerdekaan RI ke-78. Dimana tujuannya adalah menjadi ajang perkenalan keberagaman kebaya khas daerah di seluruh Indonesia. Apalagi dalam sambutannya, presiden Jokowi telah memberikan apresiasi lebih terhadap pakaian kebaya yang menjadi ciri khas yang melambangkan karakter masyarakat Indonesia, yang anggun, lemah lembut, sopan, dan bersahaja.

Lebih lanjut presiden Jokowi juga berharap agar kegiatan Istana Berkebaya menjadi kegiatan yang harus terus dilestarikan, dan diikuti oleh  daerah lainnya dengan menampilkan kebaya khas masing-masing daerah. Kemudian Jokowi juga meminta agar para desainer turut berlomba merancang desain dan kreasi baru hingga kelak kebaya mampu mendorong perkembangan UKM di berbagai pelosok daerah.

Benarkah acara ini mampu mengisi makna kemerdekaan? Faktanya, acara Istana Berkebaya tidak lebih hanya sekadar acara unfaedah semata. Selain hanya berisi hiburan dan hanya menghambur-hamburkan anggaran negara. Acara ini juga dinilai tidak akan membawa kontribusi perbaikan terhadap bangsa. Justru akan tampak semakin nyata tentang abainya dan hilangnya empati para penguasa. Sungguh ironis, di tengah kondisi kemiskinan dan keterpurukan yang diderita oleh rakyat mereka justru gemar berpesta pora.

Contohnya, kasus kelaparan yang sedang melanda Papua. Ratusan warga Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, mengalami kelaparan akibat tanaman pangan di kebun mereka mengalami kerusakan. Setidaknya ada empat orang korban meninggal dunia dan ratusan lainnya terdampak. Kondisi ini disebabkan fenomena alam embun beku sejak 1 Juni 2022. (kompas.id, 06/08/2023).

Belum lagi kondisi rakyat di daerah yang lainnya. Kekeringan yang diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Dimana fenomena iklim El Nino dan Indian Ocean Dipole atau IOD akan muncul secara bersamaan dan semakin menguat pada semester II-2023. Akibatnya, Indonesia berpotensi mengalami curah hujan di bawah batas normal, juga kekeringan di beberapa wilayah. Seperti Jawa, Nusa Tenggara, sebagian besar Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Tentunya hal ini akan menambah beban berat bagi rakyat untuk meraih sejahtera di alam yang katanya sudah merdeka.

Fakta ini, semestinya menjadi acuan bagi para pemangku kekuasaan untuk segera sadar diri dan menjadi momen untuk mengevaluasi bahwa negeri ini tidak sedang baik-baik saja. Rangkaian acara Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI yang ke-78, yang diselenggarakan dalam bentuk Istana Berkebaya tidak lebih hanya euforia semata yang hanya melenakan dan tidak akan berdampak pada perubahan dan kesejahteraan bangsa ini secara nyata.

Selain itu, mengukur karakter suatu bangsa berdasar jenis pakaian adat, jelas tidak tepat. Terlebih lagi pakaian adat tersebut tidak memperhatikan batasan aurat yang harus ditutup.  Apalagi ketika jenis pakaian tersebut juga tidak sesuai dengan tuntutan syariat Islam yaitu pakaian yang berbentuk jilbab dan khimar. baca: https://suaramubalighah.com/2022/05/17/jilbab-mahkota-kehormatan-perempuan/

Semestinya dalam rangka menyambut perayaan HUT kemerdekaan RI,  para penguasa lebih fokus pada persiapan mitigasi untuk mendukung kesejahteraan masyarakat. Sebagai bentuk mensyukuri nikmat bukan malah berpesta pora. Sebab, bisa jadi acara pesta yang diselenggarakan dengan tujuan untuk mensyukuri nikmat kemerdekaan, ternyata justru merupakan bentuk pengingkaran terhadap nikmat Allah SWT dan hanya menjadi ajang perbuatan maksiat berupa ikhtilat dan khalwat serta kemaksiatan-kemaksiatan yang lainnya. Sehingga malah mengundang murka Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Seperti firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 112 ;

 وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا قَرۡيَةٗ كَانَتۡ ءَامِنَةٗ مُّطۡمَئِنَّةٗ يَأۡتِيهَا رِزۡقُهَا رَغَدٗا مِّن كُلِّ مَكَانٖ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan,disebabkan apa yang mereka perbuat.”

Sungguh, dari ayat ini semestinya para penguasa dan rakyat mulai belajar, jangan sampai kelalaian kita dalam mensyukuri nikmat kemerdekaan akan mendatangkan kemurkaan Allah SWT. Oleh karena itu sudah saatnya bangsa ini merenungkan hakikat mensyukuri nikmat kemerdekaan yang hakiki.  Apakah bangsa ini telah benar-benar mensyukuri nikmat kemerdekaan dalam bentuk menerapkan hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah SWT dalam menata negara dan masyarakat sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT?

Makna Kemerdekaan dalam Islam

Makna kemerdekaan hakiki dalam Islam adalah saat manusia bebas dari ketergantungan kepada manusia dan seluruh aturan yang bukan berasal dari Dzat Pencipta manusia (Syariat Islam). Dan jika kita telaah kembali, hampir setiap tahun bangsa ini melakukan hal yang sama, terjebak dengan euforia pesta HUT Kemerdekaan.

Maka sudah jelas bahwa acara semacam ini, tidak sejalan dengan makna kemerdekaan yg sesungguhnya. Terutama ketika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata merdeka diartikan sebagai bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri: tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa.

Sementara,  pengertian kemerdekaan hakiki menurut Islam. Sebuah bangsa disebut merdeka, tidak semata-mata bebas secara fisik dan militeristik. Kemerdekaan sebuah bangsa akan tampak pada kemandirian dan kedaulatannya dalam meraih cita-citanya, yakni kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Dan kebahagiaan hakiki manusia  hanya bisa diraih ketika manusia memberikan ketundukan seluruhnya hanya kepada aturan Allah SWT sang pencipta manusia. Dengan meninggalkan seluruh sistem aturan kehidupan buatan manusia dan hanya menjadikan aturan berdasarkan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT diseluruh aspek kehidupan manusia. Hal ini termaktub dalam firman-Nya;

أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah: 50).

Khatimah

Kewajiban umat hari ini adalah menggunakan seluruh potensi yang ada untuk mensyukuri nikmat kemerdekaan di jalan Allah SWT, dengan menerapkan seluruh sistem Islam secara kaffah diseluruh aspek kehidupan. Dan untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan kesadaran terhadap makna kemerdekaan secara hakiki di tengah-tengah umat Islam.

Oleh karena itu, maka kehadiran para tokoh umat termasuk para mubalighah agar terus hadir di tengah-tengah umat. Berkontribusi secara nyata memberikan perhatian dan pengajaran serta menjadi kunci pembuka kesadaran umat agar membimbing umat pada kesadaran akan kemerdekaan hakiki. Yaitu kembali menerapkan seluruh aturan Allah SWT, agar segera tegak kemenangan Islam. Dengan membimbing umat untuk berjuang menegakkan syariah Islam secara kaffah dalam institusi negara Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]