Oleh: Mahganipatra
Suaramubalighah.com, Opini – Spirit pembangunan keluarga yang berkualitas menjadi ruh dalam mempersiapkan generasi muda, untuk menjadi generasi unggul yang akan mampu memimpin dan membawa kemajuan bagi Indonesia emas di masa mendatang. Maka keluarga yang memiliki ketahanan dan ketangguhan dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan pembangunan yang semakin kompleks, dianggap sebagai kunci dan penentu kemajuan suatu negara.
“Jika keluarga bagus maka negara akan bagus, keluarga akan menentukan kualitas sumber daya manusia.” Ungkapan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada acara puncak memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) pada tanggal 27 juni 2024. Beliau mengatakan jika lingkungan keluarga berjalan dengan baik, maka kondisi negara juga dapat dipastikan àkan baik. (www.Kemenko PMK, 27-6-2024)
Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, di acara puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 tahun 2024 yang diselenggarakan di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (29-6-2024). Beliau menyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil yang berperan dalam mewariskan nilai-nilai luhur kehidupan kepada generasi muda penentu pembangunan bangsa dan negara. (www.rri.co.id, 30-6-2024)
Fakta Keluarga Hari Ini
Pemerintah terus berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman individu, keluarga dan masyarakat mengenai pentingnya membangun keluarga yang berkualitas sebagai pondasi dalam pembangunan bangsa menuju Indonesia emas. Namun fakta hari ini, jauh panggang dari api. Kondisi generasi dan keluarga Indonesia justru tampak rapuh dan berada di ujung tanduk kehancuran. Kegagalan relasi keluarga dan rusaknya generasi ditandai dengan maraknya peristiwa di luar nalar manusia.
Mulai dari pembunuhan yang dilakukan oleh anak kandung terhadap orangtua, rudapaksa seorang bapak terhadap anaknya hingga hamil, serta pelecehan seorang ibu pada buah hatinya yang masih balita, juga semakin miris. Ditambah dengan angka perceraian dan perselingkuhan yang terus meroket. Kemudian disusul dengan kasus meningkatnya prevalensi stunting di tahun 2024 yang mencapai 14 persen sampai kini belum juga usai. Bahkan angka bunuh diri di kalangan remaja dan dewasa juga menjadi persoalan yang makin membelit negeri ini.
Tentunya kondisi ini menjadi hal yang sangat ironis. Ternyata di balik gebyar perayaan Harganas yang selalu dilaksanakan setiap tahun, tidak mampu melahirkan keluarga berkualitas seperti yang diharapkan. Malah justru menjadi bukti bahwa konsep keluarga baik akan menjadikan negara baik, adalah konsep terbalik yang lahir dari sistem kapitalisme sekuler.
Sistem ini telah memosisikan peran negara hanya sebagai regulator dalam membuat dan mengatur kebijakan demi kebijakan, agar tujuan-tujuan negara dapat segera terealisasikan. Sementara dalam tataran teknisnya justru negara berlepas diri dan menyerahkan seluruh plobem keluarga yang muncul di tengah-tengah masyarakat, agar diselesaikan secara mandiri oleh masing-masing keluarga. Hingga akhirnya tampak nyata bahwa keluarga Indonesia berada di ujung tanduk kehancuran.
Sistem kapitalisme-sekuler juga telah mengubah pemikiran masyarakat tentang arti dan peran keluarga hanya terbatas pada tujuan materialistik semata. Peran dan fungsi ketangguhan keluarga yang berkualitas, hanya diukur berdasarkan pada pelaksanaan fungsi keluarga secara optimal, yaitu membangun institusi keluarga dengan memastikan delapan fungsi keluarga berjalan, sehingga kesejahteraan individu dalam keluarga terpenuhi dan terlindungi hak-haknya, sesuai dengan siklus kehidupan dengan melakukan pembagian peran yang setara. Selanjutnya negara meminta agar setiap keluarga mampu secara mandiri untuk menciptakan berbagai sarana pendukung agar terwujud lingkungan yang aman dan sehat tanpa bantuan dan peran optimal dari negara.
Padahal justru dari sinilah cikal bakal munculnya problem keluarga. Peran negara yang hanya menjadi regulator telah berdampak pada rapuhnya peran dan fungsi keluarga sejati. Negara hanya fokus pada regulasi kebijakan dengan berbagai program sebagai instrumen pendukung tujuan demi pembangunan dan kemajuan bangsa. Setiap keluarga dituntut harus mampu mencari solusi secara mandiri untuk setiap masalah yang terjadi, hingga akhirnya menambah berat beban yang harus ditanggung oleh keluarga. Sementara di sisi yang lain, persoalan pokok yang jadi akar masalah dan problemnya justru diabaikan. Demikian pula ketika membuat program berupa kebijakan sebagai solusi, justru berdampak pada makin peliknya persoalan.
Salah satu contohnya adalah program Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB). Program ini dibentuk dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi berbagai masalah sosial yang terjadi, seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan kenakalan remaja. Dengan menciptakan lingkungan keluarga yang sehat dan harmonis, diharapkan melalui program ini semua anggota keluarga dapat merasa nyaman dan aman, sehingga dapat menumbuhkan rasa saling menghargai dan bertanggung jawab.
Padahal, sumber masalah sosial yang jadi problem keluarga ini, justru berawal dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler yang telah mengadopsi sistem ekonomi kapitalistik dan sistem pendidikan sekuler. Dari sistem ini, muncul konsep keluarga berkualitas yang berfungsi sebagai instrumen penggerak untuk mengokohkan tujuan negara kapitalisme-sekuler, sehingga menyebabkan fungsi negara menjadi mandul. Negara hanya mampu menjadi corong sekaligus alat bagi negara-negara kapitalis sekuler untuk mencengkeram dan mengokohkan hegemoninya di negeri-negeri muslim.
Maka secara hakiki, sistem kapitalisme-sekuler telah gagal membentuk keluarga yang berkualitas, yaitu keluarga yang berfungsi sebagai institusi terkecil yang dapat membentuk manusia agar beriman dan bertakwa yang memiliki karakter akhlak yang mulia. Maka berdasarkan fungsi keluarga ini, akan lahir individu-individu masyarakat sebagai cikal bakal munculnya generasi unggul yang mampu menjadi pemimpin dan penggerak kemajuan menuju pembangunan Indonesia emas.
Sumber Lahirnya Keluarga Berkualitas
Konsep keluarga berkualitas hanya akan lahir di dalam sistem Khilafah yang menerapkan Islam kaffah, sebab konsep keluarga berkualitas di dalam Islam dapat diartikan sebagai keluarga yang damai, tentram, penuh cinta dan kasih sayang, penuh harapan yang akan menjadi landasan dalam berkeluarga, agar senantiasa mendapat keridaan Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya;
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)
Maka untuk mewujudkan konsep ini dibutuhkan peran negara yang berfungsi sebagai raa’in (pelayan) bagi rakyat, yaitu dengan menjadikan kepentingan rakyat sebagai bentuk tujuan dan kewajiban negara dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Fungsi dan tugas negara semata-mata demi melayani serta memenuhi kebutuhan masyarakat. Termasuk dalam memenuhi dan melayani kebutuhan keluarga. Maka kebaikan dalam keluarga akan tercipta ketika diri’ayah oleh negara yaitu negara Khilafah Islamiah yang menerapkan sistem Islam yang sempurna.
Demikian pula dengan akhlak generasi. Terbentuknya akhlak mulia pada generasi disebabkan karena adanya peran negara yang menerapkan sistem pendidikan Islam dan sistem kehidupan berdasarkan sistem Islam secara kaffah. Dengan sistem Islam kaffah, negara akan mampu menciptakan suasana kehidupan yang baik sehingga akan berpengaruh terhadap akhlak masyarakat termasuk generasi muda.
Namun sebaliknya, jika negara tetap teguh dengan kebijakan untuk menerapkan sistem sekuler kapitalis. maka jangan berharap Indonesia bisa mewujudkan generasi emas, karena generasi emas hanya bisa lahir dari keluarga yang beriman, bertakwa serta berkarakter mulia. Oleh karena itu, jika berharap keluarga Indonesia menjadi keluarga yang berkualitas,maka negara harus segera meninggalkan sistem kehidupan yang berlandaskan pada sekularisme dan kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam kaffah dalam naungan khilafah.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ln]