Suaramubalighah.com, Opini — Di tengah tren kecantikan, huru-hara dunia per-skincare-an di Indonesia seakan belum menemui ujungnya. Bukan rahasia dalam masyarakat kita, kecantikan sering kali diukur dengan standar fisik. Kulit putih, glowing, mulus, tubuh langsing, serta rambut hitam panjang dan lurus.
Narasi ini begitu masif hingga perempuan sering kali harus memenuhi standar tersebut agar diterima dan diakui. Standar kecantikan ini menjadi peluang bisnis skincare dan kosmetik yang menggiurkan.
Sementara itu tak sedikit ditemukan beberapa pemilik brand skincare/ kosmetik tidak benar-benar memahami komposisi produk yang mereka jual. Tak sedikit pula yang memasarkan produk dengan klaim berlebihan atau overclaim yang berakibat fatal bagi penggunanya.
Viral, seorang anak perempuan mengancam ibunya dengan senjata tajam karena minta dibelikan skincare. Bahkan rela terjerumus pada kerusakan moral karena ingin tampil cantik dengan standar kapitalisme.
Fenomena ini memperlihatkan betapa besarnya pengaruh standar kecantikan dalam membentuk perilaku pasar. Banyak orang yang membeli produk-produk dengan klaim instan. Bukan sepenuhnya karena terpengaruh iklan, namun juga disebabkan adanya tekanan sosial untuk memenuhi standar kecantikan tertentu. Kapitalisme telah menajamkan perilaku mencari pasar yang bisa dieksploitasi.
Dalam hal ini, standar kecantikan yang telah tertanam kuat menjadi perangkat yang optimal untuk menciptakan pasar yg menguntungkan bagi kapitalis. Selama standar kecantikan disandarkan pada sekularisme, produk-produk kecantikan overclaim akan terus bertebaran.
Demikianlah kapitalisme selalu mengejar profit di atas segalanya, termasuk dalam industri kecantikan. Budaya konsumtif pun akhirnya terus menguntit hidup perempuan gegara ingin tampil cantik.
Mengejar Profit
Menurut data BPOM, selama Oktober hingga November 2024, BPOM berhasil menemukan 235 item kosmetik ilegal dan/atau berbahaya senilai lebih dari Rp8,91 miliar di 4 wilayah utama di Indonesia.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menyatakan penemuan tersebut menjadi gambaran nyata bahwa peredaran kosmetik ilegal dan berbahaya masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Wilayah Jawa Barat mencatatkan nilai temuan terbesar, yaitu Rp4,59 miliar, disusul Jawa Timur Rp1,88 miliar, Jawa Tengah Rp1,43 miliar, dan Banten Rp1,01 miliar. (pom.go.id, 30/12/2024)
Dahsyatnya pengaruh iklan dan tekanan sosial demi memenuhi standar kecantikan menjadikan orang tetap membeli produk-produk dengan klaim instan. Meski dengan sedikit modifikasi kemasan dan strategi pemasaran yang agresif, kemudian produk-produk tersebut dipromosikan sebagai racikan eksklusif atau formulasi premium. Meskipun beda tipis dari produk generik yang sudah ada di pasaran.
Sungguh, keberadaan skincare overclaim tidak bisa lepas dari tekanan sosial terhadap perempuan. Standar kecantikan hari ini bukan sekedar soal keindahan, tetapi dijadikan alat untuk mengendalikan perempuan dan menjaga industri kecantikan bagi pemilik modal. Sehingga inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para kapitalis dalam mengontrol industri kecantikan sekaligus menjadi lahan bisnis yang sangat menguntungkan.
Selama standar kecantikan disandarkan pada sekularisme, produk-produk kecantikan overclaim akan terus bertebaran dan para kapitalis akan terus mencari pasar yang bisa tereksploitasi. Mereka tidak peduli apakah klaim mereka logis atau tidak, karena yang mereka kejar hanyalah keuntungan. Apalagi jika produk yang dijualnya overclaim, maka mereka bisa meraup keuntungan jutaan bahkan miliaran rupiah.
Oleh karenanya, pemerintah terutama BPOM harus lebih ketat dalam mengawasi produk-produk perawatan kulit dan memberikan peringatan keras, Bila perlu memberikan sanksi bagi pemilik modal yang terbukti menjual produk-produk yang overclaim. Selain itu, diperlukan adanya peningkatan literasi digital masyarakat terkait skincare agar tidak mudah tertipu oleh pemasaran yang manipulatif.
Menjamurnya produk-produk skincare hari ini sangat berpengaruh terhadap gaya hidup muslimah, terutama dalam hal penampilan dan kecantikan karena itu penting utk memahamkan perempuan muslimah khususnya agar berpenampilan sesuai syariat Islam, tidak tabarruj.
Dan yang terpenting dari semua itu adalah ada upaya serius untuk mengganti pola kehidupan sekularisme yang melahirkan kebebasan berpenampilan. Hingga kecantikan fisik menjadi standarnya dengan pola kehidupan yang dibangun atas landasan akidah sehingga halal dan haram menjadi standar hidup seorang muslimah yang mengedepankan sikap wara’.
Standar Kecantikan dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, ketakwaan ialah hal yang melandasi segala amalan kehidupan. Kemuliaan seorang muslim karena keimanannya, bukan sekadar tampilan fisik luarnya saja. Bahkan tampilan luar bukan pembentuk kepribadian seseorang. Kepribadian seseorang ditentukan oleh pola pikir dan pola sikapnya. Firman Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”
Adapun merawat diri untuk kebersihan dan keindahan sangat dianjurkan. Kebersihan juga merupakan salah satu hal yang disukai Allah, hal ini berdasarkan hadis,
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ يُحِبُّ الطَّيِّبَ, نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ, كَرِيمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ, جَوَادٌ يُحِبُّ الْجُودَ, فَنَظِّفُوا أَفْنِيَتَكُمْ
“Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.”(HR Tirmidzi).
Rasulullah pun mencontohkan cara menjaga penampilan dan perawatan tubuh. Maka, pemakaian skincare untuk merawat tubuh sebagai bentuk rasa syukur atas karunia Allah SWT hukumnya boleh selama bahan yang digunakan halal tidak melanggar syariat dan thayyib (bukan bahan yang berbahaya bagi tubuh manusia). Serta diniatkan untuk kesehatan kulit, bukan demi memenuhi standar kecantikan ataupun karena tekanan sosial sehingga budaya konsumtif pun akhirnya terus menguntit hidup perempuan gegara ingin tampil cantik.
Kecantikan seharusnya hadir secara alami dalam keberagaman manusia, bukan menjadi beban yang menjadikan perempuan merasa kurang atau minder. Setiap perempuan memiliki keunikan yang tidak bisa kita samakan dalam satu ukuran tertentu. Seperti warna kulit, tekstur wajah, bentuk rambut, dan lain-lain.
Oleh karenanya, kecantikan bukan suatu yang harus kita kejar tanpa henti, akan tetapi kita harus bisa menilai kecantikan dengan cara yang adil sebagai bentuk penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Begitu juga kita sebagai muslimah tidak perlu terus-menerus mengubah diri demi memenuhi standar yang diciptakan oleh industri, terlebih jika standar tersebut hanya menguntungkan kapitalis oligarki.
Saatnya muslimah untuk menata cara pandang kehidupannya secara benar sesuai tuntunan syariat dan menyibukkan diri dengan kewajiban dari Allah SWT dan Rasulullah saw.. Yakni menyibukkan diri melakukan perubahan untuk peradaban Islam dalam tatanan syariat Islam yang kaffah dalam naungan Khilafah. Inilah yang paling penting dan utama.
Wallahu a’lam bishshawab. [SM/Ah]