Suaramubalighah.com, Tanya Jawab —
Soal:
Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan sebuah video yang memperkenalkan ajaran “Islam Pancasila”. Dalam video tersebut, seorang pria mengedepankan penolakan terhadap keinginan untuk masuk surga. Ia mengklaim bahwa tujuan ajaran ini adalah agar segala kebaikan yang dilakukan oleh umat Allah semata-mata karena mengharapkan rida Allah, bukan untuk mendapatkan imbalan surga atau takut akan siksa neraka. Lantas bagaimana hukumnya jika kita beribadah dan beramal karena mengharapkan surga? Apakah terkategori amal yang tidak ikhlas?
(Ibu Sri, Depok)
Jawab:
Pengusung “Islam Pancasila” sangat sembarangan dalam memahami Islam. Sangat aneh sekali ada seorang muslim beramal saleh tapi tidak mengharap surga. Mukmin manapun menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya semata ikhlas karena Allah SWT dan mengharap rahmat Allah SWT untuk meraih surga.
Allah Ta’ala telah memerintahkan setiap muslim untuk beribadah dan beramal dengan sebaik-baik amal (ihsanul amal), agar diterima di sisi Allah Ta’ala, tidak sia-sia.
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata,
من أعظم الحسرات على العبد يوم القيامة أن يرى سعيه ضائعًا، وقد سعد أهلُ السعي النافع بسعيهم.
“Termasuk penyesalan terbesar yang menimpa seorang hamba pada hari kiamat kelak adalah ketika dia melihat usahanya sia-sia, sementara orang-orang yang melakukan usaha yang bermanfaat bahagia dengan usaha mereka.” (Ar-Risalah At-Tabukiyyah, hlm. 57).
Terkait ihsanul ‘amal, Fudhail bin Iyadh berkata: “Sesungguhnya amal perbuatan itu jika tepat, tetapi tidak ikhlas, maka tidak diterima. Sebaliknya jika ikhlas, tetapi tidak benar, juga tidak diterima. (Amal tidak diterima) sampai merupakan amal yang ikhlas dan benar. Ikhlas adalah amal itu dilakukan karena Allah. Dan benar adalah berada di atas as-sunnah.” [Taqarrub Ilallah, Syaikh Fauziy Sinuqrath].
Dari sini dipahami bahwa amal yang baik dan akan diterima di sisi Allah Ta’ala, harus memenuhi dua syarat, yaitu: niatnya ikhlas, dan caranya benar sesuai syariat Allah dan sesuai Sunnah Nabi ﷺ.
Dalam mendefinisikan ikhlas, para ulama berbeda redaksi dalam menggambarkannya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berpendapat, arti ikhlas karena Allah ialah, apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah dan mencapai tempat kemuliaan-Nya.
Abu ‘Ali Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya.” [Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Imam An Nawawi (I/16-17), Cet. Darul Fikr]
Ikhlas ialah menghendaki keridhaan Allah dalam suatu amal, membersihkannya dari segala individu maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal, kecuali karena Allah dan demi hari akhirat, serta apa-apa yang dijanjikan di sisi Allah Ta’ala dari suatu amalan, baik berupa pahala, surga dengan segala kenikmatan di dalamnya, melihat wajah Allah di akhirat kelak, maupun terhindar dari siksa di neraka.
Seorang muslim dibenarkan beribadah dan beramal karena Allah Ta’ala, mengharapkan keridhaan Allah dan segala hal yang dijanjikan di sisi Allah dari suatu amalan, termasuk mengharapkan pahala, surga Allah dengan segala kenikmatan di dalamnya,, serta terhindar dari siksa di neraka. Hal ini bisa ditinjau dari beberapa sisi:
Pertama, Allah telah mensifati para nabi dan juga pemimpin kaum mukminin bahwa mereka beribadah kepada Allah dalam kondisi takut dan berharap. Allah Ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Israa’: 57)
Kedua, dalam Al-Qur’an disebutkan balasan dari suatu amalan. Begitu banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang nikmat-nikmat surga. Jika seseorang tercela mengharapkan kenikmatan surga, seakan-akan Allah telah menyesatkan hamba-hamba-Nya dengan mengiming-imingi mereka nikmat surga.
Demikian juga halnya ayat Al-Qur’an memberi kabar gembira dan peringatan tentang perihnya azab neraka. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا. خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al-Kahfi: 107-108).
قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا
“Al-Qur’an sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.” (QS. Al-Kahfi: 2)
Ketiga, setelah menyebutkan berbagai kenikmatan di surga dalam surah Al-Muthaffifin, Allah Ta’ala pun memerintahkan hamba-Nya untuk berlomba-lomba meraihnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin: 26)
Keempat, Allah mensifati ‘ibadurrahman dan ulil albab (orang-orang yang berakal dan cerdas) berlindung dari siksa neraka dan mengharapkan janji Allah, termasuk mengharapkan surga yang telah Allah janjikan. Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١) رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (١٩٢) رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ (١٩٣) رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (١٩٤)
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan Rasul-rasul Engkau. dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” (QS. Ali ‘Imran: 191-194).
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.”(QS. Al-Furqon: 65).
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pun meminta surga, sebagaimana do’a Nabi Ibrahim –kholilullah/ kekasih Allah-,
وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ. وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ. وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ.
“Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.”(QS. Asy-Syu’ara: 85-87).
Demikian juga Nabi Muhammad ﷺ, banyak doa-doa beliau memohon surga dan terjauhkan dari neraka. Dari Abu Shalih, dari beberapa sahabat Nabi ﷺ, beliau ﷺ pernah bertanya kepada seseorang, “Do’a apa yang engkau baca di dalam shalat?”
أَتَشَهَّدُ وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ أَمَا إِنِّى لاَ أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلاَ دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ
“Aku membaca tahiyyat, lalu aku ucapkan ‘Allahumma inni as-alukal jannah wa a’udzu bika minannar‘ (aku memohon pada-Mu surga dan aku berlindung dari siksa neraka). Aku sendiri tidak mengetahui kalau engkau mendengungkannya begitu pula Mu’adz”, jawab orang tersebut. Kemudian Nabi ﷺ bersabda, “Kami sendiri memohon surga (atau berlindung dari neraka).” (HR. Abu Daud nomor 792, Ibnu Majah nomor 910, dan Ahmad nomor 3/474).
Nabi ﷺ memerintahkan meminta tempat yang mulia untuknya di surga. Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi ﷺ bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Apabila kalian mendengar mu’azin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut, kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim nomor 875).
Dan yang dimaksud dengan wasilah adalah kedudukan tinggi di surga. Sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi ﷺ,
إِنَّ الوَسِيْلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوْقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُّوْا اللهَ أَنْ يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ عَلَى خَلْقِهِ
“Sesungguhnya wasilah adalah kedudukan (derajat yang mulia) di sisi Allah. Tidak ada lagi kedudukan yang mulia di atasnya. Maka mintalah pada Allah agar memberiku wasilah di antara hamba-Nya yang lain.”(HR. Thabrani dalam Mu’jam Al Awsath).
Kelima; di antara kenikmatan surga –bahkan yang merupakan puncak kenikmatan- adalah melihat wajah Allah Azza wa Jalla. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta kepada Allah nikmat ini, sebagaimana dalam doanya:
وَأَسْأَلَُك لَذَّةَ النَّظْرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكِ
“Dan aku memohon kelezatan memandang wajah-Mu, dan kerinduan untuk bertemu dengan-Mu.” (HR. An-Nasaai nomor 1305).
Keenam, banyak hadis yang mempersyaratkan pengharapan ganjaran dari Allah pada sebuah amalan. Contohnya sabda Nabi ﷺ,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadan karena keimanan dan berharap (pahala dari Allah), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari nomor 38 dan Muslim nomor 760).
مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا) حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا فَلَهُ قِيْرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيْرَاطَانِ (مِنَ الأَجْرِ)، قِيْلَ: (يَا رَسُوْلَ اللهِ) وَمَا الْقِيْرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيْمَيْنِ
“Barang siapa yang mengikuti jenazah muslim karena keimanan dan mengharapkan (ganjaran dari Allah) hingga disholatkan jenazah tersebut, maka bagi dia qirot pahala, dan barangsiapa yang menghadiri jenazah hingga dikubur, maka baginya dua qirot pahala”. Maka dikatakan, “Wahai Rasulullah, apa itu dua qirot?” Nabi berkata, “Seperti dua gunung besar” (HR. Bukhari nomor 47).
Dari sini jelaslah, dalil-dalil Al Qur’an dan hadits di atas menunjukkan bahwa para rasul, para nabi, para shidiq, para syuhada’, dan para wali Allah yang mulia, mereka semua beramal karena mengharap ridha Allah dan ingin meraih surga, serta takut akan siksa neraka. Mereka adalah hamba Allah terbaik.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَطَلَبُ الْجَنَّةِ وَالِاسْتِعَاذَةِ مِنْ النَّارِ طَرِيقُ أَنْبِيَاءِ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَجَمِيعِ أَوْلِيَائِهِ السَّابِقِينَ الْمُقَرَّبِينَ وَأَصْحَابِ الْيَمِينِ
“Meminta surga dan berlindung dari siksa neraka adalah jalan hidup para Nabi Allah, utusan Allah, seluruh wali Allah, ahli surga yang terdepan (as sabiqun al muqorrobun) dan ahli surga pertengahan (ash-habul yamin).” [Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 10/701, Darul Wafa’, Cetakan Ketiga, 1426 H]
Terakhir, banyaknya pemahaman nyeleneh dan viral di sosmed , disebabkan alam sistem sekulerisme yang mengagungkan kebebasan. Negara tak mampu menjaga umat Islam dari berbagai pemikiran atau pendapat yang sesat dan menyesatkan.
Pengusung “Islam Pancasila” ini harus diajak dialog dan diluruskan . Negara wajib mengedukasi dan menjadi pemikiran umat Islam dari berbagai macam pemikiran/ pendapat yang merusak Akidah dan syariat Islam.
Semoga Allah senantiasa menganugerahkan kita keikhlasan dalam beribadah dan beramal, harapan yang kuat untuk meraih surga-Nya dan rasa takut akan siksa neraka-Nya. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. [SM/Ah]