Tak Cukup Pemecatan, Zina Wajib Dirajam

  • Opini

Oleh: Mutiara Aini

Suaramubalighah.com, Opini –

إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللّٰهِ

“Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).

Hadis ini menegaskan bahwa jika zina dan riba telah menyebar di tengah masyarakat, sama artinya dengan mengundang turunnya azab Allah. Namun, hari ini masyarakat tak lagi tabu, perbuatan zina sudah  dianggap lumrah. Bahkan pelakunya bukan lagi personal, tetapi sudah menjadi gaya hidup publik. Ironisnya, hal ini terjadi di negeri yang mayoritas muslim.

Melansir dari catatan voaindonesia.com (4-7-2024), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia telah melakukan pemecatan terhadap Ketua KPU Hasyim Asy’ari karena terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Pemecatan ini dilakukan setelah DKPP menerima aduan dari seorang perempuan berinisial CAT terkait tindakan asusila Hasyim Asy’ari terhadap dirinya yang merupakan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda. CAT berharap, sikapnya mengadukan tindakan asusila tersebut akan memberdayakan banyak perempuan lain yang mungkin menjadi korban dari tindakan serupa.

Zina Buah dari Demokrasi Sekularisme Liberal

Merebaknya pergaulan bebas dan kasus asusila hari  ini benar-benar telah merusak potensi masyarakat, termasuk para pemangku negara. Alih-alih menjadi agen kontrol sosial, mereka justru turut menyebarkan penyakit kerusakan moral, bahkan kerusakan jasmani. Mirisnya, para pejabat yang melakukan tindak asusila atau perzinaan, mereka hanya diberi sanksi pemecatan. Padahal, sanksi ini tidak akan memberi efek jera.

Dalam menghadapi masalah perzinaan atau pergaulan bebas dan seks bebas, negara cukup menawarkan solusi dengan menganjurkan untuk menggunakan kondom agar tidak terjadi kehamilan dan tawaran menggugurkan kandungan. Tentu saja hal ini bukannya menyelesaikan masalah, tetapi malah melahirkan masalah baru, baik bagi fisik maupun mental.

Sungguh, solusi yang ditawarkan dalam sistem ini sangat jauh dari agama. Bahkan, kondisi ini pun sangat berlawanan dengan nilai norma dan budaya juga bertentangan dengan syariat Islam yang mengharamkan gaul bebas, termasuk seks bebas karena hal ini tergolong ke dalam perzinaan.

Namun hari ini, dengan mudahnya masyarakat memberikan pemakluman atas perbuatan tersebut, dengan alasan penyaluran naluri puber. Sungguh, ini merupakan cara pandang yang lahir dari sekularisme. Seolah, naluri seksual harus disalurkan, jika tidak, dapat menimbulkan kematian. Sehingga nilai -nilai agama tak lagi menjadi tolok ukur dalam perbuatan. Bahkan agama sama sekali tidak dihadirkan dalam kesehariannya baik di lingkungan  keluarga ataupun di ruang publik. Agama hanya ada di masjid atau pada kegiatan ibadah mahdhah saja.

Paham sekularisme telah banyak membuka pintu dan jalur mendekati zina. Ditambah lagi pornografi dan pornoaksi leluasa berseliweran via gawai. Media sosial dan dunia nyata seolah tidak berhenti menjajakan produk yang memicu munculnya rangsangan seksual. Hawa nafsu diumbar, sedangkan agama disingkirkan.

Zina dalam Sistem Islam

Sungguh, Islam adalah agama sempurna dan memiliki risalah yang diwahyukan Allah SWT Islam merupakan agama yang mengatur seluruh  aspek kehidupan, termasuk perzinaan.

Dalam firman-Nya Allah menegaskan,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا

“Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu tindakan keji dan jalan yang buruk.” (QS Al Isra: 32)

Ayat ini diturunkan agar manusia terhindar dari perbutan zina berupa tata aturan pergaulan laki-laki dan perempuan. Maka, aturan ini wajib dikaji oleh setiap muslim, termasuk para remaja, orang tua, guru dan masyarakat supaya terhindar dari berbagai macam bahaya, baik di kehidupan dunia maupun akhirat.

Dalam sistem Islam, pelaku zina akan diberi sanksi rajam jika ia muhsan (orang yang sudah menikah) dan hukum cambuk 100 kali bagi yang ghairu muhsan (belum menikah). Tujuannya agar memberi efek jera bagi semua masyarakat untuk tidak melakukan perzinaan sekaligus menutup semua pintu perzinaan. Dalam kasus di atas seharusnya di Rajam bukan sekedar dipecat. Sehingga akan ada efek jera bagi masyarakat. Sehingga zina tidak merajalela.

Oleh karena itu, jika kita ingin keluar dari bencana yang ditimbulkan akibat merebaknya zina, kita harus meninggalkan sistem sekuler liberal ini dan menggantinya dengan sistem Islam, yakni Khilafah. Walhasil dengan tegaknya Khilafah, pintu zina akan tertutup rapat. Tidak akan ada lagi yang berani melakukannya, karena sanksi dalam sistem Islam memberikan efek jera sehingga individu akan berpikir beribu kali untuk melakukannya.

Oleh karenanya, menjadi sebuah kewajiban bersama bagi kaum muslim untuk terus memperjuangkan Islam. Dengan tegaknya Islam, keselamatan, kemuliaan, dan hidup manusia akan terjaga. Insyaa Allah. Wallahu a’lam bishshawab.

[SM/Ln]