Oleh: Idea Suciati M.A.P
Suaramubalighah.com, Opini – Puluhan ribu ton bom telah dijatuhkan Zionis Yahudi ke Gaza Palestina hanya dalam waktu sebulan. Mereka mengeklaim itu adalah aksi balasan terhadap HAMAS yang lebih dulu menyerang. Gaza pun luluh lantah.
Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan 11.180 warga Palestina, termasuk 4.609 anak-anak dan 3.100 wanita tewas dalam serangan Zionis Israel sejak 7 Oktober lalu. Dari laporan terbaru tersebut, sebanyak 15 pasien di Rumah Sakit Ash-Shifa di Gaza utara telah meninggal, di antaranya enam bayi baru lahir karena pemadaman listrik dan kekurangan pasokan medis. (Cnnindonesia.com 13-11- 2023)
Perang berkepanjangan antara Palestina dan Zionis Yahudi Israel menyita perhatian banyak negara, khususnya Indonesia yang secara historis selalu memberikan dukungan kepada Palestina di kancah Internasional. Berbagai elemen umat Islam di Indonesia turun ke jalan melakukan Aksi Bela Palestina. Jihad dan Khilafah sebagai solusi persoalan Palestina menjadi salah satu seruan yang banyak digaungkan. Sayangnya seruan ini malah dituding memanfaatkan isu Palestina-Israel untuk menyebarkan narasi-narasi propaganda dan politisasi kaum radikal.
Wakil Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI) M Najih Arromadloni mengatakan bahwa, konflik Palestina-Israel tidak lepas dari politisasi kaum radikal. Isu penegakan Khilafah yang menunggangi permasalahan dua negara ini membuat situasi makin kontra produktif. Pembajakan isu ini hanya akan menyelewengkan atau bahkan menghilangkan fokus dari masalah yang sebenarnya. M. Najih mengatakan masalah Palestina adalah persoalan kemanusiaan sehingga tidak perlu menjadi muslim untuk membela Palestina, hanya perlu menjadi manusia. (Sindonews.com 23-10-2023)
Pernyataan M. Najih di atas perlu dikritisi, agar persoalan Palestina tidak dikerdilkan sebatas persoalan kemanusiaan. Pun agar kita memahami betul mengapa jihad dan Khilafah sebagai solusi tuntas persoalan Palestina. Karena status muslim kita menjadikan kita istimewa dari manusia umumnya, maka sebagai seorang muslim sudah seharusnya memandang setiap persoalan dengan kaca mata Islam, dengan perasaan dan pemikiran Islam.
Faktanya, yang terjadi di Palestina adalah bencana. Korbannya bukan hanya umat Islam, itu pun fakta. Namun, persoalan Palestina bukan sekadar persoalan kemanusiaan. Jika masalah Palestina hanya dianggap sekadar masalah kemanusiaan, dikhawatirkan akan terjebak pada solusi jalan damai seperti solusi dua negara yang ditawarkan Barat. Seolah yang penting damai atau perang berakhir. Dampaknya, cenderung akan menghindari solusi dengan jalan perang atau membalas Zionis Yahudi dengan kekuatan senjata. Karena menganggap perang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Atau mencukupkan pada solusi berupa bantuan kemanusiaan.
Padahal jika kita memandang fakta perang Palestina-Zionis Israel dengan sudut pandang Islam yang lebih mendalam, kita akan memahami bahwa persoalan ini bukan sekadar masalah kemanusiaan, melainkan persoalan agama dan politik.
Pertama, persoalan Palestina adalah persoalan agama. Dilihat dari fakta bahwa sumber masalah Palestina adalah pendudukan Zionis Yahudi atas tanah Palestina yang merupakan tanah milik umat Islam. Bagi umat Islam, Palestina adalah tanah bersejarah. Di sana adalah tanah penuh berkah, tanah para nabi. Di sana terdapat Masjid Al-Aqsha, dan keutamaan-keutamaan yang Allah berikan di tanah Palestina. Sejak futuhat di zaman Khalifah Umar bin Khaththab, status tanah Palestina menjadi tanah kharajiyah milik umat Islam. Haram diberikan kepada siapa pun apalagi kaum kafir. Dan wajib mempertahankannya dari upaya penjajah yang ingin merampasnya. Jadi, ini adalah persoalan yang harus disikapi oleh ruh agama atau keimanan.
Fakta bahwa rakyat Palestina begitu gigih berjuang mempertahankan tanahnya adalah spirit agama, dorongan keimanan, spirit jihad bukan spirit nasionalisme. Tidak ada bahasa yang cocok bagi penjajah, kecuali bahasa perang. Menaklukkan mereka dengan senjata pula. Maka jihad adalah solusi Islam bagi permasalahan Palestina. Jihad yang berarti perang adalah kewajiban mulia yang diperintahkan Allah SWT. Jangan sampai kita tidak suka dan menolak jalan jihad ini hanya karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya,
كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS Al-Baqarah: 216)
Kedua, persoalan Palestina adalah persoalan politik. Kita tahu betul bahwa Zionis Yahudi yang menjajah Palestina adalah sebuah gerakan politik untuk menciptakan negara Israel yang merdeka. Tujuannya untuk memberikan tempat aman bagi bangsa Yahudi di tanah air historis mereka. Gerakan politik Zionis Yahudi pun nyata didukung oleh politik luar negeri negara-negara adidaya seperti AS dan sekutunya. Sementara saat ini kekuatan politik negara-negara kaum muslimin sangatlah lemah. Tidak mempunyai bargaining position untuk menekan kekuatan politik negara-negara yang pro Zionis Yahudi. Kecuali hanya mampu beretorika tanpa aksi nyata.
Maka, jelas Zionis Yahudi dan negara-negara pendukungnya hanya bisa dilawan dengan kekuatan politik global negara Khilafah. Khilafah sebagai institusi politik umat Islam sedunia yang akan mampu membebaskan Palestina dengan jihad. Karena Khilafah menyatukan kekuatan seluruh umat Islam di dunia, termasuk kekuatan militernya dalam satu kepemimpinan.
Fakta pun menunjukkan pendudukan Zionis Yahudi dimulai sejak institusi politik Khilafah runtuh pada 1924. Karena ketika Khilafah masih ada, Zionis Yahudi tak berkutik. Ketika Theodore Herztl meminta sebagian tanah Palestina untuk bangsa Yahudi, Khalifah Abdul Hamid II, khalifah terakhir Turki Ustmani, menolak dengan tegas, “Selama aku masih hidup, tak akan kubiarkan siapapun merampas tanah kaum Muslimin!”
Penolakan ini dicatat dalam catatan harian Theodor Herzl. Ia menyatakan, “Tidak ada harapan bagi bangsa Yahudi di Palestina dan mereka tidak akan mampu memasuki tanah yang dijanjikan selama Sultan Abdul Hamid masih berkuasa.” Demikianlah sebagaimana dikutip sejarawan Dr. Muhammad Harb, penyusun ulang Memoar Sultan Abdul Hamid II, dari buku Tarikh Buyunzah Yahudiler ve Türkler (Jilid I, halaman 464-465, 1976 M)
Namun, ketika Khilafah berhasil diruntuhkan oleh Inggris dan antek-anteknya, Zionis Yahudi dengan leluasa merampas tanah Palestina, mengusir bahkan membantai penduduk Palestina selama puluhan tahun. Ketika Khilafah runtuh, umat Islam kehilangan junnah (perisai) sehingga umat Islam tercerai berai dalam penindasan penjajah Yahudi laknatullah.
Tudingan perjuangan penegakan Khilafah dan jihad sebagai solusi Palestina yang disebut gerakan radikal, justru mengalihkan dan menjauhkan dari solusi tuntas atas persoalan Palestina. Jihad dan Khilafah adalah solusi yang harus terus didakwahkan kepada umat Islam. Bukan hanya ketika mencuat persoalan Palestina saja. Melainkan setiap waktu, sebagai solusi bagi semua persoalan umat Islam, termasuk persoalan Palestina serta persoalan-persoalan serupa di seluruh dunia.
Wallahu ‘alam bishshawab.
[SM/Ln]