Oleh. Ummu Fahri
Suaramubalighah.com, Opini – Pada 22 Oktober 2024, jutaan santri di seluruh Indonesia merayakan HSN dengan tema “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan.” Dalam kesempatan ini, Menteri Agama RI yang baru dilantik, Prof. KH Nasaruddin Umar, mengingatkan para santri akan pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Apel Hari Santri yang dihadiri oleh santri dari berbagai daerah menegaskan peran penting mereka dalam membangun masa depan bangsa (republika.co.id, 22-10-2024).
Kementerian Agama memanfaatkan HSN untuk menguatkan moderasi beragama dan kemandirian ekonomi pesantren melalui berbagai kegiatan. Religion Fest menampilkan booth perwakilan agama untuk meningkatkan pemahaman antarumat, sedangkan pelatihan seperti “Santri Menjadi Content Creator” dan “Santri Mahir AI” membekali santri dengan keterampilan modern. Upaya pencegahan radikalisme dan pengembangan sosial pesantren juga ditekankan, menjadikan HSN sebagai momentum penting untuk menciptakan masyarakat yang moderat dan produktif (kemenag.go.id, 7-10-2024).
Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2024 memberikan pesan kuat tentang moderasi beragama dan kemandirian ekonomi pesantren . Namun, perlu dipertanyakan apakah ini benar-benar mencerminkan ruh pesantren atau santri dengan latar belakang lahirnya Hari Santri itu sendiri?
Pesantren dalam Pusaran Arus Moderasi Beragama
Di tengah arus penguatan moderasi beragama yang dilakukan oleh kementerian agama, pesantren menjadi salah satu sasaran utamanya. Berbagai macam proyek moderasi beragama dilaksanakan di lingkungan pesantren dan para santrinya.
Moderasi beragama sendiri, dapat mengarahkan generasi muda muslim (santri) pada pola pikir yang longgar terhadap ajaran Islam. Melalui proyek toleransi ala moderasi beragama, terjadi pengaburan identitas keislaman dan mendorong santri untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai non-Islam versi Barat, sehingga muncul toleransi yang tidak toleran terhadap Islam dan umat Islam.
Moderasi beragama menyebabkan pelemahan komitmen santri pada Islam kaffah. Santri hanya difokuskan pada aspek-aspek Islam yang ritual dan spiritual semata, sehingga mengurangi komitmen mereka terhadap ajaran Islam secara kaffah bahkan semangat jihad yang menjadi ruh lahirnya Hari Santri pun memudar. Semangat melawan penjajahan (sekularisme, liberalisme, kapitalisme dan demokrasi) hilang dari hati dan pikiran santri. Sebab santri dialihkan kepada semangat kebangsaan yang tersekat nasionalisme dalam bingkai negara bangsa.
Adanya pandangan dari moderasi beragama yang menyamakan semua agama, menggoyahkan keyakinan santri akan kebenaran mutlak Islam yang tercantum dalam surat Ali Imran ayat 19 yang menegaskan bahwasanya agama yang diterima di sisi Allah SWT hanyalah Islam.
Moderasi beragama yang mengadaptasi standar sekuler dapat menjauhkan santri dari memahami Islam sebagai sistem hidup yang utuh. Dan santri justru mengadopsi nilai-nilai Barat yang sekuler atas nama kemaslahatan.
Pembajakan Potensi Pesantren melalui Ekonomi
Pesantren di Indonesia menunjukkan peran penting dalam pengembangan ekonomi. Data dari Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan menunjukkan bahwa 90,48% dari 11.868 pesantren di Indonesia sudah memiliki unit usaha, dengan sebagian memiliki tiga hingga lima jenis usaha. Kegiatan usaha pesantren ini beragam, dari koperasi hingga agribisnis, yang memberikan kontribusi nyata dalam menopang pembiayaan dan kemandirian ekonomi pesantren.
Pemerintah mendukung pesantren melalui program pemberdayaan ekonomi syariah sejak 2016. Program seperti pembiayaan syariah untuk usaha mikro, program tabungan emas, dan literasi keuangan syariah diharapkan dapat melibatkan sekitar 3.300 pesantren pada 2024. Kementerian Agama juga menginisiasi program “Pesantrenpreneur” untuk menciptakan kemandirian ekonomi pesantren secara berkelanjutan. (kemenag.go.id)
Namun, penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal.iain-bone.ac.id menunjukkan bahwa banyak santri merasa kesulitan dalam menyeimbangkan nilai-nilai Islam dengan tuntutan modernisasi. Data menunjukkan bahwa 60% santri merasa sering terjebak antara tekanan untuk mengadaptasi ajaran Islam dan tuntutan untuk berintegrasi dengan budaya dan teknologi modern.
HSN 2024 untuk memberdayakan pesantren dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Justru, pendekatan ini tidak sesuai dengan peran dasar pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin yang bertugas mengajarkan santri tentang Islam secara komprehensif dan mempersiapkan mereka untuk berdakwah di tengah masyarakat.
Negara harus bertanggung jawab dalam pembiayaan pendidikan santri, bukan dengan mengharapkan pesantren untuk mandiri sehingga negara merasa lepas dari tanggung jawab. Keterlibatan pesantren dalam upaya pemberdayaan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan juga tidak tepat, karena mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah tugas negara.
HSN 2024 Momentum Menguatkan Islam Kaffah
Hari Santri sejatinya menjadi momentum dalam meneladani dan melanjutkan semangat perjuangan, dengan jalan jihad yang digelorakan ulama pada 1945. Peringatan Hari Santri 22 Oktober sebagai pengingat peristiwa bersejarah pada 22 Oktober 1945.
Pahlawan Nasional KH Hasyim Asy’ari memberikan seruan kepada umat Islam untuk berperang alias jihad melawan sekutu. Saat itu, sekutu masih melakukan perlawanan bersenjata dalam penolakan kedaulatan Indonesia.
Saat ini , umat Islam terjajah oleh sistem kapitalisme demokrasi, sekularisme dan liberalisme. Maka, sudah saatnya bagi pesantren dan santri untuk kembali pada khithah awal semangat jihad melawan penjajahan.
Pesantren dan para santrinya wajib mengembalikan peran utamanya sebagai institusi yang mencetak ulama faqqih fiddin yang memahami Islam secara kaffah, mendakwahkannya, dan memperjuangkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah untuk mengusir penjajahan di muka bumi.
Mari kita kembalikan potensi santri untuk tujuan Islam dan kemaslahatan umat, sehingga mereka dapat berperan sebagai pelopor dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan serta mewujudkan cita-cita masyarakat yang sejahtera berdasarkan syariat Islam.
Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 129:
رَبَّنَا وَٱبْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
Artinya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana.
Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya peran alim ulama dalam mendidik generasi muda, memperkuat identitas Islam, dan mencetak pemimpin yang mampu menghadapi tantangan zaman. untuk membangun generasi yang memiliki pemahaman Islam yang menyeluruh dan siap menjadi pemimpin dalam dakwah untuk menghapus segala macam penjajahan dimuka bumi.
HSN 2024 dengan semangat jihad , mencetak santri menjadi kader dakwah Islam kaffah. Allahu’alam bishshawab. [SM/Ln]