Oleh: Idea Suciati
Suaramubalighah.com, Opini – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebutkan bahwa Kementerian Agama tengah menyusun Kurikulum Cinta bertujuan untuk mengajarkan nilai-nilai cinta kasih dan toleransi sejak dini.
“Jadi saya lagi menyusun Kurikulum Cinta. Apa yang dimaksud Kurikulum Cinta? Begini, setiap kali, misalnya guru agama Islam mengajarkan agama Islam yang paling benar, maka yang lainnya sesat. Jadi seolah-olah penanaman kebencian terhadap orang beragama lain. Jadi nanti kalau ada khutbah di situ, “matiin TV-nya, matiin radio-nya”, ya kan?”, ungkap Menag Nasaruddin. Hal tersebut ia sampaikan pada Pembukaan Sidang Tanwir I ’Aisyiyah di Jakarta. (kemenag.go.id, 16-01-2025)
Menag menilai bahwa potensi konflik muncul dari ajaran agama yang menanamkan kebencian terhadap kelompok lain. Karena itu Menteri Agama, mengatakan bahwa Kurikulum Cinta ini dinilai penting karena selama ini banyak guru yang mengajarkan bahwa agamanya yang paling benar. Sementara yang lain dianggap salah atau sesat.
Agar tidak ada kebencian yang tertanam melalui kurikulum pendidikan maka Kurikulum Cinta ini mengajarkan cinta kepada sesama warga negara meskipun berbeda agama. “Tapi jangan sampai perbedaan dan kebencian ini ditanamkan sejak dini. Akhirnya alam bawah sadar kita itu sampai tua pun juga ada potensi konflik yang dahsyat. Boleh kan kita berbeda agama tapi tetap kita saling mencintai sesama warga negara. Nah inilah yang kita akan perkenalkan dengan istilah Kurikulum Cinta. Bukan kurikulum perbedaan atau konflik,” lanjutnya.
Mewaspadai Bahaya Kurikulum Cinta
Tak seindah namanya, Kurikulum Cinta yang digagas kemenag justru harus diwaspadai bahayanya. Gagasan Kurikulum Cinta lahir dari cara pandang bahwa tidak ada kebenaran absolut, termasuk dalam agama. Sehingga Menag mengatakan tidak boleh guru mengajarkan agama (Islam) sebagai agama yang benar sedang agama lain salah/sesat.
Ketika guru dengan alasan cinta kasih dan toleransi harus mengajarkan bahwa semua agama benar maka hal ini sangat membahayakan akidah anak didik sejak dini. Karena akhirnya anak akan bingung atau tidak bisa membedakan mana agama yang benar dan yang salah/sesat. Kewajiban dakwah mengajak kepada Islam bisa-bisa ditinggalkan, karena menganggap toh agama yang lain juga sama benarnya.
Hal ini akan berdampak juga pada hilangnya rasa bangga terhadap agamanya apalagi memperjuangkan agamanya. Karena tuntutan harus bersikap toleran terhadap agama lain yg sama benarnya, bisa jadi di kemudian hari mereka akan sangat mudah berpindah agama atau bahkan agnostik, karena agama bukan sesuatu yang sakral atau penting dalam hidupnya.
Justru, guru wajib menjelaskan dan menanamkan akidah yang lurus kepada anak didik sejak dini. Yakni, menanamkan keimanan bahwa Islam memang satu-satunya agama yang benar. Sesuai dengan firman Allah dalam QS Ali-Imran: 19.
اِنَّ الدِّيۡنَ عِنۡدَ اللّٰهِ الۡاِسۡلَامُ ۗ وَمَا اخۡتَلَفَ الَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡكِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ الۡعِلۡمُ بَغۡيًا ۢ بَيۡنَهُمۡؕ وَمَنۡ يَّكۡفُرۡ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيۡعُ الۡحِسَابِ
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.
Merujuk Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini adalah berita dari Allah SWT, bahwa tidak ada agama yang diterima di sisi-Nya selain Islam, yaitu mengikuti para rasul dengan apa yang mereka bawa dari Allah SWT pada setiap waktu, hingga akhirnya ditutup oleh Nabi Muhammad saw. sehingga semua jalan menuju Allah SWT itu terhalang kecuali melalui nabi Muhammad saw.
Lebih lanjut Ibnu Katsir menafsirkan, dalam ayat ini Allah SWT juga memberitahukan bahwa agama yang diterima di sisi-Nya adalah Islam, (Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah SWT hanyalah Islam, yaitu bahwa Allah SWT, para malaikat dan orang-orang yang memiliki pengetahuan dari golongan manusia bersaksi bahwa agama yang ada di sisi Allah SWT adalah Islam.
Jadi, seorang muslim memang harus meyakini bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yang benar, sedangkan yang lain adalah salah karena tidak diridai Allah SWT. Pemahaman ini adalah pokok akidah yang paling penting ditanamkan sejak dini. Bukan malah dikaburkan dan dirusak dengan pemahaman cinta kasih dan toleransi yang keliru.
Sikap terhadap Orang Kafir
Adapun tudingan bahwa pemahaman meyakini agamanya sebagai satu-satunya yang benar akan memicu tindak kekerasan, hal ini pun tidak sesuai dengan fakta dan sejarah. Walaupun seorang muslim meyakini hanya Islam agama yang benar, Islam tidak pernah membolehkan seorang muslim menzalimi orang kafir tanpa haq. Bahkan dalam negara Islam, orang kafir dzimmi dijamin/dilindungi oleh negara darah dan hartanya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw.
أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوِ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ketahuilah, bahwa siapa yang menzalimi seorang mu’ahad (non-muslim yang berkomitmen untuk hidup damai dengan umat muslim), merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud)
Dalam hadis lain riwayat Imam Thabrani disebutkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda;
مَنْ آذَى ذِمِّيًا فَقَدْ آذَانِيْ، وَمَنْ آذَانِيْ فَقَدْ آذَى اللهِ
“Barangsiapa menyakiti seorang zimmi (non-muslim yang tidak memerangi umat muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.”
Sepanjang sejarah kekhilafahan Islam, bisa dibuktikan bahwa negara (Khilafah) memberikan warga non-muslim jaminan keamanan, juga layanan kesehatan dan pendidikan gratis. Selain itu, jika bersengketa dengan pejabat negara boleh berperkara di Pengadilan Mahkamah Madzhalim yang dalam sejarah banyak warga non-muslim memenangkan perkara. Semisal kasus kepemilikan baju besi yang dimenangkan kafir dzimmi beragama Yahudi atas Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Tudingan bahwa meyakini agamanya yang paling benar akan menyebabkan konflik, sesungguhnya adalah tudingan Barat dalam proyek war of terrorism-nya. Lalu dilanjutkan dengan proyek moderasi beragama yang dipaksakan ke negeri-negeri muslim. Tuduhan terorisme tidak lagi digunakan, tapi diganti dengan sebutan radikalisme. Radikalisme dianggap menjadi bibit terorisme.
Tujuan Barat adalah ingin membuat umat Islam tidak lagi yakin terhadap agamanya sehingga tetapi mudah dikendalikan dan dijajah. Karena jika umat Islam memahami Islam kaffah bisa mengancam eksistensi kapitalisme Barat.
Justru yang selalu menebar konflik di dunia ini bukanlah Islam. Bukankah yang melakukan genosida di Palestina adalah Zionis yang disokong AS dan sekutunya? Bukankah konflik di Suriah adalah ulah rezim Assad yang ditopang negara-negara Barat? Bukankah yang mengusir rakyat Rohingya adalah pemerintah rasis Budha di Myanmar? Jelas, bukan umat Islam penyebab konflik-konflik itu. Justru umat Islam saat ini menjadi korban makar-makar orang-orang kafir penjajah. Maka, salah sasaran, jika umat Islam yang seolah dituntut bersikap toleran dan penuh cinta kasih.
Khatimah
Pemahaman yang melatarbelakangi Kurikulum Cinta tidak sesuai Islam. Bahkan jika diajarkan, akan membahayakan dan merusak akidah anak sejak dini. Para guru umat, yakni dai, ulama, termasuk mubalighah wajib menolak kurikulum ini. Arahan Barat yang ingin merusak dan membendung kebangkitan umat haruslah dilawan. Seharusnya yang didorong untuk diajarkan sejak dini adalah kurikulum Islam kaffah, yang berisi penjelasan Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan, baik dalam perkara akidah maupun syariat. Selain itu, cinta kasih dan toleransi yang hakiki, serta kerukunan antar umat beragama, hanya bisa terwujud dalam sistem Khilafah Islamiyah, sebagaimana pernah terwujud di masa lalu.
Wallahu’alam. [SM/Ln]