Kebijakan Penutupan Tempat Hiburan Malam Selama Ramadan, Bentuk Sekularisasi yang Melecehkan Ajaran Islam

  • Opini

Oleh: Endah Siti Muwahidah

Suaramubalighah.com, Opini — Ramadan merupakan waktu suci bagi umat Islam. Mereka menjalani ibadah puasa dari fajar hingga terbenamnya matahari. Oleh sebab itu, muncul kebijakan penutupan tempat hiburan malam selama Ramadan yang diterapkan di berbagai daerah di Indonesia.

Namun, jika kita cermati, kebijakan ini sejatinya merupakan upaya sekularisasi yang merendahkan dan merusak nilai-nilai ajaran Islam—yang seharusnya dijunjung tinggi kapan pun waktunya. Kebijakan ini bukan hanya terkesan temporer, tetapi juga menunjukkan ketidakpahaman yang mendalam tentang substansi ajaran Islam. Bagaimana penjelasannya?

Industri Hiburan dan Dampaknya terhadap Kaum Muda Muslim

Saat ini, industri hiburan merupakan bisnis yang sangat menggiurkan dan tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Proses infiltrasi budaya Barat ke dalam pola pikir generasi muda, berjalan dengan sangat masif melalui fenomena menjamurnya tempat hiburan malam dan kafe yang menampilkan berbagai kemaksiatan.

Fenomena seperti lokalisasi pelacuran, tempat perjudian, serta tayangan film, dan berita hiburan yang merusak, secara sistematis mengarahkan kaum muda muslim untuk terpengaruh oleh gaya hidup liberal Barat. Budaya yang menekankan kesenangan akhirnya menggeser nilai-nilai spiritual yang seharusnya menjadi pedoman hidup manusia. Dampak negatif dari kondisi ini luar biasa: banyak kaum muda muslim menjadi konsumtif, materialistis, dan kian menjauh dari nilai-nilai Islam.

Terlihat jelas bahwa merebaknya tempat hiburan malam menyebabkan banyak kaum muda muslim terjerumus dalam perilaku bebas yang ekstrem, seperti perzinaan, kehamilan di luar nikah, penyalahgunaan narkoba, mabuk-mabukan, tawuran, geng motor, serta kriminalitas yang makin marak.

Inilah sinyal betapa besar kontribusi industri hiburan terhadap melemahnya kualitas iman dan kepribadian Islam generasi muda muslim, hingga memandulkan potensi mereka sebagai agen perubahan dan kebangkitan Islam.

Analisis Akar Masalah

Masalah yang ada tidak lepas dari kenyataan bahwa negara saat ini tidak menerapkan syariat Islam, melainkan sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Ini mengakibatkan adanya jaminan kebebasan beragama, berpendapat, dan bertindak sesuai standar Barat, yang kerap kali bertentangan dengan ajaran Islam.

Nihilnya aturan Allah dalam regulasi dan kebijakan yang diterapkan di masyarakat, akhirnya memicu konflik antara keinginan masyarakat (untuk mengadopsi nilai-nilai Islam) dan negara (yang memaksakan penerapan nilai-nilai sekuler). Dengan demikian, kita perlu memahami bahwa ada pergeseran nilai yang sangat merugikan bagi masyarakat muslim.

Kemaksiatan dalam Pandangan Syariat

Kemaksiatan adalah perbuatan yang sangat dibenci dan pelakunya akan mendapat siksa dari Allah. Allah SWT menegaskan, “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS Al-A’raf: 178).

Ayat ini memperingatkan kita untuk berhati-hati mengikuti dorongan hawa nafsu yang dapat menyesatkan manusia dari petunjuk-Nya. Umat Islam harus sangat berhati-hati dalam mengikuti dorongan hawa nafsu dan selalu berusaha menjalani hidup di bawah bimbingan Allah. Rasulullah saw. bersabda, “Kemaksiatan adalah sesuatu yang membuat hati merasa tidak tenang dan membuat lidah merasa tidak enak.” (HR Muslim).

Hadis ini menjadi pengingat bahwa kemaksiatan tidak hanya merusak, tetapi juga membawa perasaan tidak tenang dalam hati dan kebencian dalam lisan. Alhasil, umat Islam harus bersungguh-sungguh menjauhi kemaksiatan dan berkomitmen untuk terus melakukan kebaikan.

Pandangan Islam

Kebijakan penutupan tempat hiburan malam selama Ramadan yang diterapkan oleh sejumlah daerah di Indonesia, sesungguhnya justru menciptakan ketakpastian dan memicu pro-kontra di masyarakat. Menutup tempat kemaksiatan hanya selama bulan suci dan mengizinkannya kembali di luar bulan Ramadan, akhirnya menciptakan ironi.

Kebijakan ini sejatinya menunjukkan sikap merendahkan ajaran Islam dan menampakkan sikap hipokrit yang merusak akhlak dan kepribadian umat Islam. Kebijakan ini pun justru mencerminkan normalisasi kemaksiatan di masyarakat atas nama kebebasan beragama dan menegaskan bahwa bangsa ini makin mendekati sekularisme sejati.

Dalam Islam, hiburan diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat. Rasulullah saw. juga terlibat dalam kegiatan hiburan yang dibolehkan, seperti lomba lari dan berkuda, tetapi harus dilakukan dengan bijak tanpa menyampingkan kewajiban agama.

Menurut Imam Asy-Syathibi, “Hiburan, permainan, dan bersantai adalah mubah selama tidak terdapat sesuatu yang terlarang.” Allah juga mengingatkan agar kita tidak terjebak oleh kesenangan duniawi, sebagaimana firman-Nya, “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan senda gurau….” (QS Al-An’am: 32).

Hiburan itu mubah, asalkan tidak menyalahi syariat dan tidak dilakukan terus-menerus hingga melalaikan kewajiban agama. Oleh karena itu, negara harus mengatur hiburan yang mubah ini agar pelaksanaannya tidak melanggar syariat, hingga mengancam akidah dan kepribadian Islam di tengah masyarakat.

Peran Negara dalam Mengatur Industri Hiburan

Islam menetapkan bahwa negara berperan krusial dalam mengelola akidah umat. Negara harus mengatur industri dan tempat hiburan, serta memastikan tidak ada konten dan kegiatan hiburan yang membawa pemikiran merusak dan berbahaya. Namun ironisnya, dalam sistem sekuler kapitalisme liberal yang berlaku saat ini, peluang negara sangat minim untuk melakukan hal ini. Sistem ini justru mendukung berbagai industri hiburan yang melenakan dan merusak generasi muda muslim.

Negara yang mampu menjalankan peran mulia ini, tidak lain hanya negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yakni Khilafah. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.”(HR Bukhari, Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa negara harus menjadi pelindung dan penjaga kaum muslim dari berbagai bahaya yang mengancamnya. Kata “imam” dalam hadis ini bermakna ‘alkhalifah’. Imam Mawardi dalam Al-Ahkam as-Sulthaniyyah berkata, “Al-imamah adalah pembahasan tentang Khilafah Nubuat (Kenabian) untuk menjaga agama dan mengatur dunia dengannya.” Makna ungkapan kalimat “al-imamu junnah” adalah perumpamaan sebagai bentuk pujian terhadap imam yang memiliki tugas mulia untuk melindungi orang-orang di bawah kekuasaannya. (Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim).

Rasulullah saw. bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari dan Ahmad).

Khilafah akan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh pelosok negeri hingga seluruh warga negara memiliki keimanan kuat dan siap taat pada seluruh syariat Allah, sehingga mereka hanya akan memilih hiburan yang sesuai dengan Islam.

Khilafah juga akan mengizinkan berdirinya tempat hiburan dan membolehkan masyarakat menghibur diri dengan berbagai hiburan, asalkan semua itu tidak bertentangan dengan Islam. Rasulullah saw. dahulu juga terbiasa menghibur diri dengan mendengar syair, bermain, dan berkuda. Itu semua juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Islam kala itu.

Selain itu, Khilafah berperan aktif mengatur media agar hanya konten-konten yang mendidik dan sesuai dengan akidah serta syariat Islam yang disajikan kepada publik. Akun atau konten yang merusak akan segera ditutup. Demikian pula, semua tempat hiburan yang merusak dan melanggar syariat akan ditutup. Akan ada tindakan dan sanksi tegas sesuai syariat bagi siapa pun yang melanggar aturan. Dengan pendekatan ini, Khilafah mampu membendung arus hiburan yang merusak masyarakat.

Solusi untuk Mengatasi Masalah Industri Hiburan

Untuk mengatasi masalah industri hiburan yang merusak nilai-nilai Islam, perlu dilakukan langkah strategis sebagai berikut.

1. Mengatur Industri Hiburan

Negara harus mengatur industri hiburan dengan membuat peraturan yang jelas dan tegas untuk mencegah penyebaran kemaksiatan, kapan pun dan di mana pun. Peraturan ini harus dibuat berdasarkan syariat Islam dan diterapkan secara konsisten. Dengan demikian, industri hiburan dapat diatur sehingga tidak merusak nilai-nilai Islam.

2. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat

Masyarakat harus ditingkatkan kesadaran akan bahaya dan dampak negatif industri hiburan yang merusak nilai-nilai Islam. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan dan penyuluhan yang berbasis syariat Islam. Dengan demikian, masyarakat dapat memahami bahaya industri hiburan dan dapat membuat pilihan yang tepat.

3. Mengembangkan Industri Hiburan yang Islami

Perlu dikembangkan industri hiburan yang Islami yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat. Industri hiburan ini harus berbasis syariat Islam dan harus mempromosikan nilai-nilai Islam. Dengan demikian, masyarakat dapat menikmati hiburan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.

4. Memperjuangkan Penerapan Syariat Islam Kafah dalam Sistem Khilafah

Kaum muslim wajib mengupayakan untuk hidup dalam kehidupan masyarakat Islam dengan memperjuangkan penerapan syariat Islam kafah dalam sistem Khilafah. Ini agar kaum muslim dapat hidup dalam masyarakat yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Khatimah

Kebijakan penutupan tempat hiburan malam selama Ramadan yang diterapkan oleh beberapa daerah di Indonesia sejatinya merupakan bentuk sekularisasi yang melecehkan ajaran Islam. Industri hiburan yang merusak nilai-nilai Islam harus diatasi dengan mengatur industri hiburan, meningkatkan kesadaran masyarakat, mengembangkan industri hiburan yang islami, dan memperjuangkan penerapan syariat Islam kafah dalam sistem Khilafah. Dengan demikian, kaum muslim dapat hidup dalam masyarakat yang sejalan dengan aturan Islam. [SM/Ah]

Sumber: Muslimah News